Menurut dokumen-dokumen sejarah yang kuat, Rasulullah Saw tumbuh besar dalam lingkungan masyarakat paling hina, yang berada dalam kubangan kebodohan, kebobrokan, serta kebejatan moral. Beliau melewatkan masa kanak-kanak dan mudanya dalam lingkungan seperti ini dan tanpa memperoleh pendidikan formal.
Sekali pun beliau tidak pernah menyembah berhala atau berakhlak dan bermoral rendah, beliau memang tumbuh dewasa di kalangan orang-orang seperti ini, dan kehidupan biasa yang dijalaninya tidak memberikan isyarat akan masa depannya yang penting, sesuatu kehidupan yang hampir tidak pernah melintas dalam harapan anak yatim dan tak terdidik seperti beliau.
Rasulullah Saw hidup dengan cara ini sampai pada suatu malam, sewaktu beliau tengah beribadah dengan kalbu yang tenang dan pikiran jernih, watak dirinya pun mengalami pengubahan. Karakter beliau yang tenang dan amat memperhatikan dirinya sendiri ini diubah menjadi karakter samawi.
Beliau menyadari bahwa pikiran-pikiran dan kepercayaan-kepercayaan yang dipelihara selama ribuan tahun dalam masyarakat manusia adalah takhayul belaka, dan bahwa praktik-praktik yang dilakukan manusia di seluruh dunia merupakan satu bentuk penindasan kejam. Beliau menghubungkan masa lalu dengan masa depan, serta melihat dengan sempurna di mana letak kebahagiaan umat manusia.
Baca: Ungkapan Rasulullah Saw tentang Musibah yang Akan Menimpa Sayidah Fathimah a.s.
Visi dan ucapan Rasulullah Saw sepenuhnya mengalami transformasi, karena itu beliau tidak melihat dan mendengar sesuatu kecuali kebenaran, dan beliau tidak berbicara apa pun kecuali hikmah dan bimbingan Tuhan. Pandangan beliau terbang jauh, dan, sebaliknya, dari berusaha melakukan pembaharuan lokal yang berkaitan dengan masalah-masalah sehari-hari, beliau melakukan pembaharuan di dunia, menumbangkan sistem penindasan masyarakat manusia yang sudah berusia ribuan tahun.
Beliau melancarkan pemberontakan guna membangkitkan kembali terwujudnya kebenaran, meruntuhkan kekuatan-kekuatan dunia, serta membuat takut kekuatan-kekuatan yang menentangnya. Beliau berbicara tentang hikmah Ilahi serta menyimpulkan berbagai rahasia wujud dari pengetahuan tentang keesaan Sang Pencipta. Beliau menjelaskan nilai-nilai etika paling agung yang bisa dicapai manusia dengan cara yang paling gamblang. Beliau menerangkan bagaimana nilai-nilai itu berkaitan satu sama lain. Beliau lebih yakin ketimbang orang lain akan apa yang beliau anjurkan untuk dilakukan oleh manusia seluruhnya, dan beliau sendiri mempraktikkannya.
Beliau membawa hukum-hukum dan undang-undang Ilahi, termasuk juga amal-amal ibadah yang mengungkapkan tingkatan penghambaan diri di hadapan keagungan Allah yang Maha Esa dengan cara yang paling indah. Beliau juga membawa hukum-hukum yang lain, meliputi hak-hak di hadapan hukum dan sanksi yang bekerja bersama-sama secara sempurna, karena didasarkan pada tauhid dan penghormatan atas potensi etika tertinggi manusia.
Hukum-hukum yang dibawa Rasulullah Saw bila dipandang secara keseluruhan, termasuk aturan-aturan ibadah dan perdagangan mencakup segala permasalahan kehidupan individu maupun sosial yang mungkin muncul serta semua masalah yang bisa berjalan, seiring dengan berlalunya waktu. Rasulullah Saw sendiri memandang hukum-hukum agamanya memiliki cakupan yang menyeluruh dan bersifat abadi. Artinya, beliau yakin bahwa agamanya bisa menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan duniawi dan ukhrawi masyarakat manusia untuk selama-lamanya, dan bahwa manusia harus mengikuti praktik ini guna memperoleh kebahagiaannya. Beliau sendiri sering kali berkata: “Apa yang aku bawa akan menjamin kebahagiaan kamu sekalian di dunia ini mau pun di akhirat nanti.”
Tentu, beliau tidak mengucapkan ini secara sembrono dan serampangan saja. Beliau mengemukakan kesimpulan yang dicapainya itu setelah mengkaji dengan tekun dan teliti penciptaan Allah dan masa depan kehidupan umat manusia. Dengan kata lain, setelah mencapai keselarasan sempurna antara hukum-hukum dan watak spiritual serta fisikal manusia, dan melakukan pertimbangan penuh mengenai transformasi-transformasi yang mungkin terjadi di masa mendatang, termasuk petaka yang bakal menimpa masyarakat Islam, beliau lalu menyatakan bahwa undang-undang dan hukum-hukum dalam agamanya akan bersifat abadi.
Nubuat-nubuat Rasulullah Saw yang telah sampai pada kita melalui sumber-sumber sahih, telah berbicara dengan jelas ihwal kondisi-kondisi umum dan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah wafatnya hingga masa-masa belakangan ini. Beliau melakukan semua ini dalam jangka waktu 23 tahun, 13 tahun di antaranya di bawah penyiksaan orang-orang kafir yang hampir tak tertanggungkan, dan 10 tahun disibukkan oleh perang dan mobilisasi untuk pertempuran, perjuangan eksternal melawan musuh, perjuangan internal melawan orang-orang munafik dan lainnya, mengelola urusan-urusan kaum Muslimin, memperbaharui keyakinan-keyakinan, moralitas dan perilaku mereka serta berbagai hal lainnya.
Rasulullah Saw menjalani semua ini dengan tekad kokohnya untuk mengikuti dan menghidupkan kebenaran. Pandangannya yang realis hanya mengenal kebenaran, dan tak membiarkan sesuatu yang bertentangan dengannya menggantikannya, sekali pun hal itu bakal mendatangkan manfaat bagi kepentingan-kepentingan dirinya atau sesuai keinginan masyarakat. Apa yang beliau ketahui sebagai kebenaran, beliau pegang erat dengan kalbu dan jiwanya, dan tak pernah ditolaknya; dan apa pun yang beliau ketahui sebagai kebatilan, beliau tolak dan tak pernah diterimanya.
Manakala kita memperhatikan fakta-fakta ini dengan jujur, kita tidak bakal meragukan bahwa penampilan sosok seperti ini dalam kondisi-kondisi demikian itu, tidak memiliki penyebab lain kecuali campur-tangan Ilahi. Dalam hal ini, Allah Swt berkali-kali menyebut-nyebut keadaan yatim dan kekurangan Rasulullah Saw di masa kanakkanaknya. Allah memperlakukan karakter agung yang diberikan kepada beliau sebagai bukti bahwa beliau memang layak mengemban misi tersebut.
Baca: Sabda Rasulullah Saw tentang Para Imam Dua Belas sebagai Penerusnya
Allah Swt berfirman: “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?” (QS. adh-Dhuha: 6-8)
Allah juga berfirman: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu; andai kata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu.” (QS. al-Ankabut: 48).
Selanjutnya, Allah pun berfirman: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja semisal Al-Quran itu.” (QS. al-Baqarah: 23)
*Disarikan dari buku Inilah Islam – Alamah Sayid Husain Thabathabai