Oleh: Dr. Muhsin Labib
Seagama tak mesti seiman. Seiman tak selalu seagama.
Kata siapa adalah salah satu kategori substan penyandang aneka kategori aksiden; tempat, masa, kualitas, kuantitas dan sebagainya yang kerap dimunculkan dalam pertanyaan dan kerap pula digunakan dalam pertanyaan yang sama-sama menunjuk kepada satu atau banyak individu manusia.
Siapapun atau sesiapa atau barang siapa digunakan dalam proposisi hipotetis atau pernyataan bersyarat (atesenden) yang mesti dihubungan dengan proposisi predikatif sebagai jawaban niscaya atau konsekuen-nya yang lazim ditandai dengan “maka” atau simbol koma.
Bila kata siapa dalam sebuah pernyataan yang tak dibatasi cakupannya oleh predikat yang khusus, maka ia berlaku secara total atas setiap manusia.
Dalam teks-teks suci sebagian “siapa”, (seperti man dalam bahasa Arab) dibatasi cakupannya dengan atribut atau sifat tertentu, dan sebagian lain dibiarkan umum tanpa batas predikat khusus apapun.
Kata “siapapun” dalam sabda popular Nabi Muhammad SAW, “Fatimah adalah jantungku. Sesiapa yang mencintainya, mencintaku,” mengandung pengertian luas dengan cakupan universal yang berlaku atas setiap entitas yang bisa di-siapa-kan.
Karena cakupan makna dan instant “man ahabba faqad ahabbani” tidak dibatasi oleh agama tertehtu, tempat, waktu dan lainnya, maka atensenden yang ditandai dengan “siapa” berlaku abadi dan mutlak.
Inilah manifesto cinta yang diperkenalkan oleh manusia paling dihormati sepanjang sejarah homo sapien namun tak pernah mempersonalisasi agama dan peradaban yang dibangunnya sebagai karya atas nama pribadinya, nama keluarganya, tempat kelahirannya dan kawasan yang ditempatinya.
Pernyataan monumental Muhammad Saw di atas menemukan faktanya dalam masyarakat yang berada di luar organisasi ajaran yang dibangunnya dan di luar komunitasnya. Dalam Katolik, Hindu dan agama-agama lain.
Ada banyak teks dan narasi penghormatan dari para pecinta Santa Maria kepada Santa Fatimah. Salah satunya adalah artikel sederhana berjudul “Saya Bernama “Fatimah” dan Menganut Khatolik Sejak Bayi” yang ditulis oleh Risuma Lolok. Berikut pargraf di dalamnya :
Lalu mengapa saya bernama “Fatima”? Begini ceritanya. Fatima adalah perempuan baik-baik, dia adalah Putri kesayangan Nabi Muhammad, karna saya menyandang namanya, sayapun sering menelusuri jejak Fatima lewat buku-buku yang saya pinjam dari teman-teman muslim saya. Pribadi Fatima yang patuh dan soleha cukup memikat, saya pikir tidak ada salahnya saya yang Khatolik ini ikut mengagumi sosok Fatima. Saya diberi nama “Fatima” karena saya lahir di rumah sakit Fatima Tana Toraja, dua puluh tiga tahun silam. Rumah sakit Fatima merupakan rumah sakit Khatolik, mengapa? Nama “Fatima” diambil dari sebuah tempat ziarah umat Khatolik, di Cova, Portugal.
Pendeta Yeremias Jena dalam artikel berjudul Bunda Maria dari Fatima dan Islam (27 Meu 2017) menulis sebagai berikut :
Benarlah bahwa nama Fatima pasti merujuk kepada putri Nabi Muhammad SAW bernama Fatima, perempuan yang sangat dihormati dalam Islam. Fatima diberi julukan al-Zahra, artinya “yang terang” atau “yang bersinar”. Nabi Muhammad bahkan pernah mengatakan hal ini mengenai putrinya: “Engkau akan menjadi perempuan yang paling terberkati dari antara perempuan di Firdaus, setelah [Bunda] Maria” (Fulton J. Sheen, The World’s First Love, 1996: 203
Singkatnya, siapapun dari agama apapun berpeluang menjadi bagian dari peradaban megah menjulang ini melalui cinta kepada Santa Fatima.