Setiap orang, sesuai dengan kadar keimanan mereka kepada Allah Swt, memiliki kecintaan kepada yang lain. Mereka akan mencintai selainnya didasarkan oleh penghambaan dan keibadahannya di hadapan Allah Swt, atau disebabkan oleh ketakwaan dan keimanan mereka. Karena, kecintaan kepada hamba-hamba yang dicintai Allah Swt merupakan perantara bagi manusia untuk menempuh jalan-Nya. Sebaliknya, jika ia menjauh dan tidak mencintai orang-orang yang dekat dengan Allah Swt, ia akan kehilangan jalan-Nya.
Perlu ditekankan kembali bahwa manusia akan meraih kecintaan Allah Swt lewat amal yang mereka lakukan, selain juga mereka akan mencapai apa-apa yang diharapkannya. Karena, satu-satunya harapan seorang pencinta adalah bahwa orang yang dicintainya juga memiliki kecintaan padanya. Oleh sebab itu, tentang bagaimana mencapai kecintaan Ilahi atau bagaimana manusia bisa menjadi objek kecintaan Allah Swt, Dia berfirman: “Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian.‘” (QS. Ali Imran: 31)
Sekarang, satu-satunya jalan dalam upaya pencarian jalan untuk sampai pada kecintaan Ilahi adalah berpegangan pada jalan Nabi Saw. Hendaklah ia mengikuti jalan beliau, sebagaimana beliau adalah kekasih Allah Swt, dan Dia pun mencintanya. Dengan mengikuti beliau, ia akan mendapat percikan dari kecintaan Allah Swt kepada Nabi Saw. Karena itu, salah satu jalan yang paling penting untuk meraih kecintaan Allah Swt adalah mengadakan hubungan dekat dengan utusan-Nya, sebab beliau adalah makhuk yang paling dicintai-Nya.
Baca: Bertawasul kepada Para Kekasih Allah
Bisa dikatakan bahwa segenap kecintaan Allah Swt terletak dalam bayangan cinta-Nya terhadap beliau Saw. Ungkapan ini bukanlah ungkapan yang tak berarti, karena semua kesempurnaan wujud yang mumkin (mewujud karena selain dirinya) terhimpun dalam satu wujud mumkin yang paling sempurna. Tentunya, wujud seperti ini secara autentik menjadi objek kecintaan dan perhatian Allah Swt.
Oleh sebab itu, hendaklah kita berusaha untuk saling mencintai sesama atas dasar kecintaan kepada Allah; hendaklah juga kita mengetahui orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan Allah serta para utusan-Nya dan mengadakan hubungan dengan mereka sehingga kecintaan Ilahi bisa terwujud.
Dari sisi lain, sebisa mungkin kita menjauhkan hati kita dari perkara-perkara yang memunculkan kecintaan duniawi, juga terhadap unsur-unsur yang menarik yang hanya berhubungan dengan alam fana ini. Sebab, jika kita saling mencintai atas dasar perkara dan nilai duniawi, hati kita akan terpenuhi dengan kecintaan yang berhubungan dengannya, sehingga tidak ada lagi tempat di hati bagi kecintaan Ilahi.
Manusia secara alami akan mencintai sesuatu yang memiliki kesempurnaan. Akan tetapi, jika hatinya melirik sesuatu yang lebih sempurna, secara perlahan ia akan berpaling dari sesuatu yang awal kali ia cintai. Agar kecintaan Ilahi tumbuh bersemi dalam hati dan supaya kecintaan terhadap dunia keluar dari jiwa, hendaklah memahami kesempurnaan yang lebih tinggi dari kesempurnaan dunia: bahwa kesempurnaan ini bersumber dari segala kesempurnaan, yaitu kesempurnaan yang tak terbatas.
Demikian juga segala keindahan dan kesempurnaan yang memunculkan kecintaan terdapat pada-Nya secara tak terbatas. Dari sisi bahwa pengetahuan kita berawal dari perkara-perkara materi, maka di awal penciptaan dan permulaan kehidupan, kita juga melewati tahapan-tahapan dunia. Karenanya, kita lebih cenderung kepada perkara-perkara duniawi.
