Wajar bagi Rasulullah Saw mengetahui peristiwa-peristiwa masa depan, mengungkapkan kepada keluarganya -khususnya putrinya terkasihnya Fathimah a.s.- peristiwa-peristiwa yang akan mereka hadapi di masa mendatang. Dapat dipastikan, beliau Saw menyampaikan kepada Fathimah bahwa ia akan menderita akibat perlakuan keji sebagian orang yang mengaku muslim setelah beliau wafat dan bahwa ia akan menjadi orang pertama yang mengikuti beliau menuju surga. Ada banyak riwayat yang menuturkan hal ini, yang berikut di antaranya:
- Syeikh Mufid dalam kitabnya, al-Amali, meriwayatkan bahwaAbdullah bin Abbas mengatakan: “Ketika terbaring menjelangwafatnya, Rasulullah menangis hingga air matanya membasahi Maka, beliau ditanya, ‘Apa yang membuat Andamenangis, wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Aku menangisi keturunanku, menangisi kejahatan yang akan dilakukan terhadap mereka oleh orang-orang zalim dari umatku setelah ajalku. Seakanaku (dapat melihat) putriku, Fathimah, sedang ditindas danmenangis, ‘Wahai Ayah!’ Tetapi, tak seorang pun dari antara umatkudatang menolongnya.’
Fathimah mulai tersedu ketika mendengar hal ini, maka Nabi berkata kepadanya, Jangan menangis, putiku.’ Ia menjawab, ‘Aku tak menangis karena apa yang dilakukan terhadapku sesudah (wafatnya) Ayah, namun, aku menangis karena akan dipisahkan darimu, wahai Rasulullah.’ Beliau lalu menghibur, ‘Bergembiralah, wahai putri Muhammad, atas urutan yang dekat denganku, sebab engkau akan menjadi orang pertama di antara Ahlulbaitku (yang menyusulku).” (al-Bihar, jil.10)
Baca: Sosok Sayidah Fathimah Zahra as di Sisi Para Imam, Sahabat dan Para Ahli Sejarah
- Nabi berkata: “Ketika kulihat ia (Fathimah), aku teringat apa yangakan terjadi padanya sepeninggalku. Seakan aku (dapat melihat) penghinaan memasuki rumahnya, kesuciannya dicemari, haknya dirampas, (hak) pewarisannya direnggut, pinggangnya patah, dan anak yang dikandungnya gugur, semua (terjadi) selagi ia menangis; ‘Muhammad!’ Namun ia tidak akan dijawab, ia meminta bantuan,tetapi tidak akan dibantu. Niscaya ia akan tetap menderita, sedih, dan menangis sepeninggalku, mengenang terhentinya wahyu dari rumah ayahnya di satu waktu, dan mengenang dipisahkannya dariku di waktu lain. Ia akan merasa terasing di malam hari, saatia biasa melewatkan waktu mendengarkanku membaca Alquran. Ialalu akan melihat dirinya dihinakan setelah dihormati selama harihari (kehidupan) ayahnya.” (al-Bihar, jil.10)
- Diriwayatkan dalam tafsir Alquran karya Furat bin Ibrahim bahwa Jabir bin Abdullah al Anshari menuturkan: “Rasulullah Saw berkata kepada Fathimah selama sakit beliau, yang menyebabkan beliau wafat, ‘Semoga kedua orang tuaku menjadi penebus bagimu! Panggillah suamimu untukku.’ Fathimah lalu menyuruh al-Hasan dan al-Husain, ‘Katakanlah kepada ayahmu agar datang, dan bahwa kakekmu memanggilnya.’ Maka, Husain pergi dan menjemput Imam Ali agar datang.
Ketika memasuki rumah, Imam Ali bin Abi Thalib menemukan Fathimah duduk di sisi Rasulullah Saw dan berkata, ‘Betapa aku khawatir atas penderitaanmu, Ayah!’ Nabi berkata, ‘Tak ada penderitaan bagi ayahmu setelah hari ini, Fathimah. Namun, lakukanlah apa yang ayahmu lakukan ketika Ibrahim (putra Nabi Saw) meninggal dunia’. Lalu Nabi berkata, ‘Mata-mata mengucurkan air mata, dan hati tersentuh, tetapi janganlah kita mengucapkan apa yang akan membuat murka Allah. Namun, sungguh kami bersedih karena (ajalmu) Ibrahim!” (al-Bihar, jil.6)
- Sekali waktu Nabi S memanggil Imam Ali, Sayidah Fathimah, al-Hasan, dan al-Husain lalu memerintahkan setiap orang yang ada di rumahuntuk pergi. Beliau lalu memerintahkan Ummu Salamah berjaga di pintu sehingga tak seorang pun dapat mendekat Nabi Saw berkata kepada Ali, “Mendekatlah kepadaku.” Alimendekat sebagaimana diminta Nabi, beliau lalu menggamit tangan
Fathimah di dadanya lama sekali dan menggenggam tangan Ali dengan tangan beliau yang satunya lagi. Ketika mencoba berbicara, Nabi mencucurkan air mata dan tak mampu berkata-kata. Karena itu, Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain menangis ketika mereka melihat beliau Saw menangis.
