Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Makna Cobaan dan Dampaknya

Imam Khomeini dalam bukunya 40 Hadis, Telaah atas Hadis-hadis Mistis dan Akhlak menjelaskan tentang makna cobaan yang diberikan kepada manusia serta berbagai dampaknya. Menurut beliau setiap pemberian, kelonggaran, gangguan, dan setiap perintah, larangan, serta pembebanan tugas adalah termasuk dalam kategori cobaan yang bertujuan untuk menyaring manusia dan memisahkan antara mereka yang taat dan pendosa.

Selanjutnya dipaparkan dalam buku ini bahwa jiwa manusia semenjak awal mula kelahirannya dan keterikatannya dengan jasmani, serta proses penurunannya ke alam fisik (mulk), secara potensial memiliki berbagai kemampuan pemahaman, pengetahuan, serta pengalaman. Secara bertahap, ia bergerak dari potensialitas ke aktualitas dengan rahmat Allah Yang Mahakuasa dan Mahamulia. Pada mulanya tampak jangkauannya yang bersifat lemah dan partikular, seperti indra perasa dan indra luar lainnya, bergerak dari yang rendah ke yang lebih tinggi. Berikutnya, jangkauannya yang bersifat batiniah mulai muncul secara bertahap pula.

Baca: Tafsir: Pertanda Lemah Iman

Namun, keberadaan semua bakat dan sifat bawaan tersebut hanya bersifat potensial saja. Jika tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memunculkan potensi-potensi baik dan ia dibiarkan begitu saja tanpa ada yang menumbuh-kembangkannya, niscaya sifat-sifat buruklah yang akan lebih dominan, dan terbentuklah sifat-sifat buruk itu sehingga jiwa manusia lebih cenderung pada keburukan.

Sebab, seperti diketahui, faktor-faktor penggerak yang bersifat batin, seperti syahwah (syahwat), ghadhab (kemarahan), dan lain-lain selalu mendorongnya pada dosa, kebobrokan, agresi, dan tirani. Setelah manusia tunduk pada kekuatan dalamnya yang buruk ini selama beberapa waktu, ia akan berkembang menjadi monster dan iblis yang sangat aneh.

Namun, karena kasih sayang dan rahmat Allah Swt telah meliputi umat manusia semenjak azali, Dia menganugerahi mereka -berdasarkan sebuah penilaian cermat- dua guru dan pendidik yang merupakan dua sayap yang dengannya ia terbang dari jurang kebodohan, kerusakan, keburukan, kejelekan menuju puncak pengetahuan, kesempurnaan, keindahan, kebahagiaan, dan, membebaskan diri mereka dari lembah alam yang sempit untuk mencapai cakrawala alam ruh (malakut) yang luas dan terbuka.

Baca: Imam Ali Khamenei: Maksumin Ada untuk Diteladani

Pertama adalah guru yang bersifat batin, yaitu akal dan kemampuan untuk dapat membedakan yang baik dari yang buruk. Kedua guru lahiriah, yaitu para nabi dan para pembimbing Ilahi yang menunjukkan jalan kebahagiaan dan menjauhkannya dari jalan keburukan. Salah satu dari keduanya tidak dapat melaksanakan peran yang semestinya tanpa bantuan yang lainnya, karena intelek manusia itu sendiri tidak dapat mengenali jalan kebahagiaan dan keburukan maupun menemukan jalan menuju dunia yang tersembunyi dan dunia kemaujudan ukhrawi. Demikian pula, bimbingan para nabi tidak dapat efektif tanpa penggunaan kemampuan akal dan kemampuannya dalam membedakan.

