Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Paman Terhebat di Dunia

Bulan Muharram kan Tiba

Bulan duka keluarga Nabi Al-Mustafa

Wahai para pencinta

Berdukalah karena duka mereka

Bukalah hati dan jiwa

Tuk memasuki Madrasah Asyura.

Imam Ali as berkata: “Syiah kami adalah orang- orang yang berduka karena kedukaan kami dan bergembira karena kegembiraan kami.”

Sore itu, setelah menang dalam pertandingan taekwondo, paman Adam datang ke rumah. Spontan aku memeluknya dan berkata: “Selamat ya paman, paman menang lagi… paman memang paling hebat di dunia.” Paman tersenyum dan berkata: “Tidak sayang, aku bukan paman terhebat tapi aku tahu siapa paman yang paling hebat di dunia.”

“Siapa orang itu paman?” tanyaku. “Sayyidina Abul Fadhl Abbas, adik Imam Husein as,” jawab paman.

“Kenapa beliau menjadi paman terhebat di dunia, apa yang telah dilakukannya?”

“Mau mendengar ceritanya?” kata paman Adam. “Iya paman, aku penasaran,” jawabku.

Abul Fadhl Abbas adalah pemuda Bani Hasyim yang paling unggul. Beliau pemegang panji pasukan Imam Husain. Beliau lambang kesetiaan dan namanya akan senantiasa dikenang, dihargai dan dihormati sepanjang masa.

Abbas dalam bahasa Arab berarti singa. Roman mukanya sangat rupawan. Tubuhnya tinggi semampai. Beliau juga memiliki kekuatan yang tak tertandingi dan spiritualitas yang tinggi.

Wajah Abul Fadhl bercahaya bak bulan purnama dan keelokannya tiada tara. Karena segala kebaikan dan keelokan yang dimilikinya itulah Abul Fadhl diberi gelar “Qamaru Bani Hasyim” (Rembulan Bani Hasyim).

Setelah beberapa hari dikepung di padang Karbala, bekal yang dimiliki pasukan Imam Husein as pun habis, begitu juga dengan persediaan air minum, namun musuh yang biadab melarang mereka untuk mengambil air di sungai Efrat (Furat), kaum wanita dan anak-anak, putra-putri Rasulullah saw nyaris mati dicekik dahaga.

Baca: “Pesan Damai dalam Kebangkitan Imam Husein AS

Anak-anak yang kehausan itu mendekati pamannya seraya berkata: “Paman bawakanlah air untuk kami.”

Anak-anak itu meminta kepada Abul Fadhl karena mereka tahu pamannya ahli dalam berperang dan mahir dalam bermain pedang. Imam Husein as pun mengizinkannya untuk pergi. Dengan keberaniaannya yang luar biasa, Abul Fadhl menerobos ribuan pasukan Yazid yang memagari Sungai Furat bak singa mengamuk dan berhasil mengambil air.

abolfazl_abbas-copy

Melihat kuda pamannya yang melaju kencang ke arah kemah, putri-putri Imam Husein pun berlarian keluar kemah. Wajah mereka berseri-seri bahagia menyambut keberhasilan sang paman.

Namun pada tanggal 10 muharram, ceritanya berbeda. Tiba-tiba paman Adam menangis, ada apa paman, apa yang terjadi?, tanyaku penasaran.

Untuk kesekian kalinya, Abul Fadhl menerobos pasukan yazid yang membentengi sungai Furat. Semangatnya untuk mengambil air demi adik-adik dan keponakannya yang kehausan berhari-hari tak surut. Abul Fadhl menerjang barisan itu dengan serangan maut dan menyungkurkan setiap lawan yang menghadangnya.

Terbukalah jalan untuk mengambil air di sungai Furat. Abul Fadhl berhasil membunuh sekitar delapan puluh tentara musuh. Setelah berhasil mendekati bibir sungai, Abul Fadhl pun membawa kudanya untuk meminum air. Kemudian Abul Fadhl mengisi penuh girbah (kantong air minum) yang dibawanya. Seketika itu terbayang wajah Imam Husain, para wanita dan anak-anak di perkemahan yang ditinggalkannya.

Baca: “Pesan Pahlawan-pahlawan Kecil Karbala Idola Kita (Bagian Pertama)

Harapannya hanya ingin segera kembali ke tenda, mempersembahkan air kepada Ahlulbait Nabi Muhammad saw. Dengan sisa tenaga, beliau berusaha mencapai perkemahan. Dahaga Imam Husain dan keringnya rongga leher anak-anak serta para wanita terus membayangi pikirannya.

