Di awal kerasulan Nabi Muhammad Saw, kemajuan Islam disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah kesabaran Rasul serta sahabat dan pendukungnya. Di antara contoh kesabaran dan keuletan kaum Muslim yang tinggal di Mekah yang masa itu merupakan pusat kemusyrikan dan kekafiran adalah peristiwa-peristiwa tragis berkaitan dengan kehidupan beberapa pengikut setia Nabi yang hidup bergelandang di sekitar Mekah, seperti Bilal, Amar dan keluarganya, serta Abdullah bin Mas’ud.
Bilal, Orang Etiopia
Orang tua Bilal termasuk tawanan yang dibawa dari Etopia ke Arabia. Bilal, yang kemudian menjadi muazin Nabi, adalah budak Umayyah bin Khalaf. Umayyah adalah salah seorang musuh sengit Nabi. Karena kerabat dekat Nabi ikut membela Nabi, Umayyah kurang leluasa dalam memerangi Nabi, sehingga ia melampiaskannya dengan suka menyiksa terang-terangan budaknya yang baru saja memeluk Islam itu.
Umayyah menelentangkan Bilal dalam keadaan telanjang di atas pasir panas saat matahari sedang terik-teriknya, kemudian menindihkan batu panas besar di dadanya seraya berkata: “Aku tak akan membebaskan engkau sampai engkau mati seperti ini atau menolak agama Muhammad dan menyembah Lata dan Uzza.”
Sekalipun menerima siksaan, Bilal menjawabnya hanya dengan dua kata yang jelas membuktikan kekokohan imannya. Ia berkata: “Ahad! Ahad! (Allah itu Esa).” Orang-orang takjub akan kegigihan budak hitam ini, tawanan orang yang berhati bengis.
Waraqah bin Naufal, pendeta Arab, menangisi keadaan Bilal seraya berkata kepada Umayyah: “Demi Allah! Bila Anda membunuhnya dalam kondisi demikian, aku akan jadikan kuburannya tempat keramat untuk dikunjungi peziarah.” (Sirah Ibn Hisyam, 1/318)
Baca: Alasan Serangan Budaya Kolonial terhadap Dunia Islam
Ketika itu, Umayyah malah bertindak lebih keras. Ia melingkarkan tali di leher Bilal dan menyerahkannya kepada anak-anak untuk diseret di jalanan. (Thabaqat al-Kubra, 3/233)
Umayyah dan putranya kemudian tertawan dalam Perang Badar, perang pertama Islam. Sebagian Muslim tak menghendaki Umayyah dibunuh, namun Bilal mengatakan: “Ia pemimpin kafir yang harus dibunuh.” Berdasarkan desakan Bilal, ayah dan anak itu akhirnya dibunuh.
Pengorbanan Ammar dan Orang Tuanya
Menurut suatu riwayat, Abu Jahal memutuskan untuk memberi pelajaran kepada keluarga Yasir, yang berasal dari kalangan yang paling tak punya perlindungan di Mekah. Untuk itu, ia menyiapkan api dan cambuk. Yasir, Sumayyah, dan Ammar kemudian diseret ke tempat yang sudah ditentukan. Mereka lalu disiksa dengan pedang, api, dan cambuk. Penganiayaan ini dilakukan berulang kali sampai Yasir dan Sumayyah menghembuskan nafas terakhir, tapi mereka tak berhenti memuji Nabi sampai akhir hayat mereka. Orang Quraisy yang menyaksikan malapetaka dan pemandangan tragis ini, kendati mereka punya kepentingan bersama dalam mengalahkan Islam, membebaskan Ammar yang terluka dan babak belur, dari cengkeraman Abu Jahal, supaya ia dapat menguburkan orang tuanya.
Setelah Yasir dan istrinya meninggal, kaum musyrik juga menyiksa dan menganiaya Ammar, seperti yang mereka lakukan terhadap Bilal. Untuk menyelamatkan nyawanya, tidak ada jalan lagi baginya kecuali menyangkali Islam. Namun, segera ia bertobat. Dengan jantung berdebar, ia menjumpai Nabi dan menyampaikan peristiwa itu kepada beliau. Nabi lalu bertanya: “Apakah imanmu goyah?” Jawabnya: “Hati saya beriman sepenuhnya.” Nabi pun bersabda: “Jangan hiraukan kekhawatiran sekecil apa pun dalam benakmu. Sembunyikanlah imanmu untuk menyelamatkan diri dari kejahatan mereka.”
Kemudian ayat berikut turun ayat 106 surah An-Nahl: “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman [dia mendapat kemurkaan Allah], kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman [dia tidak berdosa], akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (Sirah Ibn Hisyam, 1/320)
Abdullah bin Mas’ud
Ketika Abdullah bin Mas’ud baru memeluk Islam ia masuk ke Masjidil Haram dan membacakan beberapa ayat Alquran dengan suara keras dan merdu: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. [Tuhan] Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Alquran.” (Surah ar-Rahman: 1-2)
Baca: Peran Wilayah dalam Islam
Sementara orang-orang Quraisy tengah berkumpul di sisi Ka’bah, untuk mencegah dampak panggilan samawi itu, mereka semua bangkit seraya menggebuk Ibn Mas’ud sampai babak belur. Kemudian Ibn Mas’ud kembali kepada para sahabat Nabi dalam keadaan memprihatinkan. Namun, mereka gembira, suara yang membangkitkan jiwa itu telah sampai ke kuping musuh. (Sirah Ibn Hisyam, 1/314)
Musuh Zalim
Di antara musuh-musuh zalim yang gigih memerangi kaum Muslimin di masa-masa awal Islam adalah:
- Abu Lahab, tetangga dan paman Nabi Saw. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk menentang dan menyiksa Nabi serta kaum Muslimin.
- Walid bin Mughirah.
- Umayyah dan Abi bin Khalaf.
- Abu al-Hasan bin Hisyam / Abu Jahal (bapak kejahilan). Diberi nama Abu Jahal karena permusuhannya yang tak beralasan dan kefanatikannya menentang Islam. Ia terbunuh pada Perang Badar.
- Ash bin Wail, ayah Amr bin Ash. Dialah yang memberi julukan Abtar (tidak berketurunan) kepada Nabi.
- Uqbah bin Abi Mu’ith. Ia salah satu musuh Islam palinggigih dan tak pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk melakukan kejahatan terhadap Nabi dan kaum Muslim.
- Abu Sufyan.
*Disarikan dari kitab Ar-Risalah – Ayatullah Ja’far Subhani