Dalam diri manusia terdapat naluri-naluri yang jika dilepaskan begitu saja, ia akan menjadi sumber keburukan dan pangkal kejahatan. Antara lain, serakah dan mementingkan diri sendiri. Sebab, naluri manusia memang terpusat pada dirinya dan mendahului dorongan-dorongan untuk berbuat baik. Jika naluri tersebut tidak menghadapi hambatan dan kendala yang mengendalikannya, maka dia akan larut bersama hawa nafsu, dan tidak mau berhenti sebelum sampai pada tujuannya.
Sejarah masa lalu umat manusia, sebagaimana halnya pengalaman-pengalaman hidup yang kita lihat dan dengar selama ini, membuktikan bahwa orang-orang yang memiliki kekuasaan dan harta, yang banyak pendukung dan pembantu, serta tidak tersentuh tangan-tangan keadilan, biasa berlaku sewenang-wenang, tamak, mengabaikan nilai-nilai suci kemanusiaan, dan meremehkan keluhuran budi. Pandangan mereka selalu tertuju pada benda, sehingga sumber-sumber kebaikan dalam kalbunya menjadi kering. Mereka kehilangan cinta, rasa kasih sayang, dan kenikmatan berkorban untuk orang lain. Yang mereka pahami dari kehidupan ini hanyalah manfaat, uang, dan kekuasaan.
Memperturutkan naluri dan mengumbar hawa nafsu dapat mengeringkan sumber-sumber kebaikan dalam diri seorang zalim, membuat pekat hati nuraninya, dan mematikan cahaya kalbunya, sehingga dia tidak dapat mendengar suara orang-orang yang merintih, tidak dapat melihat air mata orang-orang yang menangis, dan tidak dapat merasakan penderitaan orang-orang lemah. Itulah yang menjadi sumber kesewenang-wenangan para tiran dan para penjahat yang memperlakukan korban-korban mereka sebagai orang-orang yang tidak berguna, di saat korban-korban itu berlumuran darah dan merintih kelaparan.
Baca: 7 Dampak dan Bahayanya Benci kepada Ahlulbait a.s.
Semua orang yang tidak dapat menahan diri dari kezaliman, misalnya raja yang lalimterhadap rakyatnya, penguasa yang zalim terhadap warganya, pemimpin yang sewenang-wenang terhadap pengikutnya, dan semua pembesar yang bertindak semena-mena terhadap orang-orang kecil, betul-betul telah menggali kuburnya sendiri. Yang menanti mereka hanyalah kehancuran, keburukan, dan kejahatan. Setiap kita mengamati sejarah raja-raja yang zalim, pasti kita menemukan usia pemerintahan yang pendek. Sebab, rakyatnya pasti berharap mereka segera mati. Mereka akan melakukan pemberontakan begitu peluang muncul. Rakyatnya bosan, dan para pengawalnya membenci dan menjelek-jelekkannya.
Sejarah tiranisme dan kezaliman sarat dengan kebrutalan dan aroma yang menjijikkan. Rakyat melakukan pembelotan terhadap penguasa-penguasa serupa yang menggantikan mereka, dan kutukan terus-menerus mengalir tanpa bisa dihapus oleh waktu yang terus berlalu. Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang zalim itu, kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (QS. al-Syu’ara: 227)
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah berkata: “Hendaknya engkau takut pada kezaliman, sebab ia merupakan kegelapan di Hari Kiamat.”
Imam Ali a.s. mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah berkata: “Allah Swt berfirman, ‘Sangat besar murka-Ku kepada orang yang berlaku zalim terhadap orang yang tidak mempunyai penolong selain Aku.’”
Imam Muhammad Baqir a.s. mengatakan: “Tiada bertindak zalim seseorang kecuali Allah akan menurunkan azab-Nya pada diri dan hartanya. Sedangkan orang zalim yang masih beriman kepada Allah, manakala dia bertobat, niscaya diampuni dosanya.”
Imam Zainal Abidin a.s. meriwayatkan dari ayahnya sebuah hadis yang berbunyi: “Orang yang dizalimi mengambil pahala orang zalim lebih banyak daripada kekayaan dunia yang diambil orang zalim dari orang yang dizalimi.”
Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan: “Tidak ada tindak kezaliman yang lebih hebat ketimbang kezaliman terhadap orang yang tidak mempunyai penolong kecuali Allah.”
Imam Muhammad Baqir a.s. mengatakan: “Kezaliman itu ada tiga macam; kezaliman yang diampuni Allah, kezaliman yang tidak diampuni Allah, dan kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah. Kezaliman yang tidak diampuni Allah adalah syirik, kezaliman yang diampuni Allah adalah kezaliman seseorang atas dirinya sendiri dalam hubungan dirinya dengan Allah, sedangkan kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah adalah kezaliman utang piutang antar manusia.”
Hadis ini memberi petunjuk kepada kita bahwa hak-hak Allah, dalam kaitannya dengan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, dapat dihapuskan oleh tobat, sedangkan hak-hak manusia atas manusia lainnya, apabila dilanggar, tidak akan diampuni Allah selagi orang yang dilanggar haknya tidak merelakannya. Imam Baqir a.s. mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa merampas harta seorang mukmin dengan cara tidak benar, maka Allah terus-menerus berpaling darinya dan membenci perbuatan baik yang dilakukannya, dan tidak mengakui amal kebaikannya, sampai dia mengembalikan harta yang dirampasnya kepada pemiliknya.”
Ahlulbait menyampaikan ajaran-ajaran yang diterima dari kakek mereka, Rasulullah Saw dan menyebarluaskannya di tengah masyarakat. Mereka melaksanakan ucapan-ucapan beliau dan memperjuangkan risalahnya dengan seluruh kemampuan mereka, bahkan bersedia berkorban untuk itu. Begitulah mereka. Mereka telah berkorban dalam membela keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan dengan seluruh milik mereka, tak terkecuali nyawa.
Baca: Sabda Rasulullah Saw tentang Keutamaan Para Imam Ahlulbait
Imam al-Shadiq a.s. mengatakan: “Janganlah kalian bertindak sewenang-wenang satu sama lain. Sebab, yang demikian itu bukan merupakan sifat orang saleh. Barang siapa bertindak sewenang-wenang, maka Allah akan membalikkan kesewenang-wenangan itu kepada dirinya. Pertolongan Allah selalu diberikan kepada orang yang dilanggar hak-haknya, dan orang yang ditolong Allah pasti menang dan memperoleh anugerah melimpah dari-Nya.”
Imam Shadiq as selanjutnya menuturkan wasiat Rasulullah Saw kepada Imam Ali yang berbunyi: “Wahai Ali, ada empat orang yang dipercepat siksanya oleh Allah; orang yang engkau berbuat baik kepadanya tapi dia membalas perbuatan baikmu itu dengan kejelekan, orang yang tidak engkau langgar haknya tetapi dia melanggar hakmu, orang yang engkau berjanji kepadanya dan engkau penuhi janjimu tapi dia mengingkari janjinya kepadamu, dan orang yang engkau hubungkan tali persaudaraanmu dengannya tetapi dia memutuskannya.”
Jika kezaliman dapat menghancurkan Islam dan merusak ukhuwah yang realisasinya diupayakan Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya dengan segenap daya dan upayanya, maka tentunya kaum muslim harus bertindak adil dan objektif.
*Disarikan dari buku Akhlak Keluarga Rasulullah Saw – Musa Jawad Subaiti