Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tauhid, Akar Seluruh Keimanan

Tauhid adalah akar seluruh keimanan dan seluruh nilai, dan kita tidak ragu dalam hal ini. Namun, mungkin timbul pertanyaan tentang bagaimana hal ini harus diungkapkan sehingga dapat dibuktikan bahwa tauhid adalah basis bagi seluruh keimanan dan seluruh nilai yang benar, dan bagaimana setiap orang yang beriman dalam tauhid akan menjadi penghuni surga dan akan diberkati dengan kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat.

Dalam Alquran ada suatu perumpamaan yang sangat menarik dan berharga yang perlu kita kutip di sini untuk menjelaskan hubungan tauhid dengan sistem akidah dan sistem nilai Islam. Alquran mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya [menjulang] ke langit.” (QS. Ibrahim: 24)

Pohon semacam itu pastilah menghasilkan buah-buah yang manis dan lezat. Sebaliknya, kalimat yang tidak mempunyai akar yang kukuh, tidak berdasar yang kuat dan tidak ditopang tiang-tiang kebenaran yang padu dan realitas, adalah seperti sebatang pohon yang akarnya telah dicabut dari tanah. Pohon semacam itu jelas, bukan saja tidak berbuah tetapi juga akan segera membusuk dan hancur, sebagaimana kata Alquran: “Dan perumpamaan kalimat yang buruk adalah seperti pohon yang buruk, yang terbongkar dari tanah, tidak dapat tetap [tegak].” (QS. Ibrahim: 26)

Baca: Tauhid dan Bagian-bagiannya dalam Mazhab Syiah

Dalam perumpamaan Qurani ini, sistem Islam dipandang sebagai pohon yang akarnya adalah kalimah thayyibah (kalimat suci), yakni La ilaha illalah. Kalimat dan keimanan ini adalah akar yang kukuh, yang tertanam mantap pada fitrah manusia, dan menimbulkan akar-akar lain pula. Dengan tumbuhnya akar dan pohon ini, banyak pohon dan daun akan tumbuh, yang akhirnya akan berbunga dan berbuah lezat dan bernilai. Dan perbedaan pohon ini dengan pohon-pohon lainnya ialah bahwa pohon-pohon lain itu hanya berbuah pada musim tertentu, tetapi pohon ini berbuah tanpa henti dan selalu memberikan buahnya bagi manusia, buah yang tak lain dari kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dengan mengambil inspirasi dari ayat suci Alquran ini, kita dapat berusaha menjelaskan hubungan antara tauhid dan keimanan lain, dan hubungan antara tauhid dan system nilai Islam. Untunglah, tidak seperti aliran pemikiran lain, yang berdasarkan pada pemikiran yang cacat, mengumpulkan semua unsur tanpa lebih dahulu mempertimbangkan suatu hubungan antara prinsip-prinsip dan unsur-unsur itu, lalu mengatakan, “Akidah ini sebagai keseluruhannya terdiri dari sejumlah prinsip”. Seluruh sistem agama Islam adalah suatu sistem yang serasi, koheren, dan terjalin dengan baik di mana seluruh unsurnya saling berhubungan dan tak ada yang tidak serasi.

Sistem Akidah dan Sistem Nilai Islam

Sebagai keseluruhan, isi agama Islam dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua bagian dan dua sistem sekunder yang saling berhubungan dan bersatu, dan yang merupakan suatu keseluruhan sistem Islam, yaitu sistem keimanan dan sistem nilai. Dalam Islam ada serangkaian keimanan yang harus dipercayai manusia, diterima dan diimani, dan ada serangkaian nilai yang harus dilaksanakan dalam amal perbuatan dan perilakunya. Bagian yang pertama kita namakan “sistem akidah”, sedang yang kedua “sistem nilai”.

Dengan mengambil inspirasi dari ayat suci mengenai asy­syajarah ath-thayyibah (pohon yang baik-QS. Ibrahim: 24), kita dapat menafsirkan bagian pertama sebagai ushul ad-din (prinsip-prinsip dasar Islam) dan yang kedua sebagai furu’ ad-din (kewajiban-kewajiban menurut syariat). Bagi kehidupan manusia, keimanan adalah ibarat akar-akar sebatang pohon yang apabila berada di hati manusia, akan mempengaruhi pula tindakan-tindakannya, asal saja ia mempunyai cukup kesadaran dan wawasan tentangnya, dan mengetahui dengan benar seluruh dimensi keimanan. Jadi, pertama-tama, keimanan itu harus dikuatkan dan dikukuhkan dan, kedua, perhatian harus diberikan pada efek-efek amaliahnya. Karena, walaupun sistem Islam terdiri dari dua sistem, namun di antara keduanya ada suatu hubungan yang sama dengan hubungan antara ashl (asal, prinsip) dan far’ (cabang), hubungan antara akar pohon dan cabang beserta daunnya. Dari itu, para ulama menamakan keimanan yang sesungguhnya sebagai ushul ad­din dan sistem nilai sebagai furu’ ad-din.

Yang pertama (prinsip) adalah akar dari pohon Islam, sedang yang kedua (nilai) adalah cabangnya. Di sisi lain, ada suatu hubungan saling mempengaruhi antara akar dan cabang serta daun. Akar mempunyai peranan penting pada pertumbuhan pohon dan perkembangan cabang dan daun, dan cabang dan daun pun berpengaruh besar pada kekuatan akar. Maka, sebagaimana pada awalnya akar menyebabkan munculnya cabang dan daun, cabang dan daun itu pun pada gilirannya membantu akar untuk menguat. Dengan kata lain, kurva hubungan antara akar dan cabang serta perubahan-perubahannya adalah semacam zig-zag, dalam pengertian bahwa dari akar ia ke cabang dan selanjutnya dari cabang ia kembali lagi ke akar. Begitu seterusnya.

Seperti itulah hubungan antara keimanan dan amal. Semakin kuat iman, semakin kuat pula pengaruhnya pada amal perbuatan; semakin orang melaksanakan hukum-hukum (cabang) agama dan amal perbuatan sesuai dengan keimanannya, semakin diperkuat pula keimanannya. Ini suatu hubungan saling mempengaruhi antara akar di satu sisi dan cabang dan daun di sisi lain, antara iman dan amal, antara pandangan-dunia dan akidah. Namun, pada dasarnya pandangan dunialah yang mengevolusikan akidah.

Baca: Tauhid, Menolak Mengabdi Selain kepada Allah

Apabila kita merenungkan dengan cermat ayat Alquran terkutip di atas sekali lagi, hubungan ini akan lebih jelas bagi kita. Dalam Alquran, Allah menyebutkan: “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelummu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Aku….’” (QS. al-Anbiya: 25)

Dan kemudian Allah mengungkapkan cabang yang terpaut pada prinsip di atas “fa’budun” (maka sembahlah Aku). Setelah kita ketahui bahwa Allah adalah esa dan tak ada sesuatu yang berkedudukan seperti Dia, maka kita harus menyembah Dia, Allah Yang Maha Esa. Menyembah adalah amal perbuatan, dan mengetahui bahwa Allah esa menyebabkan manusia berusaha untuk menyembah Dia dalam amal perbuatan. Apabila tak ada basis itu, tak akan ada cabang ini, dan apabila itu tidak kukuh, cabang ini tidak akan berbuah.

*Disadur dari buku Monoteisme – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi

No comments

LEAVE A COMMENT