Para penduduk Kufah dengan beribu-ribu surat yang dilayangkan meminta kehadiran Imam Husein as di kotanya untuk dibaiat. Para syiah ini ternyata menyalahi sumpah setianya dan membiarkan Imam syahid di padang suci Karbala. Maka timbullah pertanyaan di atas, bahwa Syi’ah sendirilah yang telah membunuh Imam. Karena ketidaksetiaan syiahlah beliau akhirnya menemui kesyahidan. Benarkah hal ini?
Untuk mengklarifikasi syubhat / pertanyaan ini, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa Syi’ah memiliki beberapa corak dan warna. Hal itu tampak jelas dari kajian tentang sejarah aliran ini. ada tiga warna syi’ah yang dapat dilihat: 1. Syi’ah Politis. 2. Syi’ah Ideologis. 3. Syi’ah Loyalis (pecinta Ahlul bayt as saja).
Baca: Muharram: Parade Kepala Suci dan Para Tawanan Keluarga Imam Husein
- Maksud dari Syi’ah Politis adalah mereka yang tidak memiliki keyakinan Tasyayyu’, akan tetapi mereka mendukung dan sejalan dengan langkah politik dari kepemimpinan Ahlul bayt as dan beriringan dengan mereka untuk melawan kezaliman dan kesewenang-wenangan para penguasa saat itu. Atau minimal Syi’ah politis ini satu visi dan misi dengan para imam terkait para penguasa zalim.
Syi’ah model ini di antaranya adalah Abu Hanifah – Salah satu imam dari 4 Mazhab Ahli sunah. Sikap politisnya sangat condong kepada Alawiyin yang bangkit melawan dinasti Umayah, seperti dukungannya terhadap pemberontakan yang dikomandani oleh Zaid bin Ali. Tokoh-tokoh lain yang juga disebut / dituding sebagai Syi’ah (dalam kategori ini) di antaranya adalah Abu Bakar Baihaqi serta Thabari (penulis terkenal dan ahli sejarah) Ahli sunah.
- Sebagian kelompok yang lain dalam sejarah dikenal dengan Syi’ah loyalis (cinta Ahlul bayt as saja). Begitu banyak para tokoh Islam yang sangat mencintai Ahlul bayt as karena banyaknya riwayat dari Nabi saw tentang keutamaan mereka. Banyak para tokoh Ahli sunnah yang getol berpegangan dengan riwayat-riwayat tersebut yang akhirnya dituduh sebagai Syi’ah (lagi-lagi bukan Syi’ah yang sebenarnya, tapi sebagai syi’ah loyalis). Imam Syafi’i salah satu dari tokoh yang dituduh syi’ah demikian.
- Syi’ah Ideologis. Mereka sudah sejak abad-abad pertama Islam memiliki corak politik tersendiri. Mereka adalah Syi’ah yang sebenarnya, di mana dalam setiap bidang dan kesempatan selalu mengikuti para imam Ahlul bayt as. Mereka pengikut Ali as dan meyakini Ali as adalah pemimpin / khalifah langsung setelah kepergian Rasulullah Saw dan diteruskan oleh para maksum selanjutnya.
Dalam kebangkitan Imam Husein as yang paling dominan adalah para Syi’ah politis. Mereka tidak yakin akan kepemimpinan para Imam as. Awalnya mereka hanya antipati terhadap kepemimpinan Yazid. Akan tetapi pada selanjutnya, karena ketamakan terhadap dunia atau karena intimidasi yang tertuju kepada diri mereka sikap awal ini akhirnya berubah. Sebagian juga ada yang tetap menunjukkan kesyi’ahan mereka. Namun jika secara jeli kita amati mereka-mereka ini, terlebih para tokohnya adalah para munafik ulung yang sengaja disusupkan Mua’wiyah di antara para Syi’ah. Bahkan gerombolan orang yang sama inilah yang akhirnya memaksa Imam Ali as harus melakukan tahkim dengan pihak musuh di perang Shifin.
Baca: Jalinan Ruh Suci Imam Husein a.s. dengan Allah Kekasihnya Lewat Lantunan Doa
Siapa Sebenarnya Pembunuh Imam Husein as?
Pada dasarnya, tidak tepat jika faktor utama kebangkitan Imam Husein as disebabkan oleh undangan dan seruah baiat dari penduduk Kufah. Karena imam Husein as jauh-jauh hari sebelum panggilan dari Kufah, beliau sudah menentukan sikap beliau saat ditanya oleh Walikota Madinah. Beliau menyampaikan tujuan pergerakan beliau dengan ungkapan: ”Islam harus dibacakan fatihahnya (akan hancur binasa) jika dipimpin oleh orang seperti Yazid.” [1] Berkali-kali mulai dari Madinah hingga Mekkah beliau sampaikan bahwa Yazid tidak layak di posisi tersebut. Setelah itu, barulah penduduk Kufah yang mengetahui sikap Imam terhadap Yazid yang mereka benci dan enggannya beliau untuk berbaiat, akhirnya mereka mengundang Imam ke Kufah untuk dijadikan pemimpin.