Beliau urungkan niatnya untuk meneguk air meski hanya setetes. Setangkup air di tangannya dilepaskan kembali seraya berkata, “Bagaimana mungkin seorang budak akan meminum air sementara tuannya sedang dicekik dahaga? Adakah teladan yang lebih baik bagi kesetiaan, ketakwaan dan kemanusiaan?” Abul Fadhl segera melesat membawa girbah berisi air di lengannya.

Sambil tertawa terbahak-bahak, pasukan Yazid menghadang Abul Fadhl yang hendak menuju perkemahan Imam Husain. Mereka membentuk formasi, mengepung jawara yang kehausan itu. Para binatang buas berkepala manusia itu semakin merapat. Kini tiada cela bagi Abul Fadhl untuk menghentak kudanya, kecuali menerobos musuh-musuh durjana itu.

Tiba-tiba sebuah tombak meluncur bak meteor mengarah ke dada Abul Fadhl. Secepat kilat Abul Fadhl menangkisnya dan tombak itu pun gagal mencapai sasarannya.

Namun mereka lupa, bahwa buruannya bukanlah kelinci. Mereka lupa bahwa yang dikepung itu adalah singa putra singa Allah, Ali bin Abi Thalib as.

Baca: “Narasi Syahadah Imam Ali bin Abi Thalib

Formasi pertama pasukan musuh satu per satu berjatuhan. Hal yang sama juga dialami barisan- barisan berikutnya, ada yang terbelah dahinya dan ada yang roboh perlahan.

Tiba-tiba terdengar suara mengomando agar mengubah formasi serangan. Komandan biadab itu mulai sadar bahwa menyerang Abul Fadhl dari arah depan sama sekali tak ada gunanya. Kini mereka mengepung Abul Fadhl. Pasukan dari arah depan, samping kanan dan samping kiri mulai menyerang secara bersamaan. Tiba-tiba sebuah pedang digenggaman manusia biadab menebas lengan kanan Abul Fadhl.

Kini putra sang singa sahara itu buntung tangan kanannya. Abul Fadhl menjerit kesakitan. Otot-otot lengannya menyemburkan darah segar. “Demi Allah, sekalipun tangan kananku telah putus, akan terus ku terjang setiap penghadang. Aku hadiahkan jiwaku demi tegaknya agama.” Abul Fadhl berseru lantang menatap tajam setiap kepala yang tampak beringas di hadapannya. Kini beliau hanya punya satu tangan yang menggendong girbah.

Seorang biadab tiba-tiba menyeruak dari barisannya dan mendekati pemuda Bani Hasyim yang telah kehilangan separuh ketangkasannya itu. Sekejap mata sebilah pedang menebas lengan kiri Abul Fadhl. Saksikanlah, girbah yang berisi penuh air untuk dipersembahkan kepada putri-putri dan bocah-bocah Ahlulbait itu jatuh ke tanah bersama tangannya.

Sebuah anak panah melesat tepat menembus girbah yang tergeletak di sebelah lengan Abul Fadhl yang terpisah dari bahunya. Air itu merembes diserap habis pasir panas Karbala. Abul Fadhl yang tersungkur dari kudanya menyaksikan tetes demi tetes air membasahi pasir yang sedianya diperuntukkan bagi adik-adik perempuan dan keponakannya itu. Hatinya hancur dan sedih, kini beliau tak ingin kembali ke kemah Imam Husain as.

Baca: “Pesan Pahlawan-pahlawan Kecil Karbala Idola Kita (Bagian Terakhir)

Seorang tentara musuh tiba-tiba melemparkan tombak tepat di dahi Abul Fadhl. Saat itulah Abul Fadhl tak sadarkan diri. Sebuah anak panah melesat tanpa permisi menembus jantungnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Inilah makna ketaqwaan, keberanian dan kesetiaan yang sebenarnya. Paman Adam menangis tersedu-sedu. Akupun larut dalam duka syahadah paman terhebat di dunia.

Salam sejahtera atasmu Wahai Abul Fadhl Abbas, saat engkau dilahirkan, saat engkau syahid dan saat engkau dibangkitkan kelak.

Sobat Safinah… Sampai jumpa di Kids Corner berikutnya.[*]

 

No comments

LEAVE A COMMENT