Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Surat Menyurat antara Imam Hasan bin Ali a.s. dengan Muawiyah

Teks sejarah mengungkapkan tentang sikap Imam Hasan bin Ali a.s. yang bersungguh-sungguh dan tekadnya yang bulat untuk berperang melawan Muawiyah, sebagaimana tampak jelas dari tindakannya dalam membenahi dan membangun pasukannya. Imam Hasan a.s. mengambil sikap tegas terhadap Muawiyah.

Ketika mengetahui Amirul Mukminin a.s. wafat dan kaum Muslim berbaiat kepada Imam Hasan, Muawiyah segera mengirimkan seorang pria dari Bani Humairi ke Kufah dan mengirim seorang pria lain dari Bani Qaini ke Basrah. Keduanya diperintahkan untuk menyebarkan berbagai propaganda dan mengganggu berbagai urusan Imam. Akan tetapi, Imam mengetahui semua itu. Beliau lantas memerintahkan utusan Muawiyah ke Kufah untuk segera dibunuh; orang itu pun dikeluarkan dari  sukunya dan langsung dipenggal lehernya. Kemudian, beliau menulis surat ke Basrah untuk mengeluarkan Qaini dari Bani Salim. Maka, ia pun dikeluarkan dari sukunya dan dipenggal lehernya.

Kemudian, beliau a.s menulis surat kepada Muawiyah: “Amma ba’du. Engkau telah mengutus mata-mata dan penyusup kepadaku, seakan-akan engkau sengaja ingin memancing peperangan. Aku tidak ragu akan hal ini, dan insya Allah, engkau akan memperolehnya. Selain itu, telah sampai pula kabar kepadaku bahwa engkau bergembira tentang suatu hal yang tidak mungkin dilakukan orang waras…” (Maqatil ath-Thalibin, hal. 23)

Kejadian ini tentunya menjadi penabuh genderang perang oleh Muawiyah dan ancaman terhadap Imam Hasan serta terhambatnya keinginan beliau untuk mengendalikan pemerintahan dari Kufah. Muawiyah menjadikan dirinya termasuk orang-orang yang tidak menjawab panggilan kebenaran dan menolak tunduk terhadap pemegang kebenaran tersebut. Bahkan, permusuhan-permusuhan itu makin mengeras setelah kesyahidan Amirul Mukminin a.s., lantaran makin kuatnya ambisi untuk menduduki tampuk kekhilafahan yang tak dapat diraihnya karena tidak memenuhi berbagai persyaratan dan karakteristik yang digariskan ajaran Islam.

Baca: Perjuangan Imam Hasan al-Mujtaba dalam Catatan Emas Tinta Sejarah

Meski demikian, Imam Hasan menjejaki jalan ayahnya, sebagaimana yang digariskan ajaran Allah kepadanya dengan menyempurnakan hujah atas musuhnya. Karena itu, beliau lalu mengirimkan surat lebih dari sekali kepadanya mengenai hal ini; meskipun beliau tahu bahwa Muawiyah sangat memusuhinya.

Di antara isi surat Imam adalah sebagai berikut:

“Dari Hasan bin Ali Amirul Mukminin, kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, Salam kepada Anda. Aku memuji Allah yang tiada Tuhan selain Dia. Amma ba’du,  sesungguhnya Allah Azza Wajalla mengutus Muhammad sebagai rahmat bagi seluruh alam serta berkah bagi semua Mukmin dan seluruh umat manusia, supaya dia  (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup hatinya dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Beliau menyampaikan risalah Allah, menegakkan perintah Allah tanpa lelah dan letih,hingga kemudian Allah mewafatkannya, menampakkan kebenaran dan menghapus kesyirikan melalui beliau, serta mengistimewakan bangsa Quraisy karenanya. Allah Swt berfirman, dan sesungguhnya Alquran itu adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan kaummu. Tatkala beliau wafat, orang-orang Arab lalu berebut kekuasaannya.

Orang orang Quraisy berkata, ‘Kami adalah orang yang satu kabilah dan sekeluarga dengannya, juga pembelanya. Karenanya, kalian tidak boleh bertikai atas kekuasaan dan hak Muhammad.’ Orang orang Arab mengakui bahwa kebenaran adalah apa yang kaum Quraisy katakan, dan bahwasanya mereka memiliki hujah dalam masalah itu atas mereka yang memperkarakan masalah Muhammad dengan mereka. Orang-orang Quraisy tidak berlaku adil kepada kami dengan keadilan bangsa Arab yang mereka usung. Ketika kami, Ahlulbait Muhammad dan para walinya, menggunakan hujah mereka, dan meminta keadilan dari mereka, maka mereka malah bersekutu dalam menzalimi kami, berbuat jahat terhadap kami. Kebenaran ada pada Allah, dan Dia-lah yang Maha Penolong.