Hal lain yang juga perlu diklarifikasi, bahwa penyebab asli syahidnya Imam Husein as adalah penduduk Kufah dan tidak ada campur tangan pihak lain merupakan propaganda murahan yang dilancarkan para pendukung Dinasti Umayyah sepanjang kepemimpinan mereka. Buktinya, banyak para ahli sejarah dan ahli hadis dari kalangan Syi’ah dan Ahli sunah sendiri yang bersikukuh Yazid telah memerintahkan pembunuhan dan penawanan Ahlul bait as. dan dialah dalang utama pembantaian cucu Nabi saw.
Berikut ini sekilas ungkapan para ulama Ahli sunah tentang fakta ini:
- Taftazani mengatakan:” ini adalah sebuah kebenaran kalau Yazid bin Muawiyah puas dan rela akan terbunuhnya Husein, memerintahkan untuk kekejaman itu dan penghinaan terhadap keluarga Nabi Saw. ini adalah sebuah kabar yang mutawatir dan tak bisa disanggah. Maka kita tidak pernah menghargai keimanan Yazid , Kemudian (Taftazani) melanjutkan, Semoga Allah menjauhkan rahmatnya dari Yazid dan para kroni-kroninya.”[2]
- Ibnu Khaldun juga menyebut syahidnya Imam Husein as sebagai salah satu rentetan kekejaman dan kezaliman Yazid.[3]
- Ibnu Muflih Hanbali, salah satu tokoh besar Ahlisunah juga mengakui jika Yazid bin Mu’awiyah adalah faktor utama syahidnya Imam Husein as, pelemparan Ka’bah dan pembunuhan massal di Madinah.[4]
- Ibnu Hazm juga mengakui syahidnya Imam di tangan Yazid dengan berkata:” Tindakan Yazid berdasarkan dunia semata dan tanpa keraguan lagi hal itu berazaskan kezaliman dan kesewenang-wenangan.”[5]
- Satu lagi ulama Ahli sunah yang setuju Yazid adalah dalang utama syahidnya Imam Husein as dan menyebutnya kafir dan boleh dilaknat, adalah Jahidh. Dia berkata:” di antara kemungkaran yang dilakukan Yazid adalah membunuh Imam Husein as, menawan para putri Rasulullah saw, merendahkan kepala Imam Husein as, kemudian pelemparan terhadap Ka’bah dan penistaan terhadap penduduk Madinah…. Lalu dia melanjutkan Yazid sudah keluar dari Islam dan terkutuk dan terkutuk juga orang yang melarang pelaknatan terhadapnya.”[6]
- Syekh Muhammad Abduh juga meyakini bangkitnya Imam Husein as melawan Yazid termasuk kebangkitan keadilan melawan kezaliman. Dia juga menyebut Yazid adalah sosok pemimpin yang karena tipu daya berkuasa atas kaum muslimin. Dia juga beberapa kali melaknat Yazid.[7]
- Yazid bin Muawiyah setelah syahadah Imam Husein as menampakkan kesenangannya. Suyuthi seorang sejarawan dan mufasir Ahli sunah dalam kitabnya menuliskan: “ Yazid merasa bahagia setelah kematian Husein ..”[8]
- Kharazmi juga menukil bahwa setelah kesyahidan Imam Husein as Yazid merasa senang sekali dan berkata kepada Nu’man bin Basyir:” segala puji bagi Allah yang telah membunuh Husein”. [9]
Andaikan kita terima kalau Yazid memang tidak tahu menahu tentang syahadah Imam Husein as dan tidak memberi titah untuk pembunuhan tersebut. Namun apa yang dapat dijawab dan dijelaskan akan peristiwa-peristiwa yang terjadi pasca syahadah di istananya? Apa alasan dari tindakan dan perlakuan tidak manusiawi yang dilakukannya terhadap keluarga suci Nabi saw.
Baca: Komitmen Para Sahabat Imam Husein a.s. di Malam Asyura
Dalam hal ini Ibn Muflih al-Hanbali mengatakan:” Jika kita terima kebenaran khilafah Yazid, akan tetapi ada beberapa peristiwa yang membuat baiat kepadanya luntur; penistaan terhadap penduduk Madinah, penodaan kehormatan Ka’bah, pembunuhan Husein bin Ali dan keluarganya, penawanan Ahli baytnya, pemukulan gigi beliau dengan kayu serta dibawanya kepala mulia beliau di ujung tombak…” [10]
Akhirnya, kembali perlu disampaikan bahwa mayoritas Syi’ah yang ada di barisan pasukan Yazid saat itu adalah Syi’ah politis yang tidak meyakini wilayah dan keimamahan mereka.[*]
Referensi:
[1] Kharazmi, Maqtal Kharazmi, juz 1 halaman 188 dan Maqtal ‘Awalim, halaman 54.
[2] Syarhul Aqaid Nasafiyah, Halaman 181.
[3] Al-Muqadimah, Ibnu Khaldun, halaman 254-255.
[4] Ibnu Muflih, Al-Furu’ Juz 3, Bab Qital Ahlil Baghy.
[5] Ibnu Hazm Andalusi, Al-Mahalla, Juz 11 halaman 98.
[6] Rasail Jahidh, halaman 298, Tarikh Bany Umayyah.
[7] Tafsir al-Manar, juz 1 halaman 367 dan juz 12 halaman 183-85.
[8] Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Juz 1, halaman 139. Ahwal Yazid bin Muawiyah.
[9] Kharazmi, ibid.
[10] Ibnu Muflih, ibid.