Oleh: Dr. Muhsin Labib
Salah satu agenda licik Barat dalam melestarikan cengkraman hegemoninya adalah menciptakan polemik internal dalam masyarakat terjajah melalui penyebaran propaganda anti perang dan cinta damai yang sekilas sangat mempesona bagi lapisan tertentu yang merasa cukup cerdas dan beradab.
Propaganda ini bertujuan pelemahan spirit resistensi dalam masyarakat terjajah dengan dalih bahwa semua konflik hanyalah strategi marketing industri senjata.
Karena pandangan ini terkesan jauh dari aroma politik dan tendensi zionisme, banyak orang yang merasa beradab menjadikan “cinta damai” sebagai landasan sikapnya.
Baca: Sofistikasi Isu Palestina
Pandangan-pandangan ini menafikan nilai-nilai transenden di balik semua aksi perlawanan terhadap kezaliman dan menetapkan bahwa pedamaian dan perundingan alias jalan diplomasi adalah solusi beradab dan bahwa konfrontasi dan resistensi merupakan ciri masyarakat barbaris dan primitif.
Opini ini mengulang kesuksesan Amerika pada masa perbudakan pra Lincoln yang menciptakan dua kelompok budak, yaitu budak ladangan yang dieksploitasi dalam industri pertambangan dan budak rumahan yang agak dimanusiakan demi menjadi centeng juga algojo yang menyiksa para budak ladang yang resisten dan mencoba untuk merdeka.
Zionisme adalah ideologi hegemonik yang tak melulu dianut oleh Yahudi. Tak semua yang beragama Yahudi adalah zionis. Ada Kristen zionis dan Muslim zionis. Bahkan ada komedian spesialis provokasi umat “yang ngustadz” jadi pembela Israel.
Dalam isu Palestina opini yang mendorong perdamaian sebagai solusi juga gencar disebarkan. Para jelata ZSM berusaha membatasi isu konflik pada tragedi perampasan di kampung Syeikh Jarrah seraya menyalahkan Hamas sebagai pihak bersalah karena memulai serangan rudal ke beberapa kota Israel. Rudal-rudal yang ditembakkan dari Gaza bukan serangan balik atas rudal-rudal yang ditembakkan ke Gaza tapi serangan balik atas aksi biadab perampokan tanah di Syeikh Jarrah dan seluruh tanah warga asli Palestina selama 73 tahun.
Baca: Pro Resistensi Bukan Pro Terorisme
Isu Palestina terlalu besar untuk dibonsai dalam polarisasi cebong dan kampret. Isu ini melampaui perbedaan mazhab Sunni dan Syiah, perbedaan ras Arab dan Ajam, perbedaan agama (Islam, Kristen dan Yudaisme). Palestina bukan milik satu satu ras dan satu agama.
Agama apapun dianut oleh hampir semua penganutnya karena ketelanjuran. Tak perlu membatasi isu kemanusiaan Palestina dengan sesuatu yang bukan buah pilihan.
Agar isu Palestina tak diidentikkan dengan kelompok intoleran dan ekstremis yang melabelinya dengan sentimen sektarian, setiap orang pro toleransi, apapapun agama dan alirannya, harus proaktif menguniversalkan isu ini di medsos.
Baca: Kemenangan Poros Perlawanan
Mendukung kemerdekaan Palestina dan menolak penjajahan adalah spirit konstitusi dalam preambule UUD. Andaikan semua rezim Arab di Timteng berdamai dengan rezim penjajah zionis, Indonesia tetap menentangnya.