(Dalam Rangka Peringatan Kelahiran Imam Ali bin Abi Thalib a.s. pada 13 Rajab)
1- Tiga Hari Di Dalam Ka’bah
Pada hari Jumat, tanggal13 Rajab tahun 30 Tahun Gajah, Abbas bin Abdul Muttalib, Yazid bin Qa’nab, dan sekelompok Bani Hasyim sedang duduk-duduk di depan Ka’bah. Tiba-tiba, Fatimah binti Asad yang saat itu hamil besar terlihat sedang menuju Ka’bah dengan langkah yang berat dan perlahan. Ia memegangi kain penutup Ka’bah dan duduk di bawahnya.
Fatimah binti Asad merasakan kesakitan sebagai pertanda ingin melahirkan. Ia menghadapkan wajah ke langit dan berseru:
“Ya Allah! Aku beriman kepada-Mu, para nabi-Mu, kitab-kitab yang Engkau turunkan, dan agama kakekku, Ibrahim Al-Khalil yang telah membangun Ka’bah ini.
Ya Allah! Demi kehormatan orang yang telah membangun rumah (Ka’bah) ini dan demi bayi yang berada dalam rahimku, mudahkanlah kelahiran bayi ini bagiku.” (Baca: Tauhid Rububiyah)
Saat itu, dinding Ka’bah terbelah. Fatimah binti Asad segera masuk ke dalam Ka’bah di hadapan mata Abbas dan Yazid bin Qa’nab yang menyaksikan kejadian tersebut dengan penuh keheranan. Setelah itu, belahan Ka’bah merapat kembali.
Beberapa orang dari kalangan Bani Hasyim berusaha dengan berbagai cara untuk memasuki Ka’bah, namun tidak berhasil. Bahkan Abu Thalib yang ingin menyusul sang isteri tercinta pun tidak dapat membuka pintu Ka’bah.
Setelah tiga hari, Fatimah binti Asad keluar dari dalam Ka’bah. Ia menggendong seorang bayi mungil dan menunjukkannya kepada orang-orang yang telah menunggu di luar. Fatimah binti Asad pun menghadap kepada Abu Thalib dan berkata:
“Saat aku ingin keluar dari dalam Ka’bah, aku mendengar sebuah suara memanggil, “Wahai Fatimah! Namailah bayi yang baru lahir ini dengan nama Ali karena Allah Yang Maha Tinggi berfirman, “Aku mengambil namanya (Ali) dari nama-Ku (Al-‘Ali).”” (Baca: Perempuan Itupun Mengadu kepada Ali)
2- Dua Ibu, Satu Anak
Pada masa khilafah Umar bin Khattab, dua orang perempuan sedang bertikai memperebutkan seorang bayi. Masing-masing mengaku sebagai ibu dari bayi itu. Para sahabat membawa pertikaian tersebut kepada Umar, namun Umar tidak mampu menyelesaikan permasalahan dua perempuan ini.
Maka mereka pergi ke Ali bin Abi Thalib. Mula-mula Ali memberikan nasehat dan mengingatkan kedua perempuan itu, namun nasehat beliau tidak didengar. Mereka berdua tetap bersikeras dengan pengakuannya masing-masing.
Saat Ali bin Abi Thalib melihat bahwa pertikaian di antara keduanya semakin besar, beliau memikirkan cara lain untuk menyelesaikannya. Ali bin Abi Thalib meminta supaya dibawakan gergaji. Spontan kedua perempuan itu bertanya, “Wahai Amirul Mukminin! Apa yang akan Anda lakukan dengan gergaji ini?”
“Aku akan belah bayi ini menjadi dua bagian dan memberikan setengah-setengah kepada kalian berdua,” jawab beliau. (Baca: Namanya Tertulis Di Lauh Mahfuzh)
Mendengar jawaban ini, salah seorang dari perempuan itu terdiam membisu dan perempuan satunya berteriak, “Ya Allah! Ya Allah! Wahai Abal Hasan, jika nasib anak ini harus dibelah menjadi dua, aku mencabut pengaduanku, karena aku tidak rela bayiku mati terbunuh.”
Saat itu Ali bin Abi Thalib berkata, “Allahu Akbar! Bayi ini adalah anakmu. Jika bayi ini anak perempuan satunya, ia pun tidak akan rela anaknya mengalami nasib tragis.”
Saat itu, perempuan yang bukan ibu dari bayi itu mengatakan kebenaran yang sesungguhnya dan mengakui kebohongannya.
Dengan keputusan Ali bin Abi Thalib, kesedihan Umar yang tidak mampu menyelesaikan perselisihan di antara tersebut, segera sirna dan bahkan mendoakan kebaikan untuk Imam Ali a.s.
[Bersambung]
Baca selanjutnya: 4 Kisah Keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib a.s. (Bagian Terakhir)