Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Bagaimana Kita Memberikan Balasan kepada Rasulullah Saw?

Setiap perbuatan mesti mendatangkan balasan. Lalu, balasan apa yang diterima Rasulullah Saw atas jerih payahnya dalam menyampaikan ajaran Allah Swt yang tidak bisa dibayar dengan harta atau nyawa sekali pun. Bukankah Allah Swt telah berfirman di dalam Alquran: “Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri. (QS. aI-Ahzab: 6)

Ini adalah perkara yang gamblang. Sebab, risalah (agama) lebih besar dan lebih berharga dari segala sesuatu, sehingga penyampai risalah ini lebih utama dari seluruh manusia. Jika tidak ada yang bisa membalas seorang nabi atas risalah yang disampaikannya, selain Allah Swt. “Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakanku, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS. asy-Syu’ara: 145)

Jika demikian, apa artinya ayat Alquran yang berbunyi: “Katakanlah (hai Muhammad), ‘Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluargaku.‘” (QS. asy-Syura: 23)

Apakah ayat ini hendak menjelaskan pentingnya memberikan balasan kepada Rasulullah Saw, walaupun hal itu di luar kemampuan manusia? Atau apakah ayat ini hendak menjelaskan keharusan menjaga segala usaha yang telah dilakukan Rasulullah Saw di dalam menyampaikan ajaran Ilahi, sehingga tidak sirna dengan berbagai rekayasa yang dilakukan para pemimpin batil dan tidak menyimpang akibat ucapan-ucapan para ulama istana.

Baca: Ciri dan Karakter Khas Rasulullah Saw

Tidak diragukan, bahwa risalah memerlukan pribadi-pribadi besar yang sepadan dengan kebesaran risalah itu sendiri, yaitu para fukaha, para ulama, para penjaga yang amanat, para pemimpin yang mampu, para pahlawan yang pemberani, dan pribadi-pribadi yang sabar dan toleran. Mereka mencerminkan risalah dalam setiap tindakan dan ucapan mereka. Di samping itu, mereka menjaga nilai-nilai risalah yang terpercaya dari usaha penyimpangan yang dilakukan orang-orang yang lalim dan orang-orang yang menyimpang, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Di tengah-tengah kerusakan umatku terdapat orang-orang yang adil dari Ahlulbaitku. Mereka menjaga agama ini dari penyelewengan orang-orang yang menyimpang dan rekayasa orang-orang yang batil.”

Jika Ahlulbait adalah orang-orang yang menggantikan kedudukan Rasulullah Saw, tidakkah yang demikian itu menuntut adanya perintah di dalam Alquran untuk mencintai dan menaati mereka, sehingga perintah Allah itu menjadi dalil yang tak terbantahkan dan hukum yang adil, yang tidak ada seorang Muslim pun berselisih tentangnya. Ya, Allah Swt tidak hanya memerintahkan manusia untuk menaati dan mencintai ahlulbait, bahkan Allah juga menjadikan hal itu sebagai balasan bagi Rasulullah atas penyampaian risalah yang beliau lakukan, “…Sesungguhnya aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas penyampaian risalah kecuali kecintaan kepada keluargaku.”

Karena balasan yang semacam ini, bukan hanya mampu dilaksanakan manusia, melainkan juga sesuai dengan segala usaha dan jerih payah yang telah dilakukan Rasulullah Saw di dalam menyebarkan ajaran Ilahi. Sebab, kecintaan kepada keluarga Rasulullah Saw bukan hanya memperkuat barisan kebenaran dan melemahkan barisan kebatilan, melainkan juga memperkokoh ajaran langit dan sebagai penerapan syariat Islam.

Asy-Sya’bi berkata: “Banyak manusia menanyakan ayat ini kepada kami, lalu aku pun mengirim surat kepada Ibnu Abbas untuk menanyakan makna ayat ini. Ibnu Abbas menjawab: ‘Sesungguhnya Rasulullah Saw adalah sebaik-baiknya manusia dari kalangan Quraisy, dan tidak seorang pun di antara mereka kecuali mempunyai kekerabatan dengannya. Oleh karena itu, Allah Swt berfirman, Katakanlah (hai Muhammad), aku tidak meminta kepadamu upah apa pun atas risalah yang aku sampaikan kecuali kecintaan pada keluarga. Maknanya ialah kecuali engkau mencintaiku karena kekerabatanku denganmu. Kata-kata alqurba di sini berarti kekerabatan, sehingga seolah-olah Nabi saw berkata, ‘lkutilah aku kerena kekerabatanku denganmu, jika engkau tidak mengikutiku karena kenabianku.’”

