Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kata “Maaf”, Kunci Kemuliaan

Suatu hari dua orang sahabat sedang berjalan-jalan di padang sahara. Setelah beberapa lama berjalan, terjadi perselisihan dan keributan. Salah seorang menampar keras wajah sahabatnya.

Setelah kejadian itu, sahabat yang mendapat tamparan keras tersebut menulis di atas pasir, “Hari ini sahabat baikku telah menamparku”.

Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah tempat yang hijau, penuh dengan pepohonan. Karena kelelahan, keduanya memutuskan untuk beristirahat di pinggir sebuah danau yang ada di sekitar tempat itu untuk beberapa saat.

Tiba-tiba, kaki sahabat yang mendapat tamparan keras tersebut terpeleset dan jatuh ke danau yang ternyata cukup dalam. Ia tidak bisa berenang dan hampir saja tenggelam. Sahabat baiknya segera melompat dan menyelamatkannya. (Baca: Nusaibah, Pahlawan Perempuan di Perang Uhud)

Setelah kejadian itu, sahabat yang hampir tenggelam itu memahat suatu tulisan di atas bebatuan, “Hari ini sahabat baikku telah menyelamatkanku dari kematian.”

Sahabatnya bertanya, “Apa yang engkau lakukan; saat aku menamparmu dengan keras, engkau menuliskannya di atas pasir dan saat aku menyelamatkanmu, engkau memahatnya di atas batu?”

Sahabatnya menjawab, “Ketika orang lain berbuat salah terhadap kita, sebaiknya kita tidak menyimpannya dalam-dalam di hati, segera kita buka pintu maaf. Sebaliknya, saat orang lain berbuat baik kepada kita, sebaiknya kita mengukir di hati kita supaya selalu teringat dengan kebaikan orang lain.”

Di antara sifat-sifat orang mukmin, menurut Nabi saw. adalah:

یَسْتَكْثِرُ قَلِیلَ الْخَیْرِ مِنْ غَیْرِهِ وَ یَسْتَقِلُّ كَثِیرَ الْخَیْرِ مِنْ نَفْسِهِ

“Menganggap besar kebaikan orang lain dan menganggap kecil kebaikan diri sendiri.”

Adapun berkenaan dengan sahabat terbaik, Imam Hasan Al-Askari a.s. berkata:

خيرُ اِلاخوانِ مَن نَسِيَ ذَنبَكَ وَ ذَكَر اِحسانَكَ اِلَيهِ

“Sahabat terbaik adalah sahabat yang tidak melihat kesalahanmu dan mengingat kebaikanmu.” [Biharul Anwar, jilid 78, halaman 379]

Melupakan Kesalahan Oran Lain dan Memberi Maaf

Melupakan kesalahan orang terhadap kita dan memaafkannya memiliki berbagai manfaat, di antaranya:

* Dapat merubah musuh menjadi sahabat

Allah swt berfirman:

وَلَا تَسْتَوِى الْحَسَنَةُ وَ لَا السَّيِّئَةُ    ؕ  اِدْفَعْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ فَاِذَا الَّذِيْ بَيْنَكَ وَبَيْنَهٗ عَدَاوَةٌ كَاَنَّهٗ وَلِيٌّ حَمِيْمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (balaslah kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Fussilat: Ayat 34)

* Orang yang memberikan maaf menjadi mulia

Nabi saw. bersabda:

عَلَیْکُمْ بِالْعَفْوِ فَاِنَّ الْعَفْوَ لا یَزیْدُ اِلاّ عِزّاً

“Hendaknya kalian memberi maaf, karena akan menambah kemuliaan.” (Baca: 10 Kemuliaan Sayyidah Zainab as – 1)

* Mencegah tindak kejahatan dan rasa dengki

Nabi saw bersabda:

تَعاَفُوْا تَسْقُطُ الضَغائِنُ بَیْنَکُمْ

“Saling member maaflah kalian supaya tidak ada permusuhan dan rasa dengki di antara kalian.”

* Menenangkan jiwa dan memperpanjang usia

Nabi saw. bersabda:

مَنْ کَثُرَ عَفْوُهُ مُدَّ فى عُمْرِهِ

“Barangsiapa memiliki rasa pemaaf yang besar, akan dipanjangkan usianya.”

Tentunya beberapa manfaat di atas dilihat dari pengaruhnya terhadap orang lain. Adapun sisi maknawi dan pahalanya juga sangat banyak sekali, di antaranya ucapan Imam Ali a.s. berikut ini:

العفو مع القدرة جُنّةٌ مِنْ عَذابِ اللّهِ سُبْحانَهُ

“Memaafkan saat memiliki kemampuan (bukan karena terpaksa) merupakan tameng dari azab Allah swt.”[*]

Baca: Perempuan Itupun Mengadu kepada Ali

 

No comments

LEAVE A COMMENT