Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Akibat Kolonialisme Budaya dalam Masyarakat Islam

Musuh bergerak dengan rencana yang telah disiapkan sebelumnya; memisahkan agama dari medan kehidupan di negeri-negeri Islam, dan berupaya keras memisahkan agama dari politik. Di antara buah upaya keras mereka adalah kemajuan ilmu pengetahuan Barat menjadikan negara-negara Islam mengekor negara-negara industri. Bahkan, dalam masa yang lama, politik dan ekonomi negara-negara Islam ini sangat bergantung pada negara-negara Barat.

Kas-kas perusahaan dan perbendaharaan negara-negara Barat telah dipenuhi sumber-sumber kekayaan Dunia Islam. Sebaliknya, Dunia Islam ini masih terus hidup terbelakang meskipun telah berlalu puluhan tahun politik perampasan (sumber kekayaan negeri) itu. Negeri-negeri Islam hingga kini masih membutuhkan ilmu pengetahuan dan barang-barang produksi Barat, dan bahkan mengikuti politik Barat.

Sungguh, itulah kerugian besar yang menimpa Dunia Islam sejak hari pertama akibat melalaikan prinsip Islam yang teguh dan agama tauhid. Niscaya lubang itu akan terus bertambah dalam. Setiap kali zaman bertambah maju, ilmu pengetahuan bertambah sempurna, dan Barat bertambah pesat teknologinya, setiap kali itu pula negeri-negeri Islam bertambah lemah, mengikuti Barat, makin mengendur keberaniannya, dan sedikit temuannya.

Kolonialisme di seluruh Dunia Islam berupaya memisahkan para ulama agama dari medan kehidupan bangsa dan masyarakat ramai. Ketika kita berbicara tentang kolonialisme, yang kita maksud adalah periode 180-200 tahun silam. Sebelum masa kolonialisme itu, peran mereka telah dijalankan para sultan (raja) yang sewenang-wenang, para penguasa zalim, dan diktator domestik.

Baca: Ajaran Islam yang Kekal dan Berkembang

Tatkala serangan Eropa mulai dilancarkan ke Iran, anak benua Hindia, negara-negara Arab, negara-negara Afrika yang berada di bawah kekuasaan kesultanan Utsmaniyyah (Turki), dan negara-negara lainnya, maka itu adalah permulaan era penjajahan (kolonialisme). Sejak tahun-tahun pertama dimulainya era penjajahan, negara-negara kolonial telah bersungguh-sungguh memperhatikan masalah di atas (pemisahan ulama dari kehidupan bangsa). Mereka berupaya mempengaruhi peran yang dijalankan para ulama dengan cara menghilangkan identitas mereka yang nyata, atau meminggirkan mereka seraya memberi peran yang tiada arti, atau membunuh mereka jika memungkinkan.

Negara kolonial sibuk menjalankan politik tersebut selama bertahun-tahun lamanya sehingga peran para ulama melemah di banyak wilayah pendudukan. Keberadaan para ulama terpinggirkan, tak punya otoritas apa pun, bahkan tak lagi menyandang identitas ulama. Para ulama itu tersingkir ke tempat-tempat yang sangat terbatas dan disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan remeh dan tidak berhubungan dengan kenyataan hidup; seperti mengurusi orang mati dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang bersifat formal.

Benar, para penguasa di sebagian negeri Islam berhasil meminggirkan para ulama setelah bersusah payah selama bertahun-tahun. Bahkan para ulama itu tak lagi dapat menjalankan peran rutinnya; mengajar. Ini terjadi di seluruh negeri Islam. Tentunya, di sebagian negeri yang kita ketahui dengan baik, mereka (kolonial) tak mampu mencabut kedudukan ulama atau menghilangkan secara total pusat-pusat keilmuan para ulama itu. Bahkan mereka tak mampu melemahkan para ulama sampai batas menjadikan adanya ulama itu sama dengan tak adanya.

