وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ .۱
وَطُورِ سِينِين .۲
وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ .۳
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ .۴
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ .۵ فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ .۷
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ .۶
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ .۸
Terjemah
Demi Tin dan Zaitun, demi gunung Sinai, dan demi negeri (Mekah) yang aman ini. Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; maka mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya. Maka apa yang menyebabkan (mereka) mendustakanmu (tentang) hari pembalasan setelah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang paling adil?
Tafsir
Surah ini menjelaskan tentang masalah hakikat manusia. Begitu pentingnya masalah ini sehingga surah ini, seperti surah-surah yang memuat pesan penting bagi manusia, dimulai dengan sumpah.
Tin dan zaitun adalah dua buah yang terkenal di kawasan Timur Tengah. Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang yang dimaksud dengan dua buah itu dalam surat ini, Apakah buah yang sebenarnya atau mempunyai makna lain.
Baca: Tafsir Surat Al-Kautsar
Sebagian berpendapat bahwa yang dimaksud dalam surah ini adalah buah tin dan zaitun yang sebenarnya, karena dua buah ini mengandung vitamin dan khasiat yang banyak. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud adalah dua gunung yang terletak di kota Damaskus dan sekitar Baitul Maqdis, karena dari sekitar dua tempat ini bermunculan para Nabi dan Rasul. Penafsiran ini selaras dengan dua sumpah setelahnya; bukit Thur dan Mekah. Dan ada pula penafsiran-penafsiran yang lain.
Ala kulli hal, apapun makna tin dan zaitun, kedua kata ini menunjukkan besarnya manfaat dan kedudukan makna yang terkandung di dalamnya. Sedangkan yang dimaksud dengan bukit Sina adalah tempat Nabi Musa a.s. menerima wahyu pertama dari Allah Swt, dan yang dimaksud dengan kota yang aman adalah Mekah, kota kelahiran dan kota diangkatnya Rasulullah Saw menjadi utusan Allah Swt.
Dalam tafsir Al-Amtsal dikatakan bahwa secara literal, yang dimaksud dengan tien dan zaitun adalah buah-buahan, namun dengan melihat dua sumpah setelahnya, maka akan lebih serasi jika tin dan zaitun ditafsirkan dengan dua gunung atau dua tempat.
Setelah bersumpah dengan empat wilayah yang suci itu, Allah Swt menjelaskan tentang ciptaan manusia yang unik dan yang berbeda dengan ciptaan-ciptaan yang lain. Keunikan manusia terletak bukan pada sisi fisik dan raganya, tetapi pada sisi spiritual dan ruhaninya, meski secara fisikpun, manusia berbeda dengan ciptaan-ciptaan lainnya di muka bumi ini.
Baca: Tafsir Ayat Basmallah
Yang menjadi fokus surah ini adalah sisi ruhani manusia. Manusia diciptakan dengan sebuah potensi untuk mencapai kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah Swt dan untuk menggapai kehidupan bahagia yang abadi. Untuk mencapai dan menggapai itu, manusia harus memberdayakan sisi spiritual dan ruhaninya, bukan dengan memberdayakan fisik dan raganya. Pemberdayaan sisi spiritual itu direalisasikan dengan ilmu dan perbuatan. Yaitu, ilmu yang mengenalkan manusia tentang wujud, kebesaran dan kesempumaan Allah Swt yang mutlak, sehingga ilmu itu membuahkan rasa cinta dan takut kepada-Nya, yang pada gilirannya ilmu itu dapat menggerakan raga dan fisik untuk berbuat baik. Berkaitan dengan ini, Allah Swt berfirman: “Kepada-Nya naik kalimat yang baik, sedangkan perbuatan yang baik mengangkatnya” (QS. al–Fathir: 10).
Potensi yang dimiliki oleh manusia itu, pada sebagian manusia tidak berkembang dan bahkan hilang, sehingga manusia menjadi makhluk yang hina dan lebih rendah dari binatang. Oleh karena potensi itu tidak berkembang dan bahkan hilang, maka manusia menjadi rakus dan serakah. Kehancuran dan kerusakan moral dan sosial yang terjadi sepanjang sejarah umat manusia timbul karena tiadanya pemberdayaan terhadap potensi yang telah Allah Swt simpan dalam penciptaan manusia.
Ayat kelima dalam surat ini sama dengan ayat yang berbunyi, “Mereka memiliki hati, namun mereka tidak berpikir dengannya. Mereka memiliki telinga, namun mereka tidak mendengarkan dengannya. Mereka seperti binatang, bahkan mereka lebih rendah.” (QS. al-A’raf: 179)
Tetapi pada sebagian manusia yang lain, potensi itu tetap ada dan berkembang sehingga mereka menjadi manusia yang meyakini nilai-nilai Ilahi dan insani, dan berkhidmat untuk Allah Swt dan umat manusia. Untuk mereka, Allah Swt siapkan pahala dan anugrah yang tidak terputus “ghayru mamnun”.
Baca: Tafsir: Pertanda Lemah Iman
Kemudian surah ini diakhiri dengan dua pertanyaan. Pertanyaan pertama bersifat memojokkan, bahwa setelah jelas tentang hakikat manusia tadi, masihkah manusia mendustakan agama Allah Swt? Dan pertanyaan kedua bersifat penegasan, bahwa terbaginya manusia pada dua keadaan tadi tidak lain karena keputusan Allah Swt yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana.
*Dikutip dari Tafsir Quran Juz Amma, yang disusun oleh Ustadz Husein Alkaff