Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Faktor-faktor Pembelotan Warga Kufah (Bag 2)

Faktor, Pembelotan, Warga, Kufah

Trik Ibnu Ziyad

Ketika Ibnu Ziyad datang ke Kufah, para bangsawan kabilah dan pendukung Bani Umayah menarik nafas lega. Mereka segera bergabung dengannya dan mengabarkan peristiwa-peristiwa aktual yang terjadi di Kufah. Semenjak kedatangannya, Ibnu Ziyad telah mengetahui kecintaan penduduk Kufah terhadap Imam Husain as dan benih-benih revolusi yang mulai tersebar luas, karena ia datang ke Kufah dengan mengenakan sorban hitam dan wajah tertutup. Para penduduk yang mengiranya sebagai Imam Husain as, menyambutnya dengan gegap gempita.[1] (Baca sebelumnya: Pembelotan Warga Kufah – 1)

Oleh sebab itu, Ibnu Ziyad bisa merasakan bahaya serius yang mengancam kekuasaan Bani Umayah. Dengan berbekal pengalaman politiknya di Bashrah dan bantuan orang-orang dekatnya, ia mulai mengambil langkah untuk memadamkan kebangkitan penduduk Kufah. Langkah-langkah Ibu Ziyad bisa dikaji dari sudut psikologi, sosial dan ekonomi:

1. Siasat Psikologis

Siasat ini bertumpu pada pemberian janji dan ancaman dan sudah mulai digunakan Ibnu Ziyad sejak awal kedatangannya di Kufah. Dalam pidatonya di masjid jami` Kufah, ia menyebut dirinya ibarat ayah penyayang bagi yang menaatinya serta menghunus pedang dan cambuknya kepada penentangnya.[2]

AsyuraTaktik lainnya untuk menakut-nakuti para penentangnya adalah memberitahukan kedatangan pasukan Syam menuju Kufah. Taktik ini sangat berpengaruh dalam memadamkan pemberontakan penduduk Kufah-khususnya setelah mereka dan Muslim mengepung istana kegubernuran-.[3] Setelah perdamaian Imam Hasan as dengan Muawiyah-yang merupakan kali terakhir mereka berhadapan dengan pasukan Syam-penduduk Kufah masih belum melupakan kekuatan pasukan itu dan menganggap diri mereka tidak mampu melawannya. Propaganda inilah yang akhirnya menyebar ke tengah-tengah kaum wanita, sehingga mereka menarik kerabat mereka (suami atau saudara mereka) dari pasukan Muslim.[4]

Propaganda ini pula yang menyebabkan Muslim terlunta-lunta sendirian di jalan-jalan Kufah menjelang malam, padahal di siang harinya, ia disertai empat ribu orang telah mengepung istana dan nyaris menggulingkan Ibnu Ziyad.[5]

2. Siasat Sosial

Dikarenakan masih kuatnya hubungan kesukuan, maka para bangsawan dan pemuka kabilah memegang peran penting dalam segala peristiwa politik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, sebagian besar mereka (seperti Syabats bin Rab`i, Amr bin Hajjaj, Hajjar bin Abjar) ikut serta menulis surat kepada Imam Husain as dan tentunya mereka juga bergabung dengan Muslim ketika ia sampai di Kufah. (Baca: Perjalanan Salman Menemukan Nabi saw.)

Namun, mereka yang lebih bertujuan menjaga kedudukan dan posisi diri mereka sendiri segera mundur teratur begitu Ibnu Ziyad datang dan mengancam para pendukung Muslim. Dengan segera mereka bergabung dengan pasukan Ibnu Ziyad, karena ia mengetahui cara menghimpun dukungan mereka.

Dengan siasat intimidasi dan suap dalam jumlah besar, Ibnu Ziyad mampu menarik para bangsawan dan pemuka kabilah kepada dirinya. Mujtami` bin Abdullah `Aidzi yang mengetahui situasi Kufah dan bergabung dengan rombongan Imam Husain as melaporkan,”Para bangsawan Kufah telah disuap dan pundi-pundi mereka dipenuhi. Kesetiaan mereka telah dibeli dan sekarang mereka adalah lawan Anda.”[6]

Malam, AsyuraKekuatan masyarakat berpengaruh kedua yang dimanfaatkan Ibnu Ziyad adalah para `arif. `Arif adalah orang yang memegang tanggung jawab beberapa orang dan penghasilan pertahun mereka sekitar seratus ribu dirham.[7] Dikarenakan perbedaaan penghasilan antara `urafa (jamak `arif), maka jumlah orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka juga berbeda mulai dari dua puluh orang hingga seratus orang.[8]

Dalam periode urbanisasi kabilah-kabilah di Kufah, kedudukan ini menjadi sebuah jabatan khusus dalam pemerintahan. Mereka bertanggung jawab di hadapan gubernur Kufah[9] dan penobatan dan pemecatan mereka juga dilakukan gubernur Kufah, bukan oleh kepala kabilah. Jabatan ini adalah penghubung antara penguasa dengan rakyat. Karena orang-orang yang berada dalam tanggungan `urafa lebih sedikit ketimbang jumlah orang-orang yang berada dalam pengawasan kepala kabilah, maka mereka lebih mudah dikontrol dan dikendalikan. (Baca: Moralitas Perempuan dan Laki-laki; Persamaan atau Perbedaan?)