Baca: Hadis-hadis Perihal Penghormatan untuk Rasulullah Saw

Sehubungan dengan itu, Rasulullah Saw bersabda: “Sambungkanlah tali kekerabatanku, sebagaimana dahulu engkau melakukannya.” Demikianlah makna ayat “Katakanlah (hai Muhammad), aku tidak meminta kepadamu suatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluarga“. (Kitab Ahlul Bait, Taufik Abu ‘Ilm, hal. 47)

Di dalam Sahih Bukhari terdapat riwayat dari Thawus, dari Ibnu Abbas bahwasanya dia ditanya mengenai firman Allah Swt, “Kecuali kecintaan kepada keluarga”, lalu Said bin Jabir menjawab, “Yang dimaksud adalah keluarga Muhammad Saw”.

Ibnu Abbas berkata: “Nabi saw bukan orang yang dekat dengan kaum Quraisy namun beliau mempunyai kekerabatan dengan mereka. Rasulullah Saw berkata, ‘Kecuali Engkau menghubungkan tali kekerabatan di antara kamu.’” (Ash-Shawa’iq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, hal. 169)

Sebagian orang mempunyai pendapat yang lebih jauh dibandingkan dengan pendapat yang lalu. Misalnya, Hasan Qatadah berkata: “Makna ayat tersebut ialah: Engkau memperlihatkan kasih sayang kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan menaati-Nya.” Dengan demikian, kata qurba dan qarabah bermakna dekat atau kedekatan.

Perintah untuk mencintai keluarga Nabi Saw (mawaddah fil qurba) berdasarkan kebijaksanaan Ilahi, dan kebijaksanaan Ilahi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masa depan ajaran Muhammad. Sebab, kecintaan kepada Ahlulbait merupakan kepanjangan dari ajaran Muhammad. Oleh karena itu, kecintaan kepada ahlul qurba merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pandangan Allah, sehingga dijadikan sebagai upah dan balasan atas penyampaian agama.

Pada hakikatnya, balasan tersebut sama sekali bukan untuk kepentingan Rasulullah, melainkan semata-mata untuk menjaga kelestarian usaha dan perjuangan keras Rasululullah Saw. Menjaga dan memelihara perjuangan Rasulullah Saw tidak mungkin diterapkan kecuali dengan mengikuti para pemimpin yang memberi petunjuk. Karenanya, hendaklah kaum Muslim berpegang teguh kepada keluarga Rasulullah Saw yang suci.

Perintah untuk mencintai keluarga Nabi Saw berdasarkan kebijaksanaan Zat Yang Mahatinggi, disebabkan adanya sifat-sifat luhur pada Ahlulbait Rasul Saw. Oleh karena itu, Allah Swt memilih mereka sebagai pemimpin. Jika demikian, maka ayat tersebut menyingkap keutamaan Ahlulbait Rasul Saw. Dengan ayat mawaddah ini, Alquran hendak mengisyaratkan kepada hal itu. Karena jika tidak, maka apa artinya perintah Ilahi yang mewajibkan umat untuk mencintai mereka dan menjadikan kecintaan kepada mereka sebagai upah bagi Rasulullah Saw atas penyampaian risalah.

Baca: Tahapan-tahapan Risalah Rasulullah Saw

Dari sini kita mengetahui bahwa mereka adalah Ahlulbait (keluarga) kenabian, penerima risalah, tepat turunnya wahyu, tambang rahmat, penjaga ilmu, puncak kesabaran, pilar kemulian, pemimpin umat, teladan orang-orang yang berbuat kebajikan, pemimpin hamba-hamba Allah, pedoman hidup, pintu keimanan, orang-orang kepercayaan Tuhan, keturunan para nabi, keluarga makhluk terbaik Tuhan semesta alam, pemimpin yang memberi petunjuk, pelita kegelapan, panji ketakwaan, pemilik keilmuan, tempat perlindungan makhluk, serta pewaris para nabi.

*Dikutip dari buku Mengapa Kita Mesti Mencintai Keluarga Nabi – Muhammad Kazhim


No comments

LEAVE A COMMENT