Tuhan Yang Mahasuci yang telah menganugerahi kita dua macam guru dan pembimbing ini bertujuan agar kita dapat merealisasi serta mengaktualisasi setiap potensi dan kemampuan yang terpendam di dalam jiwa kita. Allah Swt telah menganugerahi dua anugerah besar ini untuk menguji dan mencoba kita, karena kedua anugerah inilah yang memisahkan manusia menjadi yang bahagia dan yang sengsara, yang taat dan yang membangkang, yang sempurna dan yang tak sempurna. Sebagaimana dikemukakan oleh wali orang-orang Mukmin Ali ibn Abi Thalib a.s: “Demi yang mengurus Nabi saw dengan kebenaran, kamu benar-benar akan dicampur-baurkan dan kemudian dipisahkan dalam saringan (ujian dan penderitaan Tuhan).”

Di dalam Kitab Al-Kafi, Imam Jafar Shadiq a.s berkata: “Tak dapat dihindari bahwa umat manusia mesti dibersihkan, dipisahkan, dan disaring sehingga sejumlah besar dikeluarkan dari saringan itu.”

Baca: Memperdalam Ilmu Agama, Manajemen Kehidupan Dunia, dan Bersikap Sabar

Syaikh Al-Kulaini juga meriwayatkan hadis berikut ini dengan isnadnya dari Manshur bahwasanya Imam Jafar Shadiq a.s berkata kepadaku, “Hai Manshur! Sungguh masalah ini (yakni munculnya Al-Mahdi a.s) tak akan datang kepadamu kecuali setelah adanya keputusasaan, dan demi Allah, tak akan datang kepadamu sampai engkau disisihkan, dan demi Allah, sampai engkau disucikan, dan demi Allah, sampai orang yang sengsara memperoleh kesengsaraannya dan orang yang bahagia memperoleh kebahagiannya.”

Dalam hadis lain juga diriwayatkan beliau a.s berkata: “Sungguh tak ada kesempitan dan kelonggaran yang diperintahkan dan dilarang Allah kecuali di situ ada penderitaan, ujian, dan ketetapan-Nya.”

Setiap pemberian, kelonggaran, gangguan, dan setiap perintah, larangan, serta pembebanan tugas adalah termasuk dalam kategori cobaan. Demikian pula pengutusan para nabi dan rasul, penurunan kitab-kitab suci samawi, semuanya dimaksudkan untuk menyeleksi manusia, memisahkan mereka yang bahagia dari yang celaka, antara yang taat dan pendosa. Selanjutnya, makna cobaan dan ujian Tuhan adalah pemisahan itu sendiri, yang tampak pada dataran alam realita, bukan pengetahuan-Nya tentang keterpisahan itu, karena pengetahuan Allah Swt bersifat azali dan meliputi segala sesuatu sebelum keterciptanya.

Baca: Imam Khomeini: “Jangan Biarkan Hakikat Islam Tersembunyi!”

Hasil dari cobaan dan ujian ini adalah pemisahan antara orang-orang yang beruntung dari orang-orang yang celaka di alam nyata. Selama berlangsungnya cobaan itulah, hujah Allah dikukuhkan terhadap semua makhluk. Lalu, kehidupan mereka, kebahagiaan, dan keselamatan mereka, atau kesusahan dan kecelakaan mereka terjadi setelah kukuhnya hujah dan penjelasan (bayyinah), dan tak ada ruang untuk penolakan bagi siapa pun. Kebahagiaan dan kehidupan ukhrawi seseorang diperoleh melalui pertolongan dan bimbingan Tuhan, karena Tuhan telah menganugerahkan berbagai sarana untuk memperolehnya. Demikian pula, seseorang yang memperoleh keburukan dan jatuh ke dalam kerusakan -padahal segala petunjuk-Nya telah tersedia- maka dia telah memilih bagi dirinya jalan kebinasaan dan kesengsaraan. Hujah akhir Allah telah dikukuhkan terhadapnya dan tak ada ruang untuk dalih apa pun.

Al-Quran berkata: “Baginya (jiwa) apa yang diperolehnya dan terhadapnya apa yang telah dikerjakannya.” (QS. AI-Baqarah: 286)


No comments

LEAVE A COMMENT