Namun, mereka (kolonial) menggunakan cara lain, yaitu menjadikan para ulama dan pusat-pusat keilmuan berada di bawah kekuasaan penguasa, kerajaan, dan pemerintahan yang batil. Pengkhianatan terbesar adalah apa yang dilakukan sebagian ulama yang berhubungan dengan kerajaan dengan mengatasnamakan Islam dan orang-orang Islam. Sesungguhnya mereka itulah yang sering disebut Imam Khomeini dalam maklumatnya di masa jihad sebelum kemenangan revolusi Islam dan sesudahnya. Imam Khomeini rahimahullah menyebut mereka (para ulama yang berhubungan dengan kerajaan) dengan penuh rasa jijik.

Sesungguhnya seorang alim yang mendatangi seorang penguasa batil jauh lebih berbahaya dari penguasa batil itu sendiri. Ini sama persis dengan apa yang disebutkan Imam Sajjad a.s. dalam ucapannya yang ditujukan pada seorang yang terkenal di masanya. Saat diketahui bahwa orang itu menjadi alat orang zalim, Imam Ali Sajjadd kontan mengecamnya secara keras. Sebab, orang-orang zalim itu mendapatkan pembenaran atas perbuatan zalimnya melalui hubungannya dengan orang alim itu. Seorang alim yang membenarkan kezaliman aparat pemerintahan yang rusak jauh lebih berbahaya dari aparat pemerintahan yang rusak itu sendiri.

Tak diragukan lagi, segolongan ulama yang melaksanakan tujuan-tujuan kolonial jauh lebih buruk dan lebih kotor dari tangan kolonial itu sendiri. Dan mereka melakukan perbuatan yang sangat berbahaya karena hal itu secara lahiriah terkesan benar, padahal sebenarnya batil.

Pada kenyataannya, ini adalah strategi yang memang diupayakan kaum kolonial di Dunia Islam sejak seabad dan beberapa dekade lalu dengan ongkos sangat besar, dan dilakukan dengan cara bujukan dan ancaman. Namun, kekuatan kolonial tak mampu sepenuhnya merealisasikan tujuannya itu di Dunia Islam, khususnya di pusat-pusat keilmuan Islam yang dikelola para ulama Islam tetap berdiri tegak pada posisi yang benar. Pusat­pusat keilmuan Islam itu mampu menyulut revolusi besar dan menjadi bidan bagi lahirnya Republik Islam Iran berikut sistem pemerintahannya demi mengibarkan bendera Islam yang mulia.

Marilah kita kembali pada kondisi umat Islam dan negeri­negeri Islam di dunia, dan renungkanlah masalah kelaparan, kelemahan di bidang politik, keterbelakangan, dan ketergantungan (kepada Barat) dalam dua aspek; politik dan ekonomi. Lalu tanyalah diri kita masing-masing; mengapa kondisi umat Islam sampai seperti itu? Apakah negeri-negeri Islam membutuhkan semua itu? Apakah kekayaan alam mereka sedikit, ataukah kekurangan itu terletak pada sumber daya manusia (SDM)? Apakah letak geografis mereka kurang menguntungkan?

Baca: Sikap Islam terhadap Para Pendosa

Sesungguhnya kita tak mungkin menganalisis kondisi umat Islam berdasarkan faktor-faktor yang kita sebutkan di atas. Jadi, mengapa kondisi orang-orang Islam sampai mengundang keprihatinan semacam itu? Jawaban atas pertanyaan adalah bahwa musuh telah mengambil kesempatan dari kelengahan umat Islam, pengkhianatan para penguasa, dan serangan terhadap mereka (umat Islam), baik dari segi spiritual maupun kebudayaan, selama kurang lebih dua ratus tahun. Di samping serangan budaya dan spiritual, musuh juga menyerang umat Islam secara ekonomi dan militer, yang semua menjadikan kondisi umat Islam secara bertahap berada dalam fase kemunduran dan keterbelakangan.

Kita semua tahu bahwa kondisi sekarang bukanlah kondisi alamiah bagi Dunia Islam. Sebab, Dunia Islam sekarang ini membentang luas, mulai dari pantai barat Afrika sampai ke wilayah timur Asia. Dan Teluk Persia termasuk salah satu wilayah Islam terpenting dalam peta dunia ini secara keseluruhan.

*Disarikan dari buku Perang Kebudayaan – Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei

No comments

LEAVE A COMMENT