وَحَبَسَنِي عَنْ نَفْعِي بُعْدُ اَمَلِي
Angan-angan panjangku telah menahan manfaat dari diriku (kutipan Doa Kumail, Imam Ali a.s.)
Kali ini, kita akan membahas angan-angan (amal) sebagaimana yang disebutkan di dalam Doa Kumail. Di dalam doa tersebut, kita memohon kepada Allah agar dijauhkan dari sifat berlebihan dalam berharap. Disebutkan bahwa harapan atau angan-angan yang berlebihan adalah faktor yang membuat manusia gagal memanfaatkan potensi kemanusiaannya secara benar sehingga ia terjerumus ke dalam kehancuran.
Apa yang disebut dengan amal? Bagaimana hubungannya dengan cita-cita dan rencana hidup? Bukankah sebenarnya kita didorong untuk memiliki cita-cita dan rencana terkait masa depan kita?
Harapan atau cita-cita pada dasarnya adalah karunia dari Allah, Zat yang Mahapenyayang, yang diberikan kepada setiap manusia. Dengan adanya harapan tersebut, manusia bisa menorehkan berbagai prestasi positif yang menunjukkan keunggulan manusia dibandingkan makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Tanpa adanya keinginan atau cita-cita, manusia tidak akan pergi ke manapun, tidak akan bekerja apapun, dan tidak akan berusaha. (VIDEO: Karunia Besar Penantian Kepemimpinan Sempurna Imam Zaman)
Jadi, keinginan atau cita-cita bukan hanya sesuatu yang positif, melainkan sifat yang harus dimiliki makhluk bernama manusia jika memang ingin tetap eksis di alam raya ini dengan segala ciri-cirinya sebagai makhluk paling unggul. Keinginan yang positif ini bisa dilihat pada mereka yang terus menghendaki pencapaian kesempurnaan ilmu dan akhlak serta menggapai puncak derajat penghambaan kepada Allah. Keinginan yang positif semacam itu akan membuat manusia menggapai kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.
Hanya saja, jika keinginan atau cita-cita itu hanya berputar-putar pada urusan duniawi hingga melampaui batas kewajaran, yang terjadi justru terampasnya ketenangan dan kenyamanan dari dalam hati manusia. Angan-angan duniawi yang berlebihan pasti akan menimbulkan sifat serakah, kikir, sombong, egois, dan dengki. Timbulnya sifat-sifat buruk seperti ini dipastikan akan membuat pemiliknya menjadi manusia yang sangat tidak bahagia. Jika dibiarkan tetap bersemayam di dalam hati manusia, sifat-sifat itu akan menjadi karat yang tidak akan bisa dihilangkan.
Inilah sebenarnya jebakan maut setan bagi manusia karena angan-angan berlebihan terhadap urusan duniawi pasti akan membuat manusia melupakan penghambaannya kepada Allah. Bagaimana pun, usia efektif manusia itu sangat pendek, yaitu hanya puluhan tahun, sedangkan urusan duniawi itu sangat luas, banyak, dan tidak diketahui ujung atau puncaknya. Urusan duniawi itu tersebar mulai dari berlimpahnya uang, kepemilikan atas benda-benda berharga, hingga gelar dan jabatan. (Baca: Agama Hanya Kedok, Tujuan Mereka adalah Dunia)
Seseorang yang memiliki angan-angan panjang, pikirannya pasti akan terus terkonsentrasi terhadap hal-hal duniawi yang tanpa batas itu. Dalam kondisi seperti itu, dikaitkan dengan usianya di dunia yang sangat terbatas, bisa dibayangkan betapa sedikitnya (atau malah tidak adanya) waktu yang bisa dia sisihkan untuk mengingat Tuhan dan hari akhirat serta mengerjakan amal kebajikan.
Akal sehat manusia seharusnya bisa dengan mudah mengenali absurditas angan-angan panjang ini. Angan-angan panjang pada akhirnya hanyalah fatamorgana yang nihil dan akhirnya memberikan kekecewaan secara permanen.
Di sisi lain, angan-angan panjang manusia terkait kehidupan duniawinya juga telah memenuhi ruang batinnya sehingga hanya sedikit atau malah tidak ada yang tersisa buat kehidupan akhiratnya. Akibatnya kehidupan akhiratnya akan terabaikan. Dia tidak akan pernah punya bekal yang cukup untuk perjalanan abadinya ke kampung akhirat karena dia memang tidak punya waktu untuk mengumpulkannya. Kesempatan yang ada habis untuk mengejar angan-angan panjangnya. (Baca: Hujjah Kebangkitan Imam Husein Melawan Kezaliman Yazid dan Bani Umayah)
Tidak ada bencana yang lebih besar bagi siapapun kecuali kerusakan kehidupannya di akhirat kelak. Harus diingat bahwa akhirat adalah kampung abadi. Kebahagiaan yang diperoleh seseorang di sana adalah kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Sebaliknya, nasib buruk di alam sana adalah musibah paling menyakitkan dan tidak akan ada ujungnya.
Orang yang punya akal sehat tentu saja akan berusaha sekuat tenaga menghindari penyakit panjang angan-angan tersebut. Sayangnya, bisikan setan dan hawa nafsu buruk selalu menarik para putera Adam ini ke arahnya, dan tidak sedikit manusia yang kemudian melupakannya. Untuk itulah, di dalam Doa Kumail kita dituntun untuk mengakui kelemahan kita dalam hal ini, dan kemudian meminta kepada Allah agar diberi kekuatan dalam menghindarinya.
Yang diperlukan adalah pengakuan yang tulus dan doa yang dipanjatkan secara sungguh-sungguh. Itulah sifat pengikut Ahlul Bait yang sejati. Dan jika Anda adalah seorang tokoh atau aktivis, upaya untuk bersungguh-sungguh menghindari angan-angan panjang yang berputar-putar pada urusan duniawi, menjadi semakin urgen. Bagaimana mungkin Anda akan mengajak orang lain ke arah kebaikan, jika Anda sendiri masih belum bisa melaksanakannya dengan baik? Wallahu a’lam.[*]
(dikutip dari rubrik Tuntunan, Buletin Al-Wilayah, edisi 14, Juli 2017, Syawal 1438)
Baca: Menciptakan Suasana Surgawi di Rumah