Tugas pokok `urafa adalah mencatat nama orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka berikut nama anak-istri mereka. Nama-nama anak yang baru lahir segera dicatat dan mereka yang telah meninggal dihapus dari daftar. Dengan cara ini, `urafa mengetahui batas dan lingkup tanggung jawab mereka dengan baik. Dalam situasi genting, peran `urafa menjadi berlipat ganda, karena mereka bertanggung jawab menciptakan keamanan dalam lingkup tanggung jawab mereka. Dan jelas mereka akan memberitahukan nama para pembangkang bila diminta oleh pihak penguasa.[10]

Semenjak awal kedatangannya di Kufah, Ibnu Ziyad telah bermaksud memanfaatkan kekuatan masyarakat ini untuk mencapai tujuannya. Besar kemungkinan ia mempelajari siasat ini dari ayahnya ketika ia memerintah Kufah. Setelah pidatonya di masjid jami`, ia pergi ke istana dan mengumpulkan `urafa dan berbicara kepada mereka:

“Berikan nama-nama orang asing dan penentang Yazid yang berada dalam tanggungan kalian. Juga catat nama-nama orang-orang Khawarij dan mereka yang dicurigai memecah belah masyarakat. Kami akan membiarkan orang yang melaksanakan perintah ini. Sedangkan orang yang mengabaikannya, maka ia harus menjamin bahwa orang yang berada dalam tanggungannya tidak membangkang melawan khalifah. Bila tidak, maka harta dan darahnya halal bagi kami. Bila ada orang yang ditemukan membangkang, maka `arifnya akan digantung di pintu rumahnya dan teman-temannya tidak akan memperoleh upah mereka.”[11]

Nampaknya, siasat ini adalah salah satu faktor terpenting kegagalan kebangkitan Muslim di Kufah, karena `urafa menanggapi ancaman Ibnu Ziyad dengan serius dan mengawasi orang-orang yang berada dalam tanggungan mereka. (Baca: Melacak Sufi dan Arif Sejati -1)

3. Siasat ekonomi

Pada zaman itu, pemasukan utama masyarakat berasal dari upah dan subsidi pemerintah. Pada masa-masa awal penaklukan, upah ini diberikan kepada mereka yang bersedia ikut serta dalam perang melawan Persia. Setelah tahap urbanisasi dan berakhirnya perang, upah ini tetap diberikan kepada mereka. Sebab itu,  masyarakat Arab jarang memilih pekerjaan-pekerjaan seperti berdagang, bertani atau selainnya.

Upah dari pemerintah berupa uang tunai yang diberikan secara langsung atau dicicil dalam beberapa tahap. Sedangkan subsidi yang diberikan berupa sembako yang dibagikan perbulan. Wajar bila sistem ekonomi semacam ini menyebabkan masyarakat Arab di zaman itu sangat bergantung kepada pemerintah. Para penguasa zalim memahami titik lemah rakyat ini dan menggunakannya sebagai senjata menekan mereka.

Ketika Ibnu Ziyad mengancam `urafa, ia menggunakan cara ini. Ia mengancam, bila ada pemberontak yang ditemukan, maka akan berakibat buruk kepada teman-temannya berupa penghentian bantuan uang. Tentunya selain `arif, orang-orang yang cinta duniawi juga akan berusaha memadamkan setiap pembangkangan terhadap pemerintah. (Baca: Manusia Iman)

Ketika Muslim dan para pendukungnya mengepung istana Ibnu Ziyad, salah satu taktiknya untuk membubarkan kepungan adalah iming-iming tambahan bantuan uang dan ancaman menghentikan bantuan bila mereka tetap membangkang.[12]

Dengan menggunakan cara ini, Ibnu Ziyad mampu memobilisasi sejumlah besar penduduk Kufah-yang mencapai tiga puluh ribu orang[13]-untuk memerangi Imam Husain as; pasukan yang sebagian dari mereka bersimpati kepada beliau.[14]

Imam Husain as memahami pengaruh taktik ekonomi ini, sehingga dalam pidatonya di Karbala, beliau menyebutnya sebagai salah satu faktor penentangan penduduk Kufah atas dirinya:

“Kalian semua menentangku dan tidak bersedia mendengar ucapanku, (karena) bantuan yang diberikan kepada kalian berasal dari harta yang tidak halal. Perut kalian dipenuhi dengan barang haram. Inilah yang menyebabkan hati kalian mati dan tertutup.”[15] (BT)

*Referensi: Porseshha va Pasokhha

[1]  Waq`ah ath-Thaff 109.

[2]  Waq`ah ath-Thaff 110.

[3]  Ibid 125.

[4]  Ibid.

[5]  Ibid 126.

[6]  Ibid 174.

[7]  Tarikh Thabari 3/152.

[8]  Ibid.

[9]  Al-Hayat al-Ijtima`iyah wa al-Iqtishadiyah fi al-Kufah 49.

[10] Ibid.

[11]  Waq`ah ath-Thaff 11 dan Tarikh Thabari 4/267.

[12]  Waq`ah ath-Thaff 125 dan Tarikh Thabari 4/277.

[13]  Bihar al-Anwar 45/4.

[14]  Al-Hayat al-Imam al-Husain as 2/453.

[15]  Bihar al-Anwar 45/8.

Baca: Pola Bani Umayah dalam Menyesatkan Umat


No comments

LEAVE A COMMENT