Masyarakat adalah wahana pendidikan penting bagi individu-indvidu. Islam memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi individu-individu yang berada di tengah-tengah masyarakat. Ayat-ayat yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 9-13 memberikan aturan main yang harus dipatuhi setiap individu muslim agar tercipta sebuah hubungan yang harmonis di tengah-tengah mereka.
Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-Hujurat 9)
Perpecahan mungkin saja terjadi dalam tubuh umat Islam yang menyeret pada peperangan. Alquran memberikan saran-saran praktis berikut, Kewajiban pertama umat Islam atau pemerintahan Islam adalah mendamaikan kedua kelompok (yang bertikai) tersebut. Jika salah satu kelompok tidak mau berdamai dan berbuat zalim, perangilah yang berbuat zalim itu sehingga kembali menaati perintah Allah Swt.
Dan jika kedua kelompok itu mau menaati perintah Allah Swt, keduanya dan perlakukanlah mereka dengan penuh keadilan. Ketahuilah bahwa Allah Swt mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. Karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. (QS. al-Hujurat: 10)
Baca: Ajaran Islam yang Kekal dan Berkembang
Karena orang mukmin itu bersaudara, maka persatukanlah mereka dan bertakwalah kepada Allah Swt agar mendapat rahmat dari-Nya. Pertengkaran sangat dibenci oleh Alquran. Tak henti hentinya ayat-ayat-Nya menasihati seorang individu muslim untuk mencintai saudaranya yang lain. Persenyawaan iman lebih kuat dari persaudaraan apa pun. Iman yang benar cenderung mempertautkan persahabatan. Semua mukmin punya agenda besar dan misi yang sama. Iman akan mencerahkan dan menerangi jalan hidup masyarakat mukmin.
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. al-Hujurat: 12)
Setidaknya terdapat enam kebiasaan buruk yang dapat menjadi sumber perpecahan di tengah-tengah umat Islam, yaitu:
Kebiasaan Saling Menghina
Perilaku kotor yang merusak hubungan dan menciptakan perpecahan di tengah umat Islam adalah kebiasaan saling menghina. Kebiasaan tercela ini umumnya muncul dari ke-aku-an individu muslim. Alquran jelas-jelas melarang keras kaum laki-laki atau perempuan untuk melakukannya. Semua laki-laki dan perempuan berpotensi melakukan hal seperti itu; karenanya, mereka diperintahkan untuk menahan diri. Sebab belum tentu orang yang menghina lebih baik dari yang dihinanya. Berhentilah mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain.
Jika melihat kelemahan atau kekurangan orang lain, berusahalah menutupinya dan tidak menyebarluaskannya kepada orang lain. Jauhilah kebiasaan-kebiasaan mengusik orang lain walaupun tidak didasari niat buruk. Karena rasa sakit hati atau terhina akan merusak hubungan baik dan persahabatan, sekaligus menyuburkan bibit-bibit kebencian dan permusuhan.
Mencari Kekurangan Orang Lain
Sifat buruk di tengah umat Islam yang sampai saat ini belum hilang dan sangat berpotensi merusak suasana persahabatan adalah mencari kekurangan orang lain. Ayat-ayat Alquran juga banyak hadis dengan tegas mengecam perilaku yang tidak terpuji tersebut. Orang-orang yang suka mencari aib orang lain, adakalanya cenderung melupakan kekurangannya sendiri. Kebiasaan mencari-cari kekurangan orang lain juga akan menimbulkan permusuhan dan rasa sakit hati serta perpecahan yang sulit dielakkan.
Memberi Julukan yang Buruk
Acapkali julukan atau sebutan buruk akan menanamkan kebencian di antara sesama individu muslim sendiri. Seseorang yang suka memanggil orang lain dengan sebutan-sebutan yang tidak baik harus bertobat. Orang yang tidak mau bertobat pada hakikatnya telah menjadi orang zalim. Islam menganggap perbuatan menghina orang lain sebagai kezaliman yang besar. Kezaliman harus lenyap dari hati siapa pun.
