Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Keteraniayaan yang Dialami Imam Ali a.s.

Belum pernah ada di alam ini orang yang teraniaya sebagaimana Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s., dan tidak akan pernah ada. Keteraniayaan yang dialami oleh Imam Ali a.s. lebih besar dari keteraniayaan yang dialami oleh Imam Husain a.s. dan Fatimah Zahra a.s., meskipun begitu besar kezaliman yang telah menimpa mereka berdua.

Imam Ali a.s. hidup sesudah Rasulullah Saw selama 30 tahun. 25 tahun darinya dia hanya duduk di rumah. Namun demikian dia telah melakukan pekerjaan yang banyak, dan yang terpenting darinya ialah menjaga dan melindungi Islam secara penuh. Sampai-sampai Zamakhsyari mengatakan di dalam sebuah bukunya, “Telah terjadi 73 kali keadaan sensitif yang kalau sekiranya Ali a.s. tidak ada maka Islam telah punah.”

Pada sisi lain, Umar bin Khattab telah mengatakan pada 73 kali kesempatan, “Seandainya tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Itu artinya, bahwa pada saat itu Islam telah berada pada bahaya yang besar. Selama kurun waktu yang sama Imam Ali juga telah mampu membangun 26 kebun, yang kemudian diwakafkan kepada orang-orang yang lemah dan membutuhkan. Dengan perbuatannya ini Imam Ali a.s. ingin mengatakan kepada kita, jika kamu benar-benar orang Syiah maka kamu harus menjadi orang yang salih yang senantiasa memikirkan nasib orang­-orang miskin, dan kamu harus mencari kesempatan yang ada, baik yang ada di individu-individu maupun yang ada di masyarakat.

Baca: Pemikiran Imam Ali a.s. Mengenai Hak Asasi Manusia

Sungguh, masa tersebut adalah masa yang amat sulit bagi Imam Ali a.s., dimana Imam Ali a.s. mengatakan, “Aku telah bersabar selama 25 tahun, sementara kesedihan menyumbat tenggorokanku dan debu halus menutupi mataku.”

Ketika Imam Ali a.s. dipaksa untuk menerima kekhilafahan, Imam Ali berkata kepada mereka, “Tidak ada lagi yang dapat dilakukan. Karena jalan sudah sedemikian bengkok sehingga sudah tidak bisa diluruskan lagi.” Namun demikian akhirnya Imam Ali terpaksa menanggung beban kekhilafahan itu. Imam Ali a.s. berkata, “Saya bersedia menjadi khalifah bagi kamu namun dengan syarat saya akan berjalan di atas dasar petunjuk Alquran dan sunah terhadapmu.”

Dan mereka pun menerima syarat yang diajukan olehnya. Namun, belum berjalan dua bulan dari kejadian itu, mulailah sekelompok orang dari para pencari kedudukan dan pengabdi uang menghunuskan pedangnya terhadap Imam Ali a.s.

Pertama-tama, datang sekelompok orang dari mereka menemui Imam Ali a.s. manakala Imam as sedang sibuk menghitung harta baitul mal. Setelah Imam Ali menyelesaikan pekerjaannya, mulailah mereka menyampaikan keluhannya. Mereka berkata, “Kami datang ke hadapanmu untuk protes, kenapa kamu tidak menaruh perhatian terhadap urusan-urusan kami?” Pada saat mereka mulai mengutarakan keluhan-keluhan mereka, Imam Ali memadamkan lilin. Melihat itu mereka bertanya, “Kenapa kamu matikan lilin?” Imam Ali a.s. menjawab, “Sejak tadi hingga saat ini saya bekerja menghitung harta baitul mal. Adapun sekarang, kamu ingin berbicara tentang urusan pribadi. Oleh karena itu, tidak mungkin saya menyalakan lilin lampu yang dibeli dengan harta baitul mal untuk urusan seperti ini.”

Mendengar jawaban itu mereka berkata kepada diri mereka, “Membakar satu lilin saja, yang dibeli dari harta kaum Muslim, untuk pembicaraan pribadi dia tidak mau, mana mungkin dia mau memberikan kedudukan atau harta pada bukan tempatnya?”

Akhirnya, mereka pun pergi dan kemudian menyalakan api peperangan jamal. Mereka menghimpun kurang lebih 40.000 manusia-manusia awam dari kota Mekah, Madinah, Bashrah dan kota-kota lainnya, dan kemudian memerangi Imam Ali dalam peperangan yang dikenal dengan sebutan Perang

Jamal. Peperangan ini amat dilematik sekali bagi Imam Ali, karena dia dipaksa untuk membunuh kaum Muslim. Sungguh ini merupakan perkara yang amat sulit baginya. Namun demikian tidak ada jalan lain selain itu. Imam Ali melihat Islam berada dalam bahaya, dan mereka para pengabdi harta dan kedudukan bermaksud menghapuskan ajaran Islam. Oleh karena itu, Imam Ali pun bertindak menyelamatkan Islam dengan pedangnya.