Sayidah Fathimah lalu berkata, “Rasulullah! Engkau melukai hatiku dan membawa duka bagiku dengan tangisanmu. Engkau adalah pemimpin para nabi dan Nabi Allah yang paling terpercaya, Engkau adalah nabi kekasih Allah! Siapakah yang akan kumiliki bagi anakanakku sepeninggalmu? Siapakah yang kumiliki untuk melindungiku dari penghinaan, yang akan menimpaku sepeninggalmu? Siapakah Ali -saudaramu dan penolong agamamu- miliki sepeninggalmu? Siapakah yang (memperhatikan) wahyu dan urusan Allah?”
Fathimah lalu menangis dan memeluk beliau bersama Ali, Hasan, dan Husain. Nabi mengangkat kepala beliau dan sambil memegang tangan Fathimah, menempatkannya ke tangan Ali dan berkata, “Abul Hasan, ia (Fathimah) adalah yang diamanatkan Allah dan Rasul-Nya, Muhammad, kepadamu. Karena itu, jagalah amanat Allah dan Rasul-Nya dengan melindunginya. Kutahu pasti bahwa engkau akan melakukannya. Ali, inilah (Fathimah) demi Allah, pemimpin segenap perempuan di surga, inilah, demi Allah, (bagaikan) Maryam al-Kubra. Demi Allah, sebelum aku mencapai keadaan ini, aku bermohon kepada Allah (hal-hal tertentu) bagimu dan bagiku, dan Dia niscaya telah mengabulkan apa yang kuminta.
Ali, kerjakanlah apa yang diperintahkan Fathimah atasmu, sebab aku telah memerintahkan ia (melakukan urusan-urusan tertentu) yang disuruh Jibril atasku. Ingatlah, wahai Ali, bahwa aku rida dengan apa yang diridai putriku, demikian pula Tuhanku dan para malaikat. Ali, terkutuklah ia yang menindasnya; terkutuklah ia yang merampas haknya; terkutuklah ia yang mencemari kesuciannya….”
Nabi lalu memeluk Fathimah, mencium tangannya, dan berkata, “Semoga ayahmu menjadi penebus bagimu, wahai Fathimah.”
Baca: Gambaran Kesempurnaan Karakter pada Diri Sayyidah Fathimah a.s.
Pada saat itu, Rasulullah menempatkan kepalanya ke dada Ali, namun cintanya kepada Fathimah terus mendorongnya untuk memeluk dan mencium Fathimah berkali-kali. Beliau menangis hingga air mata membuat janggut dan pakaian beliau basah. Imam Hasan dan Imam Husain mulai menangis dan mencium kaki beliau. Ketika Imam Ali mencoba menjauhkan mereka, Nabi berkata, “Biarkan mereka menciumku dan biarkan aku mencium mereka. Biarkan mereka mendekat kepadaku, dan niscaya mereka akan ditimpa dukacita dan masalah-masalah yang sukar sepeninggalku. Semoga Allah mengutuk orang-orang yang menganiaya mereka. Ya Allah, kuserahkan mereka ke dalam perlindungan-Mu dan perlindungan kaum Mukmin yang lurus.”
Sementara itu, Fathimah berbicara kepada ayahnya di sela isak tangis dan berkata, “Semoga jiwaku menjadi penebus bagi Ayah! Semoga wajahku menghalangi bahaya dari wajah ayah! Ayah, tidak dapatkah engkau ucapkan sepatah kata untukku? Sungguh, kulihat para malaikat maut menyerang Ayah dengan sengit!” Rasulullah lalu berkata, “Putriku, kutinggalkan engkau; maka, salam untukmu dariku.” (al-Bihar, jil.6)
*Dikutip dari buku Biografi Sayidah Fathimah – Abu Muhammad Ordoni