Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Kewajiban Bekerja dalam Islam

Kerja adalah landasan penciptaan dan satu-satunya jaminan bagi setiap makhluk untuk tetap hidup. Allah Swt telah membekali setiap makhluk -sesuai wataknya- dengan sarana untuk memperoleh apa yang bermanfaat baginya dan menolak bencana yang akan menimpa dirinya. Manusia, makhluk yang paling pelik dan menakjubkan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang lebih besar daripada makhluk­makhluk lainnya. Karenanya terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang lebih banyak untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan tersebut dan untuk memelihara keutuhan keluarganya yang alamiah sifatnya. Oleh karena itu Islam sebagai agama yang sesuai dengan alam dan masyarakat telah mewajibkan setiap pemeluknya untuk mempunyai pekerjaan yang halal.

Rasulullah Saw bersabda: Mencari penghidupan wajib bagi setiap Muslim, laki-laki dan perempuan.

Islam tidak menghargai orang­orang yang menganggur. Ketika Rasulullah Saw melihat seorang yang bertubuh kuat, beliau bertanya: “Apakah dia bekerja? Ketika dikatakan kepada beliau bahwa dia tidak bekerja, beliau memberi komentar: “Harga dirinya telah merosot di mataku.”

Artinya, Rasulullah Saw memandang seorang yang menganggur, sedang dia bukan orang yang sudah tua atau cacat, maka ia tidak berharga. Dalam Islam, setiap orang sesuai dengan bakat dan kecenderungannya, wajib memilih salah satu mata pencaharian, dan dengan demikian memperoleh penghidupannya. Dengan demikian dia ikut memikul beban untuk menyediakan kebutuhan guna kenyamanan hidup masyarakat.

Baca: Bekerja Keras

Allah Swt berfirman: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Singkatnya, Islam mendesak manusia dengan penuh penekanan agar bekerja dan memperoleh penghidupan, dan Islam tidak mengabaikan kegiatan ekonomi dalam keadaan yang bagaimanapun sulitnya.

Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan kepada salah seorang sahabat beliau yang bernama Hisyam: “Bahkan dalam peperangan, ketika kekuatan-kekuatan yang bermusuhan telah saling berhadapan dan api peperangan telah membakar mereka, engkau tidak boleh mengabaikan kerja ekonomimu serta kegiatan-kegiatan yang perlu untuk menghasilkan pendapatan. Kejarlah upaya ekonomimu meskipun dalam kondisi yang sulit seperti itu.”

Jadi, menjadi orang yang menganggur karena kemalasan, sangat tercela dalam Islam. Kerja dan perjuangan ekonomi adalah jalan lurus yang telah diletakkan oleh alam di halapan manusia. Dengan menempuh jalan tersebut, manusia akan mencapai kebahagiaannya. Menyimpang dari jalan alamiah ini, meskipun sedikit saja, akan membawa kehancuran. Menyimpang dari sesuatu yang merupakan landasan sistem hidup kita, akan membawa kepada malapetaka di dunia dan di akhirat.

Imam Musa Kazhim a.s. telah berkata: “Janganlah engkau memperlihatkan kelemahan dan keletihan dalam bekerja; jika tidak, engkau akan rugi di dunia ini dan di akhirat nanti.”

Baca: Tingkatan-tingkatan Ibadah Seorang Hamba

Rasulullah Saw mengutuk mereka yang terbiasa menganggur dan santai, dan dengan demikian menjadi beban bagi orang lain. Dewasa ini, kajian-kajian psikologis dan sosiologis telah memperjelas bahwa banyak penyakit sosial timbul karena penganggran. Pengangguran menghentikan roda ekonomi masyarakat dan kehidupan budaya, dan memunculkan segala macam kemerosotan moral dan pandangan yang penuh takhayul.

*Dikutip dari buku Inilah Islam – Alamah Sayyid Husain Thabathabai


No comments

LEAVE A COMMENT