Ketika Imam Hasan as. mulai memegang tampuk kekhilafahan yang sah atas baiat umat, Muawiyah mulai merencanakan serangan ke Irak dan mengirim surat kepada gubernurnya untuk memobilisasi pasukan. Muawiyah memobilisasi pasukannya dan para pendukungnya untuk menyerang Kufah. Imam Hasan juga memobilisasi penduduk Kufah untuk berjihad dan mengirim utusan untuk memanggil pasukan. Dia memberikan pidato, menekankan kesabaran dan kesiapan menghadapi cobaan.
Imam Hasan mengumpulkan pasukan di Nukhailah dan memberikan motivasi kepada pejuang. Meski Imam Hasan berusaha memobilisasi pasukan, sebagian penduduk Kufah menunjukkan ketidakresponsifan dan pemberontakan. Namun, beberapa tokoh seperti Adi bin Hatim, Qais bin Sa’ad, Ma’qal bin Qais, dan Ziyad bin Sha’sha’ah berdiri mendukung Imam Hasan dengan semangat.
Imam Hasan menghargai dukungan mereka dan menginstruksikan Mughirah bin Naudal bin Haris bin Abdul Muthalib untuk memimpin mobilisasi di Kufah. Sementara itu, Imam Hasan memimpin pasukan menuju Nukhailah untuk menghadapi serangan Muawiyah.
Kecenderungan Kontradiktif dalam Tubuh Pasukan Imam Hasan
Pasukan Imam Hasan memiliki keberagaman dan campuran elemen yang bertentangan di dalamnya. Pasukan ini bisa dikelompokkan ke dalam beberapa faksi:
Kaum Khawarij: Mereka yang sebelumnya membelot dari Imam Ali dan memeranginya. Dalam pasukan Imam Hasan, mereka mencoba menemukan posisi tengah. Namun, mereka akan mengkhianati Imam Hasan seperti yang akan dibahas nanti.
Baca: Surat Menyurat antara Imam Hasan bin Ali a.s. dengan Muawiyah
Faksi Labil: Mereka tidak memiliki tujuan atau arah yang tetap, hanya mengikuti arah yang diuntungkan dan mencari jaminan keselamatan.
Faksi Kaum Mukmin yang Ikhlas: Minoritas yang tetap setia pada Imam Hasan dan prinsip mereka.
Pasukan ini merupakan kumpulan berbagai kelompok dengan tujuan yang beragam, yang menciptakan perpecahan dan sulit diatasi bahkan oleh panglima perang berpengalaman. Imam Hasan merasakan bahaya perpecahan ini yang meruyak di dalam pasukannya. Sayyid Ibnu Thawus mencatat ucapan Imam Hasan yang mengekspos kekhawatirannya terhadap pasukannya, terutama dalam khotbahnya di Madinah. Dia menyatakan bahwa pasukannya sebelumnya mengorbankan dunia demi agama, namun sekarang mereka lebih mementingkan dunia daripada agama.
Muawiyah mengetahui kelemahan dalam pasukan Imam Hasan dan memanfaatkannya. Dia merencanakan perdamaian palsu dengan tujuan untuk memecah belah pasukan Imam Hasan dan memaksa Imam Hasan menerima situasi yang diciptakan. Ini adalah strategi Muawiyah untuk melemahkan pasukan lawan dan mendapatkan keuntungan.
Imam Hasan dan pasukannya pun tiba di Nukhailah dan berkemah di sana. Beliau kemudian pergi ke daerah Dir Abdirrahman untuk menunggu pasukan lainnya bergabung. Pasukan perintis dikirim untuk menyelidiki musuh dan menghentikannya, terdiri dari 12 ribu orang yang dipilih dari sahabat-sahabat mukhlis dan elemen terbaik pasukan. Komando umum diberikan kepada Ubaidillah bin Abbas. Imam Hasan memberikan wasiat berharga kepada Ubaidillah:
“Wahai putra pamanku, 12 ribu pasukan di bawah komandomu. Mereka dari berbagai latar belakang. Perlakukan mereka dengan baik, tunjukkan rona wajah bersahabat, dan jangan sombong. Mereka adalah sisa orang-orang kepercayaan Amirul Mukminin. Bawa mereka ke tepi sungai Efrat dan hadapi pasukan musuh. Tunggulah aku sebelum menyerang. Jika aku gugur, Qais bin Sa’ad akan mengambil alih, dan jika dia gugur, Sa’id bin Qais akan menggantikan.”
Pengkhianatan Komandan Pasukan Imam Hasan
Ubaidillah bin Abbas dan pasukannya tiba di Miskin (nama sebuah tempat di Irak) dan berkemah. Desas-desus fitnah mulai muncul, dengan mata-mata Muawiyah menyusup ke dalam pasukan Imam Hasan. Berita palsu menyebar bahwa Imam Hasan telah menyurati Muawiyah untuk berdamai, mengganggu konsentrasi pasukan. Ubaidillah bin Abbas terbawa suasana dan bingung, terombang-ambing antara kebenaran dan fitnah.
