Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pedoman Praktis Menentukan Pasangan

Orang akan lebih memilih pasangan hidupnya dengan latar belakang sosial ekonomi, geografis, pendidikan, etnis dan golongan yang sama. Para ahli dan data penelitian mengungkapkan pasangan yang memiliki banyak kesamaan lebih langgeng dibanding dengan latar belakang berbeda. Sebelumnya pada bahasan “Prinsip Penting Memilih Pasangan Hidup”, dinyatakan saat ini perubahan sosial dan budaya terus berlangsung di masyarakat.

Perubahan tersebut telah menyebabkan akses ekonomi menjadi syarat penting sebuah perkawinan disamping faktor lainnya. “Kalau cari suami yang penting jelas pekerjaannya, kalau engga ada penghasilan mau makan apa nanti”. Ungkapan seperti ini sering kita dengar dan sudah menjadi hal yang disepakati secara umum. Larasati (2012) dalam penelitiannya melaporkan baik wanita bekerja maupun tidak bekerja, tidak akan mendukung jika pasangannya tidak bekerja. Demikian pula laki-laki, mereka cenderung pada pasangan yang memiliki pekerjaan dan penghasilan untuk mendapatkan kemudahan fasilitas hidup.

Kondisi di atas merupakan proses alamiah atas perkembangan masyarakat. Padahal, tidak sedikit cerita dan pengalaman mengajarkan keluarga sukses secara sosial maupun ekonomi yang dimulai dari nol. Kisah terkenal seorang pemuda miskin yang justru dianjurkan oleh Rasulullah salallahu alaihi wa alih untuk menikah. Anjuran yang didasarkan janji Allah akan menambahkan rezeki yang berlimpah bagi mereka yang menikah.

Bagaimana kita dapat menerapkan tuntunan agama berkaitan dengan anjuran memudahkan pernikahan jika syaratnya harus mapan secara ekonomi? Di sisi lain, persyaratan untuk menentukan calon mempelai terus berkembang seiring perubahan zaman. Bisa saja setelah akses ekonomi, kriteria lain akan menjadi sangat penting pada waktu mendatang. Dalam hal ini, diperlukan tuntunan yang ajeg dan universal sehingga dapat menjadi pedoman baku. Sebagai agama yang berlaku hingga akhir zaman, ajaran Islam memberi jawaban atas prinsip penting ini.

Bagaimana menentukan pasangan yang layak menurut ajaran Islam?

Sebagai agama yang membangun peradaban, dalam hal proses pemilihan pasangan hidup Islam mendukung teori Filter. Lebih dari itu, Islam berupaya memberikan  pemahaman dan model yang baru berkaitan dengan kriteria pasangan. Teori Filter menyatakan bahwa individu menggunakan pertimbangan tertentu sebagai kriteria calon pasangan, yaitu kesamaan latar belakang pasangan. Selain menjadi syarat kriteria pasangan, kesamaan atau sekufu dalam ajaran Islam juga menjadi jaminan ketahanan keluarga.

Kesamaan yang ditonjolkan dalam Islam adalah bahwa calon suami dan istri haruslah memiliki kesesuaian dalam hal iman dan akhlak. Ketika ditanya tentang ‘sekufu’yang menjadi syarat kesesuaian pasangan, Rasulullah shalallahu alaihi wa alihi bersabda: “Mukmin kufu dan setara dengan mukmin lainnya”[1](Wasail as-Syiah, jil. 14:39). Laki-laki mukmin merupakan kufu bagi perempuan mukmin dan sebaliknya. Sedangkan laki-laki dan perempuan tidak mukmin tidak sekufu bagi mukmin. Ketika kriteria ini sudah ada, syarat lainnya dapat diabaikan meskipun belum terpenuhi.

Dalam hadis lain Rasulullah salallahu alaihi wa alih bersabda: “Jika seseorang yang memiliki agama dan akhlak yang baik datang melamar, janganlah ia kalian tolak”. Seseorang kemudian bertanya apakah harus menikahkan putrinya kepada seseorang meskipun tidak kuat secara nasab atau keturunan. Rasulullah kembali mengulang pernyataan tersebut di atas[2] ( Wasail as-Syiah, jil. 14:52).