Kami sungguh merasa takjub dengan kelaliman kaum penyerobot atas hak kami dan kekuasaan Nabi kami. Padalah mereka adalah orang mulia dan sudah lebih dulu masuk Islam. Kami menahan diri dari bermusuhan dengan mereka karena khawatir kaum munafik dan berbagai pihak lain akan menemukan keburukan dalam agama, yang dengannya mereka akan memecah belah agama. Atau, keberadaan aib itu akan dijadikan alasan untuk merusaknya. Hari ini, orang-orang akan merasa takjub dengan kelalimanmu, wahai Muawiyah, atas sesuatu yang bukan hakmu. (Sementara engkau tidak memiliki) keutamaan dalam agama, tak punya pengaruh terpuji dalam Islam, serta anak dari pihak yang selalu memerangi Islam, dan anak orang Quraisy yang zalim pada Rasulullah Saw dan Kitab-Nya. Cukuplah Allah sebagai hakimmu.

Engkau akan tahu, siapakah akhir yang baik itu. Demi Allah, engkau akan menemui Tuhanmu dalam kesusahan, kemudian diazab lantaran apa yang telah engkau perbuat. Sesungguhnya Allah tidak zalim terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya, ketika Ali menapaki jalannya -semoga rahmat Allah dicurahkan kepadanya pada hari beliau dipenggal, saat Allah mengaruniakan Islam kepadanya, serta ketika beliau dibangkitkan- akulah penerima kekuasaan setelahnya. Mohonlah kepada Allah agar tidak menurunkan kepada kita di dunia yang fana ini sesuatu yang menyebabkan kekurangan di akhirat.

Baca: Mengapa Metode Perjuangan Imam Husain Berbeda dengan Imam Hasan?

Adapun Alquran membebani diriku agar mengingatkanmu terhadap apa yang ada antara diriku dan Allah Azza Wajalla sekaitan dengan masalahmu. Engkau akan memiliki keberuntungan yang besar bila melakukan hal itu, kemaslahatan bagi kaum Muslim; maka, berhentilah untuk terus terusan berada dalam kebatilan, bergabunglah bersama orang-orang untuk membaiatku. Sesungguhnya engkau mengetahui bahwa  di sisi Allah, di sisi orang-orang yang bertobat dan menjaga dirinya, serta di sisi orang orang yang memiliki nurani, aku lebih berhak atas masalah (kekhalifahan) ini ketimbang engkau. Bertakwalah kepada Allah, tinggalkan pembangkangan, tahanlah diri dari menumpahkan darah kaum Muslim.

Demi Allah, tidak ada yang lebih baik daripada darah-darah mereka. Masuklah dalam Islam dan ketaatan. Janganlah mempersengketakan suatu masalah dari pemiliknya dan yang lebih berhak atasnya dari padamu agar Allah memadamkan api neraka dengannya. Jika engkau datang dalam keadaan terus-terusan berada dalam pembangkanganmu, aku akan mendatangimu bersama kaum Muslim, kemudian menghukummu, hingga Allah menghakimi di antara kita. Sesungguhnya Allah-lah sebaik-baik hakim.” (Maqatil ath-Thalibin, hal. 55-56)

Muawiyah menjawab surat Imam itu sebagai berikut:

“Engkau tahu bahwa wilayah kekuasaanku lebih luas  dari wilayahmu, dan aku lebih berpengalaman (berhadapan) dengan umat ini serta lebih tua darimu. Engkau lebih berhak menjawabku dalam posisi yang aku minta ini. Taatlah kepadaku. Kekuasaanmu akan datang setelahku. Engkau memiliki apa yang ada di Baitul Mal lrak, berupa harta yang sangat banyak. Bawalah ke mana pun kau suka. Di Irak, engkau dapat memiliki pajak bumi sebagai bekal nafkah untukmu, yang menjamin keamananmu, dan akan datang setiap tahun kepadamu. Janganlah engkau dikuasai kekeliruan. Janganlah orang selainmu memutuskan berbagai masalah. Janganlah hal yang engkau inginkan menjadikanmu bermaksiat terhadap ketaatan pada Allah.” (Syarh Nahj al-Baladghah, Ibnu Abi Hadid, 4/13)

Surat ini menggambarkan dengan jelas bagaimana posisi khalifah Ilahiah yang suci tidak berarti apa pun di mata Muawiyah, kecuali sekedar komoditi yang dapat dibeli dan dibayar dengan Baitul Mal kaum Muslim, bukan dari harta Muawiyah pribadi. Dengan begitu, ia telah menegaskan permusuhannya terhadap perintah Rasulullah Saw yang merupakan perintah Allah Swt untuk mengangkat Ahlulbaitnya sebagai khalifah dan mendudukkannya di tampuk keimamahan setelah beliau Saw.

*Disarikan dari buku Teladan Abadi, Hasan Mujtaba – The Ahlul-Bayt Word Assembly

No comments

LEAVE A COMMENT