Memelihara Prasangka Buruk
Sumber ketegangan dalam tubuh umat Islam dan juga akan melemahkan ikatan sosial mereka adalah suka berpikiran negatif (berprasangka buruk) terhadap orang lain. Padahal Alquran mengajarkan kita untuk tidak memiliki prasangka buruk apa pun terhadap orang lain. Hancurkan perasaan seperti itu, sekalipun hanya secuil. Ketika kita terbelenggu prasangka semacam ini niscaya mata kita akan buta terhadap segi-segi kebaikan orang lain. Prasangka juga membuat seseorang tidak realistis (berpikiran tidak sesuai dengan kenyataan). Hati akan menjadi berkarat lantaran kebencian dan keinginan mengecap buruk orang lain secara serampangan. Ada, memang, orang-orang yang mudah berprasangka buruk terhadap orang lain.
Suka Mencari Kesalahan Orang Lain
Terdapat pula manusia yang suka mencampuri urusan pribadi orang lain tanpa alasan yang benar, dengan niat mencari-cari kelemahan atau kesalahannya. Padahal, siapa pun yang disebut manusia niscaya memiliki cacat dan kelemahan. Setiap orang harus berusaha mengidentifikasikan kekurangan atau kelemahan dirinya agar dapat memperbaikinya. Karena sikap suka mencari cari kesalahan orang lain akan melahirkan kebencian yang sengit di antara sesama. Hubungan antar individu sering kali menjadi hal yang tidak lagi menyenangkan.
Gibah
Perbuatan buruk lain yang dewasa ini menjangkiti setiap orang adalah gibah. Gibah adalah perbuatan haram yang sangat dikecam al-Quran. Jika kita membicarakan keburukan seseorang yang dapat menyakitkannya, itulah gibah. Jika kita membicarakan saudara sesama muslim di depan orang lain, itu artinya kita sedang memakan bangkai saudara sendiri. Gibah termasuk salah satu dosa besar.
Islam sangat menjunjung tinggi harga diri, kehormatan dan martabat manusia. Setiap orang harus berusaha menutupi kekurangan orang lain. Gibah adalah perbuatan pengecut yang ingin menjatuhkan orang lain dengan cara-cara yang tidak beradab. Tidak berbeda dengan orang yang menusuk tubuh orang lain dari belakang dengan sebilah belati. Ketika kita menjalin persahabatan dengan orang lain kemudian mengetahui adanya kekurangan orang lain tersebut, seharusnya kita terlebih dulu merenungkan secara mendalam, mengapa kita ingin membongkar kekurangannya. Mengapa hati kita lebih peka terhadap kelemahan-kelemahan orang lain.
Kalau kita memang mencintai sahabat, sebaiknya kita menyatakan secara tidak langsung kepadanya agar mau meninggalkan kebiasaan-kebiasaan tersebut. Seharusnya kita berpikir untuk menyelamatkan sahabat kita dan bukan mengobrak-abrik dapurnya. Ketika kita menjual harga diri orang lain, pada hakikatnya kita sedang merusak hubungan dengan orang yang kita bicarakan, dan itulah sinyal-sinyal kebencian yang terpendam tapi tak terucap di hadapannya.
Baca: Sikap Islam terhadap Para Pendosa
Allah Swt segera mengingatkan kepada orang-orang yang suka menggibah, agar menghentikan kebiasaan buruknya itu, dan Dia Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Selain bertobat kepada Allah Swt, kalau memungkinkan, orang yang suka menggibah harus pula mendatangi orang yang dijelek-jelekannya untuk meminta maaf kepadanya. Tetapi, kalau orang yang dijelek-jelekkannya itu sudah meninggal, kita harus menghadiahkan amal-amal kebaikan kita kepada orang itu. Mudah-mudahan rohnya mau merelakan perbuatan kita dan memaafkan perbuatan buruk kita.
Merasa Diri Lebih Baik
Kadang-kadang manusia percaya dengan ilusi bahwa dirinya lebih baik dari orang lain. Dalam pada itu, dia sangat percaya diri dan cenderung mengkritik, meluruskan, serta berusaha mengatur orang lain agar seperti dirinya. Allah Swt memberikan penegasan kepada umat manusia bahwa mereka semua sama dan berasal dari manusia yang sama pula (Nabi Adam a.s.). Tugas mereka adalah menjalin kasih sayang yang baik dengan individu dan masyarakat yang berbeda-beda suku, kulit, bahasa, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan alamiah ini bukanlah kelebihan atau kekurangan. Nilai hakiki manusia terletak pada sikap pasrah secara total di hadapan terhadap Allah Swt. Itulah ketakwaan.
*Disarikan dari buku Selalu Bersama Alquran – Ghulam Ali Haddad