Sesungguhnya yang paling utama di antara keutamaan ialah bertafakur pada ayat-ayat Allah Swt, yang mana pahala yang menyertainya sedemikian besarnya sebagaimana yang dikatakan Imam Husain a.s. : “Bertafakur sesaat lebih utama dari beribadah selama setahun. Sesungguhnya hanya orang-orang yang berpikirlah yang berzikir.” (al-Bihar, 71/327)
Artinya, bahwa manakala seseorang tenggelam sesaat di dalam bertafakur tentang dari mana dia datang? Kenapa dia datang? Dan kemana dia akan pergi? dengan menyadari bahwa dirinya berada di hadapan Allah Swt, berada di hadapan Rasulullah Saw, berada di hadapan para Imam Maksum a.s., berada di hadapan Imam Zaman afs, maka pahala yang akan diterimanya menyamai pahala ibadah selama setahun. Tenggelam sesaat di dalam bertafakur tentang dunia dan akhirat, tentang keadaan diri dan keadaan manusia, maka pahalanya menyamai pahala ibadah selama setahun.
Dengan kata lain, pahala seseorang yang mengerjakan salat di masjid siang dan malam, dan begitu juga puasa yang dikerjakannya di siang hari, yang keseluruhannya dilakukan selama setahun penuh, maka secara total nilainya setara dengan bertafakur sesaat di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya.
Imam Khomeini ra. berkata di dalam kitabnya al-Arba’in: “Bertafakur sesaat lebih baik dari beribadah selama enam puluh tahun, dari beribadah selama tujuh puluh tahun.”
Baca: Membiasakan Diri untuk Berpikir dan Bertafakur
Dari sini dapat kita ketahui bahwa penyebutan kata “setahun” dan “enam puluh tahun” hanya merupakan sebuah contoh; dan ini artinya bahwa banyaknya pahala yang menyertai saat seseorang bertafakur tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya kecuali Allah Swt.
Di samping itu, kebahagiaan manusia bergantung kepada pikiran dan perhatian. Jika sekarang manusia mampu menundukkan ruang angkasa, maka sesungguhnya Alquran al-Karim telah mengisyaratkan mungkinnya seluruh langit dieksplorasi; namun itu hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pikiran. Allah Swt berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.” (QS. Luqman: 20)
Artinya, wahai manusia, kalian bukan hanya memiliki kemampuan untuk memanfaatkan langit, melainkan kalian juga memiliki kemampuan untuk memanfaatkan seluruh alam ini. Pada ayat yang lain Alquran al-Karim mengisyaratkan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan para malaikat: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), dan janganlah kamu merasa sedih. Dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat.” (QS. Fushshilat: 30-31)
Orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami adalah Allah”, dan meneguhkan diri mereka atas perkataan ini, artinya mereka bertafakur, dan mereka sadar, maka oleh karena itu turunlah para malaikat kepada mereka dan berkata, supaya jangan takut dan jangan sedih. Para malaikat berkata kepada mereka, “Kami inilah yang akan menolongmu di dalam menghadapi kesulitan-kesulitanmu dan yang akan meringankan kamu di dalam menghadapi maut, dan kamilah pelindung-pelindungmu di dunia dan di akhirat.”
Alquran al-Karim meminta kita untuk berpikir, dan bahkan Alquran al-Karim sangat menekankan sekali tentang hal ini, “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab: 41-42)
Dari Abi Abdillah a.s. yang berkata: “Tidak ada sesuatu pun kecuali baginya ada batas tempat dia berhenti kecuali zikir. Karena sesungguhnya bagi zikir tidak ada batas dan tempat berhenti. Allah Swt telah mewajibkan beberapa kewajiban, yang manakala seseorang telah melaksanakannya maka itulah batasnya. Adapun batas puasa Ramadhan ialah manakala seseorang telah melaksanakannya maka itulah batasnya. Adapun batas ibadah haji ialah manakala seseorang telah menunaikannya maka itulah batasnya. Kecuali zikir kepada Allah, karena Allah Swt tidak ridha dengan zikir yang sedikit dan Allah juga tidak menetapkan batas tempat berhentinya.”
Kemudian Abi Abdillah a.s. membacakan ayat ini: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Ushul al-Kafi, jil. 4, Bab Zikir kepada Allah yang Banyak)
Bagian lain yang perlu mendapat perhatian ialah, bahwa tujuan dari semua ibadah sebagaimana yang dikehendaki Alquran ialah mencapai derajat zikir. Yaitu sampai kepada maqam tafakur. Jika salat merupakan percakapan dengan Allah Swt, yang bertujuan agar sampai kepada peringkat pikir dan zikir, dan demikian juga halnya dengan puasa bulan Ramadhan. Ibadah fisik, ibadah finansial dan ibadah hati, semuanya diperintahkan kepada manusia dengan tujuan supaya manusia sampai kepada peringkat pikir dan peringkat zikir.
Allah Swt berfirman dalam surah Thaha: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14)
Baca: Menghadirkan Allah Swt dalam Salat
Kata-kata “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, ada Tuhan selain Aku” artinya ialah, wahai manusia, hancurkanlah berhala; wahai manusia, janganlah Anda mengikuti hawa nafsu, janganlah kamu mengikuti setan, wahai manusia, janganlah kamu mengerjakan dosa di dalam hidup ini, kerjakanlah salat dan puasa, tunaikanlah khumus dan zakat, pergilah melaksanakan ibadah haji dan jihad, lakukanlah amar makruf dan nahi munkar, dan jadilah kamu orang yang ber-tawalli dan ber-tabarri.
Kenapa semua ini diperintahkan, “…dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku”, semua ini diperintahkan supaya manusia sampai kepada peringkat zikir dan peringkat pikir. Oleh karena itu, yang menjadi topik pembahasan hari ini ialah bahwa keutamaan yang penting bagi manusia, yang mana keutamaan-keutamaan lainnya bergantung kepadanya, dan yang karenanya diwajibkan seluruh ibadah, ialah berpikir dan bertafakur.
*Disarikan dari buku Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani – Ayatullah Husain Mazahiri