Pertanyaan:
Dalam fikih Ahlulbait apakah ada waktu dan tempat yang dilarang atau tidak diperbolehkan untuk berjimak dengan suami atau istri? Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Dalam fikih Ahlulbait a.s terdapat waktu yang haram, makruh dan sunnah untuk melakukan hubungan intim suami istri (jimak), seperti yang dijelaskan di bawah ini:
A. Waktu yang sunnah (dianjurkan) melakukan hubungan intim suami-istri:
1. Malam pertama bulan Ramadan.
2. Malam Senin.
3. Malam Selasa.
4. Malam Kamis.
5. Hari Kamis siang (waktu Zuhur).
6. Malam Jumat.
7. Hari Jumat sore.
B. Waktu yang haram melakukan hubungan intim suami-istri:
1. Saat sedang berpuasa, dan bagi pelakunya selain wajib menggantikan puasa hari itu (qadha’) terdapat pula sanksi berupa berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin.
2. Saat si istri sedang haidh atau nifas, dan bagi pelakunya diwajibkan untuk bersedekah 1 dinar emas jika di hari-hari awal, setengah dinar jika di hari-hari pertengahan dan seperempat dinar jika di hari-hari akhir. Satu dinar adalah setara dengan 3,5 gram emas. Jika kebiasaan haidhnya 6 hari, maka hari pertama dan kedua disebut hari-hari awal, hari ke 3 dan 4 hari-hari pertengahan, hari ke 5 dan 6 adalah hari-hari terakhir.
3. Saat sedang I’tikaf.
4. Saat sedang ihram, dan bagi pelakunya diwajibkan bersedekah dengan menyembelih satu ekor unta.
C. Waktu dan kondisi yang makruh hukumnya berjimak, dalam artian sebaiknya tidak melakukannya, yaitu sebagai berikut:
1. Malam Rabu.
2. Pada malam pertama, pertengahan, dan akhir bulan, kecuali di malam pertama bulan suci Ramadan.
3. Pada saat gerhana matahari atau gerhana bulan.
4. Ketika terjadi hembusan keras angin hitam atau angin kuning.
5. Saat terjadi gempa bumi.
6. Pada awal malam yakni saat tenggelam matahari hingga hilangnya mega merah (sebelah barat).
7. Pada saat terbit fajar sampai matahari terbit.
8. Pada malam Idulfitri dan malam Iduladha.
9. Pada saat pergantian bulan qamariyah atau terbitnya (konjungsi) bulan baru (hilal).
10. Dalam perjalanan jika tidak memiliki air yang cukup untuk mandi.
11. Dalam keadaan telanjang bulat.
12. Setelah mimpi basah sebelum mandi wajib.
13. Menghadap kiblat atau membelakanginya.
14. Sedang di atas kapal.
15. Dalam keadaan ada yang melihatnya, sekalipun anak kecil.
16. Sambil berbicara.
17. Dalam keadaan menggunakan pewarna kuku (pacar).
18. Dalam keadaan kenyang.
19. Dalam keadaan berdiri.
20. Menggunakan satu saputangan untuk mengelap kemaluan suami-istri.
Baca: Fikih Quest 27: Sentuhan Kulit Suami Istri Batalkan Wudu?