Imam Ali berhasil membunuh sebagian dari mereka dan mencerai-beraikan sebagian mereka yang lain. Akhirnya, Perang Jamal pun dapat dipadamkan, namun demikian peperangan tersebut meninggalkan kepedihan di dalam hati beliau a.s. Perang Jamal dikobarkan oleh mereka para pencari kedudukan, pengabdi uang dan orang-orang yang memakan harta manusia dengan cara yang batil. Kenapa Imam Ali menjerumuskan dirinya ke dalam perang jamal? Karena dia komitmen untuk baitul mal kaum Muslim. Dia telah menulis surat kepada para gubernurnya, “Tuliskanlah penamu dengan cermat, periksalah baris-baris tulisanmu, buanglah campur-tanganmu dariku, berlakulah hemat, dan jauhilah sikap boros, karena sesungguhnya harta kaum Muslim tidak dirugikan.”

Meskipun Imam Ali sudah sedemikian teliti di dalam menghitung harta baitul mal, namun dia masih menangis di waktu sahur (karena takut tidak berlaku teliti sampai batas yang cukup atau takut melakukan kesalahan), dan berdoa kepada Allah Swt dengan mengatakan, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari tanya-jawab perhitungan. Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari perhitunganmu di Hari Kiamat, di mana di situ tidak ada sehelai rambut pun yang tertinggal.” Untuk itulah dia menangis, karena takut ada harta orang lain yang menempel pada tangannya.

Pada kesempatan lain Imam Ali a.s. mengatakan, “Demi Allah, seandainya diberikan kepadaku tujuh kawasan dengan segala sesuatu yang ada di bawahnya supaya aku bermaksiat kepada Allah Swt dengan cara merebut sebutir biji gandum dari seekor semut, niscaya aku tidak mau melakukannya.”

Baca: Keutamaan-keutamaan Imam Ali a.s. Tidak Akan Pernah Dapat Tertutupi

Ini bukan perkataan yang berlebihan, ini adalah perkataan manusia maksum. Dengan kata-katanya ini Imam Ali a.s. ingin mengatakan kepada kita, Jauhilah kezaliman di dalam perbuatan Anda! Janganlah Anda menzalimi istri dan anak-anak Anda! Demikian juga dengan Anda wahai ibu-ibu, janganlah sampai Anda menzalimi suami Anda! Hendaknya kita semua menjaga kehormatan dan martabat orang lain. Menggunjing itu zalim, menuduh itu zalim, menyebarluaskan isu yang memecah belah manusia itu zalim, dan termasuk kezaliman yang besar. Imam as berkata,

“Memakan satu dirham uang riba dosanya sebanding dengan berzina sebanyak 70 kali dengan orang yang sudah menikah.” Kemudian Imam as melanjutkan perkataannya, “Menggunjing itu dosanya lebih besar dari memakan riba.” Oleh karena itu, janganlah Anda berbuat zalim terhadap kaum Muslim dan menghilangkan martabat dan kehormatan mereka! Sesungguhnya Allah Swt menyukai air muka dan kehormatan kaum Muslim.”

Pelayanan kepada Manusia Merupakan Sumber Kebahagiaan Para Imam a.s.

Jika Anda ingin kebutuhan-kebutuhan Anda terpenuhi, jika Anda ingin akhir dari kehidupan Anda berada dalam kebaikan, jika Anda ingin masa depan anak-anak Anda terjamin, maka berusahalah sekuat tenaga untuk bisa memenuhi kebutuhan orang lain. Karena sesungguhnya keridhaan Allah, keridhaan Rasulullah saw dan keridhaan para Imam a.s. terletak pada perbuatan ini; dan demikian juga kemurkaan mereka terletak perbuatan zalim terhadap manusia.

Imam Jakfar Shadiq a.s. berkata, “Wahai para pengikut kami, kenapa kamu menyakiti hati kami sampai batas seperti ini? Kenapa kamu menyakiti kami sampai batas seperti ini?” Kemudian berdirilah seorang laki-laki ke tengah­tengah majelis dan berkata, “Wahai putra Rasulullah, kapan kami telah menyakiti kamu?” Imam Jakfar Shadiq menjawab, “Dua hari yang lalu.” Imam meneruskan, “Bukankah kamu telah mendatangiku dengan berkendaraan, bukankah di tengah jalan kamu telah berjumpa dengan seorang laki-laki yang kelelahan di sisi jalan dan meminta kepadamu untuk diberi tumpangan, namun kamu menolaknya padahal kamu mampu memberinya tumpangan. Dengan perbuatanmu ini berarti kamu telah menyakiti hati Rasulullah Saw dan telah menyakiti hati Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s.”

Baca: Sosok Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dalam Pandangan Sejarah

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. telah bersedia menanggung peperangan Jamal dengan tujuan semata-mata untuk menghadapi segala macam bentuk kerendahan, dengan tujuan supaya tidak ada kezaliman, supaya hak-hak kaum Muslim sampai kepada pemiliknya yang sah. Demikian juga dengan musibah-musibah yang lebih besar lainnya, seperti perang Shiffin, perang Nahrawan dan perang Khawarij. semua itu dilakukan oleh Imam Ali as semata-mata untuk menghadapi segala macam bentuk kerendahan dan kezaliman.

*Disarikan dari buku Membentuk Pribadi Menguatkan Rohani – Ayatullah Husain Mazahiri


No comments

LEAVE A COMMENT