Pada saat yang sama, iman kepada Islam saja masih belum dianggap cukup. Kepatuhan seseorang terhadap aturan dan konsekwensi praktis dari iman tersebut juga menjadi kriteria penting calon pasangan. Misalnya dalam riwayat lain dinukil bahwa sifat amanah bagi seorang laki-laki juga termasuk aspek sekufu. Al-quran dalam surah an-Nur ayat 3 menyatakan seorang yang suka melakukan zina tidak direkomendasikan untuk dinikahi. Riwayat lainnya mengungkapkan bagaimana seorang pria pemabuk tidak dianggap memiliki kelayakan untuk menikah[3]( Wasail as-Syiah, jil. 14:53).

Islam menjadikan pendidikan akhak seseorang sebagai hal penting dari beberapa kriteria menentukan calon mempelai. Diriwayatkan seseorang menulis surat kepada Imam Ridha alaihi salam: “Salah seorang kerabat yang terkenal berakhlak buruk melamar putri saya”. Dalam jawabannya Imam as: “Jika akhlaknya buruk, jangan nikahkan dia”[4](Wasail as-Syiah jil. 14: 54)

Bagaimana mengaktualisasikan tuntutan Islam dalam menentukan pasangan?

Ahli Sosiologi dan Psikologi mengemukakan dampak negatif dari pasangan yang memiliki banyak perbedaan sebagai fenomena di masyarakat. Karena itu, mereka menganjurkan untuk memilih pasangan dengan aspek kesamaan maksimal. Islam sebagai ajaran Ilahi menawarkan pendekatan lain untuk perubahan pola pikir dan budaya yang diskriminatif tersebut. Seperti pengutamaan kesamaan dalam kelas sosial, golongan dan tradisi kekeluargaan.

Kita dapat merujuk sirah Nabi salallahu alaihi wa alihi ketika merekomendasikan dan menjadi perantara pernikahan Juibar dengan Dalfa binti Labid. Diceritakan pemuda Juibar memiliki tampang yang jelek, pendatang yang asing dan miskin. Sedangkan Dalfa putrid Labid merupakan wanita cantik dan mulia. Bahkan Imam As-Sajjad alaihi salam menikahi wanita yang telah dibebaskan dari statusnya sebagai hamba sahaya. Pernikahan tersebut menjadi sasaran penghinaan dari khalifah masa itu dan Imam as membalas suratnya dengan tegas. Masih banyak lagi teladan yang tercatat dalam sejarah Islam sebagai upaya mengenalkan pola pemilihan pasangan.

Tidak sedikit keluarga Islami kontemporer juga dapat dirujuk bagaimana pasangan sekufu menjadi teladan keluarga yang sukses. Pasangan yang beriman dan sepenuhnya terikat terhadap nilai-nilai agama tidak akan mengalami pertikaian apalagi perpisahan hanya disebabkan beberapa perbedaan lainnya. Pasangan yang saling menjaga keimanan dan akhlak akan berusaha bersama-sama meraih tujuan ilahiah untuk kehidupan dunia dan akhiratnya. Jadi, masihkah latar belakang  sosial dan budaya seperti akses ekonomi menjadi perhatian utama calon pengantin?

Catatan Kaki

[1] فقال: يا رسول الله فمن نزوج؟ فقال: الأكفاء فقال: ومن الأكفاء؟ فقال: المؤمنون بعضهم أكفاء بعض، المؤمنون بعضهم أكفاء بعض.

[2] قال رسول الله صلى الله عليه وآله إذا جاءكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه قلت: يا رسول الله وإن كان دنيا في نسبه، قال: إذا جاءكم من ترضون خلقه ودينه فزوجوه إلا تفعلوه تكن فتنة في الأرض وفساد كبير

[3] قال رسول الله صلى الله عليه وآله من شرب الخمر بعد ما حرمها الله على لساني فليس بأهل ان يزوج إذا خطب الحديث.

[4] قال: كتبت إلى أبى الحسن الرضا عليه السلام: ان لي قرابة قد خطب إلى وفى خلقه سوء، قال: لا تزوجه إن كان سيئ الخلق

No comments

LEAVE A COMMENT