Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Karakter dan Kepribadian Nabi Muhammad Saw di Masa Kecilnya

Ketika Nabi Muhammad Saw lahir, ayahnya Abdullah bin Abdul Muthalib telah meninggal dunia dalam suatu perjalanan bisnis ke Madinah. Beliau dikuburkan di dalam rumah seorang lelaki dari kabilah Bani Najar. Abdullah adalah anak kesayangan dan istimewa ayahnya. Saat Abdullah lahir, ayahnya berkurban 100 ekor unta dan membagikannya kepada masyarakat miskin.

Abdul Muthalib sangat berduka dengan kewafatan putranya Abdullah. Semua tumpahan kesedihan hatinya dialihkannya dengan kasih sayangnya kepada cucu satu-satunya dari mendiang anaknya. Abdul Muthalib menamai cucunya Muhammad, sebuah nama yang tidak lazim dan terdengar asing di telinga orang-orang Arab. Ketika ditanya orang-orang perihal nama itu, Abdul Muthalib berkata bahwa dalam mimpinya dia melihat bahwa anak ini kelak akan sangat dipuja dan dihormati di mata Allah Swt dan manusia.

Ibu susuan Nabi Muhammad Saw adalah Halimah Sakdiah. Ketika ia membawa Nabi Saw ke sukunya untuk disusui, Allah Swt menurunkan banyak berkah kepadanya dan keluarganya. Air susunya yang dulunya kering menjadi penuh dan Allah menjadikan tanah mereka subur penuh dengan bunga dan tanaman.

Baca: Keadaan Bangsa Arab Sebelum Kenabian Muhammad Saw

Perilaku dan tutur kata Muhammad sejak kanak-kanak dan remaja mendapat perhatian orang-orang tua. Mereka sangat menghormati dan mempercayainya sehingga ia digelari sebagai orang yang terpercaya (al-Amin). Hal ini terjadi bertahun-tahun sebelum ia diangkat menjadi nabi. kepribadiannya mengajarkan orang-orang tentang kejujuran, integritas, dan filantropi.

Ketika berumur enam tahun, Nabi Muhammad dan ibundanya Aminah berziarah ke Madinah ke makam Abdullah. Mereka menghabiskan waktu sebulan di Madinah. Selama masa-masa itu mereka menghabiskan waktu setiap harinya dengan duduk-duduk bersama di sisi makam Abdullah. Ingatan duka cita ini terus membayang dalam ingatan putranya, sedemikian rupa, hingga tahun sepanjang tahun hijrahnya setiap kali melewati lembah Madinah, Muhammad memandangi rumah itu sambil berkata: “Aku tinggal di rumah ini bersama ibuku dan ini adalah makam ayahku.”

Aminah kembali ke Mekah dengan putra tercintanya. Tetapi dalam perjalanan beliau jatuh sakit dan meninggal dunia di suatu tempat bernama Abwa. Nabi Muhammad kehilangan ibundanya. Hanya Allah Swt yang mengetahui kesedihan anak berumur enam tahun ini. Kita hanya mengetahui hal ini lebih banyak 55 tahun setelahnya ketika beliau berangkat haji. Begitu melihat makam ibundanya, ia menangis sedih sehingga orang-orang yang ikut menyertai pun turut menangis. Beliau bersabda: “Aku mengenang kasih sayang dan kelembutan Ibundaku.”

Nabi Muhammad Saw mempunyai banyak sekali kelebihan dan keutamaan sehingga membuatnya berbeda dari anak-anak lainnya. Ia tidak pernah berbuat salah seperti yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Ia tidak pernah menjerumuskan dirinya dalam dosa seperti orang lain. Nabi Muhammad tidak pernah ikut serta dalam perkumpulan nyanyian dan dansa mereka. Ia tidak pernah minum minuman keras. Beliau membenci berhala. Ia selalu berkata jujur, benar, dan bisa memegang amanah.

Rasulullah Saw berotak cerdas, tulus hati, berpikiran bersih, dan kaya ide. Karena itulah tidak mengherankan jika ia terhindar dari pergaulan komunitas jahiliyah. Itulah yang membuatnya sering menyendiri, merenungi kondisi nestapa jiwa masyarakat dan akhirnya lebih banyak memikirkan keagungan Sang Maha Pencipta.

Baca: Pribadi Nabi Muhammad Saw Menurut Lisan Suci Amirul Mukminin a.s.

Sepanjang masa itu orang-orang yang masih beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah mereka yang masih setia mengikuti ajaran Nabi Ibrahim a.s., Nabi Muhammad termasuk salah seorang dari mereka. Beliau pergi berkhalwat dalam sebuah gua bernama Hira sebulan penuh setiap tahunnya untuk berdoa dan bermunajat dengan penciptanya. Sepanjang bulan itu beberapa orang teman atau pembantunya membawakannya makanan. Setelah selesai berkhalwat ia melakukan tawaf tujuh putaran ke Kabah sebelum kembali ke rumah.

*Disarikan dari buku Muhammad Jati Diriku – Javad Baheshti

No comments

LEAVE A COMMENT