Baca: Tauhid, Menolak Mengabdi Selain kepada Allah
Pribadi-pribadi maksum sedari awal memang memiliki perhatian terhadap yang maknawi, dan pengetahuan mereka sama sekali tidak memiliki warna duniawi; mereka adalah pengecualian. Kita diciptakan dari awal sudah memiliki perhatian pada perkara dan kesenangan duniawi. Untuk menghilangkan hal ini dan mengalihkan perhatian pada masalah-masalah maknawi dan nilai-nilai Ilahi, kita harus menempuh jihad (usaha keras) dalam rangka menguatkan hubungan kita dengan Allah Ta’ala.
Maka, kedekatan dan kecintaan kita kepada yang lain hendaklah berdasarkan pada kecintaan kepada Allah. Kenikmatan-kenikmatan dunia jangan sampai menjadi tujuan, sehingga kita lupa akan motif dan tujuan asli. Karenanya, hendaklah memperkuat hubungan kita dengan wali-wali Allah, sehingga kita bisa meraih cinta Ilahi. Sebab, antara kecintaan Allah Swt dengan kecintaan kepada wali-wali-Nya terdapat sejenis hubungan; keduanya bisa saling menguatkan dan saling memengaruhi.
Memisahkan antara kedua jenis kecintaan ini merupakan sesuatu yang tidak mungkin, akan tetapi keduanya saling menyatu. Oleh karena itu, keduanya saling memberikan pengaruh. Artinya, semakin besar kecintaan manusia kepada wali-wali Allah, maka kecintaan kepada Allah pun akan semakin besar.
Pengalaman membuktikan, ketika disebutkan keutamaan-keutamaan serta kesempurnaan-kesempurnaan Nabi Saw dan para Imam suci a.s. berkenaan dengan mukjizat-mukjizat, nilai-nilai Ilahi, kecintaan, hubungan serta mahabbah manusia. Ini akan lebih cepat untuk tumbuh dibanding dengan kita (langsung) menyebutkan sifat-sifat serta kesempurnaan-kesempurnaan Allah Swt.
Rahasia mengapa kecintaan pada wali-wali Allah lebih cepat tumbuh dalam hati kita, adalah karena mereka memiliki sinkhiyah (kesamaan) dengan kita. Mereka juga manusia, sama seperti kita. Pada batas tertentu, para wali Allah berada di ufuk pemahaman dan akal kita, walaupun tingkatan tinggi mereka tidak bisa dibandingkan dengan tingkatan manusia biasa.
Karena itu, jalan yang paling baik dan paling mudah untuk bisa mencintai Allah adalah bersahabat dengan sahabat-Nya. Semakin kuat hubungan dan kecintaan kita kepada mereka, maka kecintaan pada Allah pun akan semakin besar juga. Tetapi dengan syarat: kita mencintai mereka karena mereka dicintai Allah, bukan karena alasan yang lain seperti: kekayaan, kedudukan, atau perkara dunia yang lain.
Allah Swt berfirman: “Aku bersama mereka sampai akhir perjalanan, dan Aku tidak akan membiarkan mereka tanpa petunjuk-Ku. Setiap kali mereka melewati satu tanda, maka Aku akan meletakkan bagi mereka tanda yang lain, sehingga mereka tetap akan mendapat petunjuk-Ku, dan supaya mereka tidak berjalan tanpa petunjuk.”
Baca: Keharusan Memperhatikan Salat dan Merasakan Kehadiran Allah
Jelas, satu karunia khusus Zat Mahasuci Allah Swt kepada para wali serta kekasih hakiki-Nya adalah perhatian serta petunjuk-Nya yang menyeluruh dan abadi, dengannya mereka akan terlindungi dari keterjerumusan.
*Dikutip dari buku Menuju Insan Ilahi: Tafsir Hadis-Hadis Mikraj – Ayatullah Taqi Misbah Yazdi