Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tawakal kepada Allah: Kunci Kesuksesan dan Ketenangan Hati

Imam Muhammad Baqir as. pernah berkata: “Barang siapa bertawakal kepada Allah, ia tidak akan pernah mengalami kekalahan. Barang siapa menjadikan-Nya sebagai tempat berlindung, ia tidak akan pernah mengalami kegagalan.” (Mustanad al-Wasâ’il: 2/288)

Ketika manusia berharap sesuatu, hendaklah ia hanya berharap kepada Allah Swt. Karena segala sebab biasa yang mereka miliki tidak akan memiliki peran, kecuali kadar yang telah ditentukan oleh Allah Swt. Sebab-sebab biasa tidak berdiri sendiri seperti yang mereka kira. Hakikat sesuatu dan perannya hanya dimiliki oleh Allah Swt.

Imam Jakfar Shadiq as. telah menyampaikan: “Jika salah seorang dari kalian ingin agar keinginannya dikabulkan, hendaklah dia putus asa dari seluruh manusia dan hanya meminta kepada Allah Swt.”

Imam Shadiq as. juga menyatakan dalam Iddat al-Dâ’î:

“Allah telah mengabarkan kepada sebagian para Nabi dalam wahyu-Nya: ‘Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sungguh Aku akan memberi rasa putus asa kepada orang yang berharap kepada selain-Ku. Aku akan memberinya pakaian kehinaan di antara manusia, dan Aku akan menjauhkannya dari keberhasilan dan kemuliaan. Apakah ketika dilanda kesusahan, hamba-Ku akan bertumpu kepada selain-Ku, sementara segala kesusahan ada di tangan-Ku? Dan ia akan berharap kepada selain-Ku, sementara Aku Mahakaya serta Mahadermawan. Di tangan-Ku terdapat segala kunci dari pintu-pintu, dan semuanya tertutup, sementara pintu-Ku terbuka bagi orang yang berdoa kepada-Ku.’”

Baca: Cara Setan Menggoda Manusia dari Jalan Allah

Kajian hadis ini dilanjutkan oleh hadis dari Imam Shadiq as. Husein bin ‘Ulwan menceritakan:

“Saya hadir di majelis untuk mencari ilmu dan pengetahuan, sementara saya sudah tidak memiliki uang untuk kembali. Salah satu teman saya bertanya, ‘Kepada siapa Anda bertumpu ketika tertimpa masalah seperti ini?’ Saya menjawab, ‘Kepada si fulan.’ Dia berkata, ‘Demi Allah Swt! Masalah Anda tidak akan bisa terselesaikan, dan Anda tidak akan bisa meraih apa yang diharapkan serta semua keinginan Anda tidak akan terwujud.'”

Husein bin Ulwan menjadi heran dan bertanya kepada temannya, “Dari mana Anda tahu? Apakah Allah Swt. yang mengajarimu?” Temannya menjawab, “Saya mendengar hal ini dari Imam Shadiq as. Beliau berkata: ‘Aku telah membaca dalam salah satu kitab bahwa Allah Swt berfirman, ‘Aku bersumpah demi kemuliaan, keagungan, kebesaran, ketinggian, serta kekuasaan yang Aku miliki di Arsy! Barang siapa yang berharap kepada selain-Ku, maka Aku akan memberinya keputusasaan, dan Aku akan memberinya pakaian kehinaan di tengah manusia, serta Aku akan menjauhkannya dari-Ku dan Aku akan memutuskan hubungan dengannya.'”

Lanjutan dari riwayat tersebut mengungkapkan bahwa Allah Swt mengingatkan bahwa segala kesulitan dan kesusahan telah Dia tetapkan bagi hamba-hamba-Nya. Hanya Dia yang mampu menyelesaikannya. Mengapa manusia harus meminta pertolongan dan menggantungkan hati kepada selain-Nya, sementara mereka tidak memiliki andil dalam menciptakan kesulitan tersebut? Mereka juga tidak memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menyelesaikannya. Apakah seseorang akan berharap kepada yang lain ketika ditimpa musibah? Padahal segala musibah ada di tangan Allah, jadi mengapa memohon kepada selain-Nya dan berpikir untuk mengetuk pintu orang lain? Allah memegang semua kunci dari pintu-pintu, dan semua pintu tertutup, kecuali pintu-Nya yang terbuka bagi orang yang berdoa kepada-Nya.

