Sebuah riwayat menceritakan: Pada malam mi’raj, saat Allah menjalankan Rasul-Nya saw ke langit, di sana beliau melihat sosok malaikat membawa sebuah catatan bercahaya. Ia begitu memperhatikan sebelah kanannya tanpa melirik sebelah kirinya sedikitpun. Seperti orang yang sedang gundah, larut dalam kesedihannya. Nabi bertanya kepada Jibril: “Siapakah malaikat itu?”
“Izrail, yang bertugas mencabut ruh”, jawabnya.
Nabi saw ingin bicara dengannya, maka Jibril mengantarkan beliau kepadanya. Lalu Nabi bertanya: “Hai malaikat maut! Apakah engkau mencabut nyawa orang-orang yang akan mati?”
“Ya”, jawabnya.
“Apakah engkau sendiri yang datang kepada mereka?”
Ia menjawab, “Ya, Allah meletakkan seluruh dunia di tanganku seperti uang yang dibawa seseorang, lalu dia membelanjakannya sesuka hati. Tak satu rumahpun di dunia ini yang tidak aku datangi setiap hari lima kali. Saat aku mendengar tangis keluarga orang mati, aku berkata kepada mereka: “Jangan menangis! Aku datang berulangkali kepada kalian, sampai aku membawa kalian semua dari dunia ini.” (Baca: Mencegah Kematian Buruk)
Pelajaran Kematian Menggugah Hati
Itulah salah satu oleh-oleh abadi dari Nabi saw untuk umatnya sepulang dari perjalanan mi’raj. Sebuah pelajaran tentang kematian, yang jika diikuti maka cahayanya akan masuk ke ruang hati kita, dan saat itu ia mendapati petunjuk.
Hati tergugah jika diterangi, dan akan terlelap dalam suasana redup, sejuk, terselimuti dan di atas ranjang hidup yang empuk. Biasanya mata di saat waktu istirahat mudah terpejam dalam ruang gelap, dan sulit dipejamkan apabila ruang yang terang benderang.
Redupnya kedamaian tanpa keyakinan, sejuknya kesenangan-kesenangan duniawi, hangatnya aktifitas sehari-hari dan renyahnya kelancaran rezki, dapat membius hati dan melalaikannya dari ingat kepada Sang Pencipta yang memelihara seluruh alam dan isinya. Oleh karena itu, manusia perlu diberi penerangan yang membawa kesadaran bagi dirinya. (Baca: Infografis: Doa Kumail tentang Menahan Doa)
Kadang membangunkan orang tidur, tidak cukup dengan memanggilnya dan harus dengan suara keras. Bahkan sampai menyiramnya supaya bangun. Mirip cara tegoran bagi yang lalai; dari tahap dengan isyarat, sebagaimana dalam sebuah nasihat “Cukup dengan isyarat bagi yang berakal.” Sampai harus dengan cambukan supaya kembali sadar.
Lupa Tuhan, Dia yang Mengingatkan
Jika hati tergugah dan menjadi sadar, maka kesadaran itu merupakan cahaya. Sebagaimana ucapan Imam Ali as: “Kesadaran adalah cahaya.” Beliau juga berkata: “Siapa yang mencapai kesadaran, maka ia dijaga oleh Allah.”
Ibn Khadrawaih mengatakan: “Tiada tidur yang lebih lelap dari kelalaian..”
Abul Abbas juga mengatakan: “Kelalaian terberat adalah kelalaian seorang hamba dari Tuhannya…”
Di saat manusia hanyut dalam lalai akan Tuhan dan hak-hak-Nya, di antaranya ialah hak untuk Disembah dan Disyukuri, maka Allah menggugahnya setiap saat dengan berbagai cara. (Baca: Jangan Pernah Merasa Punya Jasa kepada Agama)
Akibat Kerasnya Hati
Ada hati yang keras bahkan lebih keras dari batu, sebagaimana yang difirmankan Allah:
“Kemudian setelah (peristiwa) itu, hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi..”
“Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.”
Segala yang ada di alam ini yang merupakan tanda-tanda kebesaran, keindahan dan kesempurnaan Allah, mampu memberi peringatan bagi manusia. Alam yang dulu indah, damai dan menghidupi manusia, kini menjadi porak poranda dan mematikan dirinya beserta binatang kesayangannya. Bencana-bencana alam seperti tsunami, gempa, banjir dan lainnya merupakan pelajaran bagi hati yang beriman dan peringatan bagi hati yang lalai.
Namun hati yang mengeras, tak dapat mengambil itu sebagai pelajaran dan tak tersentuh oleh peringatan sekeras itu sedikitpun. Hanya kematianlah yang dapat menghentikan dirinya. (Baca: Pesan Ayah Imam Jafar untuk Hormati Kawan)
Peristiwa-peristiwa bencana besar alam, membuat malaikat maut panen kematian. Sementara sebagian manusia yang selamat tergetar hati mereka, tersentak dan tercengang menyaksikan kejadian dahsyat itu muncul tanpa mereka duga! Keadaan menjadi berubah seketika dalam hitungan menit. Harta benda yang telah mereka kumpulkan dalam waktu sekian lama dengan usaha memeras keringat, kini menjadi sampah atau musnah terkubur dalam tanah.
Bencana alam menjadi cambuk yang keras bagi mereka yang hidup tapi lalai, sehingga tersadar hati mereka, dan menjadi ibrah bagi mereka yang tak tertimpa menyaksikannya.
Kematian Sebaik-baik Penasihat
Kematian adalah kiamat kecil bagi para korban dan merupakan bencana bagi para keluarga yang mereka tinggalkan. Kemudian apakah kematian juga menjadi ibrah bagi orang-orang yang di sini? Jelas kematian itu sendiri sebenarnya sedang menegur dan menasihati kita. Ia merupakan hakikat yang terang dan pasti dialami semua yang bernyawa: “Setiap jiwa akan merasakan kematian.”
Rasulullah saw bersabda: “Kematian adalah sebaik-baik penasihat.” Maka dengarkan nasihat dari kematian! Yang terkadang bagi sebagian mata menjadi fenomena yang seakan hanya terjadi pada orang lain dan kerap menjemput selain diri mereka. Padahal tidak lama akan hinggap di ubun-ubun mereka. Sebuah riwayat mengungkapkan: “Aku heran terhadap orang melihat kematian tetapi dia tidak takut kematian.”
Mungkin maksud dari keheranan ini ialah disesalkan orang yang menyaksikan kematian orang lain, tetapi tidak menjadi sebuah ibrah bagi dirinya. Sehingga tak tersentuh hatinya kalau dia pasti akan menyusul, meninggalkan semua yang dicintainya di dunia. Tak tergugah kalau dia pasti akan merasakan kematian, yang kemudian menghadapi perkara-perkara yang mengejutkan sesudah itu.[*]
Baca: Kematian Manusia di Tangan Siapa?