Ubaidillah mulai meragukan posisinya dan memikirkan akibat tindakannya. Kenangan tentang enggan orang Kufah untuk berperang dan keterlambatan mereka dalam menjawab seruan jihad memenuhi pikirannya. Ia mulai merasa tak yakin apakah pasukan perintis yang mayoritas dari Kufah bisa menghadapi pasukan Syam yang kuat. Dalam kebingungan, ia menerima surat dari Muawiyah yang mengiming-imingi kekuasaan dan kekayaan, mengekspos titik lemah Ubaidillah.
Surat Muawiyah berisi bahwa Imam Hasan telah mengirim surat perdamaian, dan jika Ubaidillah taat padanya, ia akan menjadi pemimpin. Namun, jika tidak, ia hanya seorang budak. Muawiyah juga menawarkan uang. Muawiyah memanfaatkan kebingungan Ubaidillah dan titik lemahnya dengan cara yang cerdik, mengandalkan ambisi dan keuntungan pribadi.
Metode Muawiyah dalam memerangi musuh adalah dengan memanfaatkan kelemahan mereka dan melumpuhkan semangat serta kekuatan mereka, dengan memanfaatkan segala cara yang menguntungkannya.
Ubaidillah bin Abbas, mengkhianati pasukan Imam Hasan dengan bergabung pada pihak musuh, menghianati kepercayaan Sang Imam. Keputusannya mengundurkan diri dan mengemis pada musuhnya adalah tindakan yang tidak pantas bagi seseorang dengan hati nurani dan martabat. Ketika pagi tiba, ketiadaan Ubaidillah terungkap. Orang munafik gembira, sementara yang setia berduka. Namun, Imam Hasan tetap tegar dan mendesak pasukannya untuk melawan Muawiyah.
Krisis ini hampir menghancurkan pasukan Imam Hasan, tetapi seorang panglima mukmin yang teguh, Qais bin Ubadah, tampil sebagai penerus Ubaidillah. Dalam upaya menjaga moral pasukan dan menggabungkan para prajurit yang terpecah, ia mengajak mereka untuk tetap kuat. Qais berbicara dengan tegas, mengungkapkan riwayat buruk Ubaidillah dan keputusannya untuk memihak musuh. Ia menegaskan komitmennya pada tujuan pasukan dan mempertahankan sikap teguhnya, menunjukkan kepemimpinan yang baru dan lebih kokoh.
Pengkhianatan semakin merajalela dalam pasukan Imam Hasan. Kabar mengenai pengkhianatan Ubaidillah bin Abbas menyebar sampai ke Madinah, mengakibatkan cobaan yang sangat berat bagi Imam Hasan. Berita tersebut mencakup surat-surat yang saling bertukar antara komandan-komandan pasukan dan Muawiyah, termasuk permintaan suaka dan janji-janji dari Muawiyah kepada para pembelot.
Pada saat yang sama, desas-desus palsu disebarkan oleh pihak musuh untuk mengacaukan pasukan Imam Hasan. Surat-surat palsu berisi kabar bahwa Imam Hasan telah berdamai dengan Muawiyah dan bahwa beberapa komandan pasukan telah memihak ke pihak musuh. Semua ini menyebabkan keraguan dan ketidakstabilan di antara pasukan Imam Hasan.
Baca: Perjuangan Imam Hasan al-Mujtaba dalam Catatan Emas Tinta Sejarah
Imam Hasan terus berjuang untuk menjaga moral dan semangat pasukannya. Ia mengenakan baju besi saat salat sebagai tindakan pencegahan terhadap serangan yang mungkin dilakukan oleh para pembelot. Ia juga mengirim utusan ke berbagai daerah untuk membangkitkan semangat perjuangan dan mengatasi pengkhianatan.
Namun, upaya Imam Hasan tidak sepenuhnya berhasil. Sejumlah komandan dan pasukan membelot, terutama setelah munculnya propaganda dan isu-isu palsu yang disebar oleh pihak musuh. Pihak Muawiyah secara cerdik memanfaatkan kelemahan ini dan menggunakan berbagai tipu daya untuk menghancurkan moral dan kesatuan pasukan Imam Hasan.
Kehadiran utusan dari Syam, yang datang membawa surat-surat dari penduduk Irak yang memberi tahu Imam Hasan tentang pengkhianatan dan ambisi para sahabatnya, semakin memperburuk situasi. Pasukan Imam Hasan semakin terpecah dan terguncang oleh fitnah dan kekacauan.
Muawiyah mencoba berbagai cara untuk mempengaruhi Imam Hasan. Ketika ajakan damai tidak berhasil, ia menyusun rencana kedua, yaitu mengirim utusan yang menyebarkan fitnah di tengah pasukan Imam Hasan. Utusan ini memuji tindakan damai dan mencoba menghasut pasukan.
Semua tindakan ini berhasil menggoyahkan pasukan Imam Hasan. Fitnah semakin merajalela, moral pasukan semakin merosot, dan kebingungan menyelimuti. Pasukan yang semula kuat terpecah belah dan menjadi rentan di tengah gempuran musuh yang jauh lebih besar.
Pengkhianatan besar-besaran ini merusak kekuatan pasukan Imam Hasan. Berbagai upaya dan tindakan yang diambil oleh Imam Hasan untuk menjaga persatuan dan semangat perjuangan terhadap fitnah ini tidak sepenuhnya berhasil mengatasi konspirasi pengkhianatan dan tipu daya pihak musuh.
*Disarikan dari buku Biografi Imam Hasan – The Ahlul Bayt Word Assembly