Jadi, adakah orang yang berharap kepada Allah ketika ditimpa musibah dan Allah mengecewakannya? Allah menyimpan harapan hamba-hamba-Nya di sisi-Nya, tetapi mereka tidak ridha ketika Allah menyimpan harapan tersebut. Allah memenuhi langit-Nya dengan orang-orang yang tidak pernah lelah untuk bertasbih kepada-Nya, yaitu para malaikat. Allah juga menyuruh mereka agar tidak menutup pintu-pintu antara Allah dan hamba-hamba-Nya, tetapi sayangnya hamba-hamba-Nya sering kali tidak percaya kepada janji Allah. Tidakkah mereka yang tidak berharap kepada Allah menyadari bahwa hanya dengan izin Allah, segala peristiwa bisa diselesaikan? Allah berfirman: “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya…”

Allah selalu memberikan nikmat-Nya kepada manusia tanpa diminta. Dia memberikan berbagai nikmat seperti kesehatan tubuh, mata, telinga, orang tua, teman, guru, dan banyak lagi. Bahkan sebelum manusia dilahirkan, Allah telah menyediakan makanan dalam tubuh ibunya. Namun ketika Allah menguji manusia dengan mengambil sebagian dari nikmat-Nya, manusia sering kali berpaling kepada selain-Nya. Mereka tidak meminta kepada Allah yang telah memberi nikmat tersebut sebelumnya. Padahal segala sesuatu, kemurahan, ampunan, dan rahmat berada dalam kekuasaan Allah. Allah adalah satu-satunya tempat untuk bertumpu dan berharap. Siapa lagi yang bisa memenuhi harapan selain-Nya?

Allah menjelaskan bahwa jika semua manusia meminta sesuatu yang terbersit dalam pikiran mereka dan Allah memberikannya kepada satu orang, itu tidak akan mengurangi kekayaan-Nya sedikit pun. Semua ini adalah hal yang mudah bagi Allah. Dengan kehendak-Nya, Dia hanya perlu mengatakan, “Jadilah!” dan segala sesuatu akan terwujud.

Celakalah orang yang putus asa dari rahmat Allah dan celakalah orang yang bermaksiat kepada-Nya dan tidak menaatinya. Allah adalah Maha Pemurah dan Mahakuasa, dan manusia seharusnya selalu mengandalkan dan berserah diri kepada-Nya dalam segala hal.

Allah Swt adalah pemilik kekayaan dan keagungan yang tidak terbatas. Dalam konteks ini, bagaimana mungkin hamba-hamba-Nya berani melawan atau menentang hukum-Nya? Riwayat yang membahas tentang berharap dan bertumpu kepada selain Allah swt. memang menimbulkan kekeliruan dan tidak sejalan dengan konsep “ruh tauhid” atau kesatuan Tuhan.

Di sisi lain, dalam zaman sekarang, sikap “percaya diri” menjadi perhatian banyak orang, dan dalam psikologi dianggap sebagai sifat positif. Karena itu, banyak buku telah ditulis tentang masalah ini, dan orang-orang dimotivasi untuk mengembangkan sikap percaya diri dalam diri mereka. Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dianggap sebagai kerugian dan kelemahan.

Meskipun secara logika, memiliki kepercayaan pada kemampuan diri sendiri adalah hal yang baik, secara teologis, hal ini dianggap sebagai sikap yang tercela. Hal ini disebabkan karena apa pun yang kita miliki hanyalah sementara dan pada hakikatnya adalah milik Allah swt. Ketika sesuatu datang dari sumber yang lain dan kita hanya sebagai amanatnya, bagaimana kita bisa bergantung sepenuhnya padanya? Kita tidak tahu apakah Allah masih mengizinkan sesuatu tersebut tetap berada di sisi kita atau tidak. Oleh karena itu, satu-satunya tempat untuk bertumpu adalah kepada Allah.

Allah Swt mencukupkan keperluan hamba-Nya yang bertawakal kepada-Nya. Allah adalah pelaksana segala urusan yang Dia kehendaki. Kita harus menyadari bahwa Allah adalah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya. Jika kita meyakini “ketuhanan Ilahi” dan menyadari bahwa Allah adalah Tuhan yang memiliki kekuasaan atas segala hal dan pemilik segala makhluk, maka kita tidak layak berpaling kepada selain-Nya dalam menghadapi kesulitan atau memenuhi kebutuhan kita.

Baca: Antara Akal dan Hati

Salah satu guru kita pernah menceritakan sebuah kisah untuk mengilustrasikan masalah ini. Seorang anak kecil duduk di dekat rumahnya ketika seorang peminta-minta mendekatinya dan meminta roti. Anak kecil itu berkata, “Pergi ke ibuku dan minta roti darinya.” Anak kecil itu menyadari bahwa semua kebutuhan harus diminta kepada ibunya.

Guru bijak tersebut menjelaskan bahwa jika pengetahuan kita tentang Allah sebanding dengan pengetahuan anak kecil tentang ibunya, yaitu bahwa ibu adalah sumber segala kebutuhan anaknya, maka kita tidak akan berpaling kepada selain Allah dalam meminta. Kita akan menyadari bahwa Allah adalah lebih pengasih dan lebih berkuasa daripada siapa pun, sehingga tidak ada alasan untuk meminta kepada selain-Nya.

Dalam esensi tauhid atau kesatuan Tuhan, kita menyadari bahwa hanya Allah yang pantas untuk kita bergantung sepenuhnya, karena Dia adalah sumber segala kebaikan dan pemilik segala sesuatu.

*Disadur dari buku Menjadi Manusia Ilahi – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi

 

No comments

LEAVE A COMMENT