Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Penjelasan Ilmiah tentang Panjangnya Umur Imam Mahdi afs

Mungkinkah seseorang hidup selama berabad-abad sebagaimana yang diasumsikan dalam sosok tokoh yang dinantikan untuk mengubah dunia dan kini umurnya mencapai lebih dari 12 abad, yaitu sekitar 14 kali umur manusia biasa yang mencapai tingkat alami dari masa kanak-kanak menuju ketuaan?

Kalimat imkan (posibilitas) di sini mempunyai tiga arti: al-Imkan aI-amali (posibilitas praktis), al-imkan al-ilmi (posibilitas teoritis), al-imkan aI-manthiqi al-falsaf (posibilitas logis atau filosofis).

Yang dimaksud dengan imkan amali (posibilitas praktis) adalah sesuatu yang mungkin bagi manusia lainnya untuk merealisasikannya sekarang ini. Maka perjalanan melewati samudra atau sampai ke dasar laut dan naik ke bulan merupakan hal yang mungkin pelaksanaannya sekarang ini. Dan seseorang melakukan hal tersebut sekarang ini dengan berbagai cara.

Yang dimaksud dengan imkan ilmi (posibilitas teoritis) adalah sesuatu yang tidak mungkin secara praktis bagi manusia untuk melakukannya secara aktual dengan alat-alat canggih dan kontemporer, namun ilmu dan pandangan-pandangan yang bergerak maju, tidak menolak kemungkinan terjadinya itu semua sesuai dengan kondisi-kondisi dan sarana-sarana tertentu. Karena itulah, naiknya manusia ke planet Venus tidak ditolak oleh sains. Bahkan teori-teori sains dewasa ini mengindikasikan kemungkinan tersebut walaupun secara riil naik ke planet Venus tidak mudah bagi saya atau Anda. Karena perbedaan antara naik ke Venus dan naik ke bulan hanyalah tingkat atau derajatnya. Naik ke Venus hanya mencerminkan penaklukan akan kesulitan-kesulitan lainnya yang muncul karena jarak Venus lebih jauh dari bulan. Maka naik ke Venus secara saintis adalah sesuatu yang tidak mustahil walaupun belum dilakukan secara aktual sekarang.

Baca: Kepastian Akan Munculnya Imam Mahdi

Sedangkan maksud dari al-imkan manthiqi/al-falsafi (posibilitas logis/filosofis) adalah bahwa akal -berdasarkan teori dan hukum logika yang ada- tidak menolak atau menganggapnya mustahil. Contohnya, kita tidak mungkin akan dapat membagi tiga buah jeruk menjadi dua bagian yang sama tanpa membelah salah satunya menjadi dua bagian. Karena sebelum melakukan pembagian akal telah lebih dahulu mengatakan bahwa tiga adalah bilangan ganjil, bukan genap, jadi tidak mungkin bisa dibagi dua, sebab jika bilangan tersebut dapat dibagi dua berarti tiga adalah bilangan genap padahal ia sebenarnya ganjil. Dengan begitu, terjadi kontradiksi yang secara logika adalah mustahil.

Kesimpulannya adalah bahwa imkan mantiqi (posibilitas logis) lebih luas lingkupnya dari imkan ilmi (posibilitas teoritis), dan imkan ilmi lebih luas lingkupnya dari imkan amali (posibilitas praktis). Tidak syak lagi bahwa panjangnya umur manusia beribu-ribu tahun secara logika adalah mungkin. Sebab menurut perspektif akal hal itu tidaklah mustahil. Tidak ada kontradiksi dalam asumsi semacam ini, karena arti dari sebuah kehidupan tidak mengharuskan kematian yang cepat. Demikian juga jelas bahwa umur yang panjang tidak mungkin secara imkan amali, berbeda dengan menciptakan fasilitas-fasilitas praktis untuk turun ke dasar lautan atau naik ke bulan. Karena sains dengan segala fasilitas yang dimilikinya dewasa ini untuk melakukan eksperimen tetap tidak mampu memanjangkan umur manusia beratus-ratus tahun lebih lama. Karena itu kita dapati mereka yang cinta dengan kehidupan ini dan memakai semua fasilitas ilmiah untuk hidup lebih lama tetap hanya berumur seperti manusia biasa.

Namun dalam imkan ilmi (posibilitas teoritis), secara ilmiah hal tersebut tidak mustahil. Masalah apakah manusia dapat berumur panjang atau tidak, sebenarnya berkaitan dengan apa arti dari fenomena ketuaan dan kerentaan dalam ilmu fisiologi. Apakah fenomena ini merupakan suatu hukum alam yang mengharuskan jaringan-jaringan badan manusia dan sel-selnya -setelah mencapai puncak perkembangannya- untuk mengendur secara berangsur-angsur dan menjadi lemah untuk selanjutnya berhenti melakukan aktivitasnya? Jika demikian halnya, berarti meskipun seluruh jaringan dan sel yang ada dalam tubuh manusia selamat dari faktor-faktor luar yang mempengaruhinya, ia tetap akan mengalami hukum dan ketentuan alam tersebut. Ataukah melemahnya aktivitas sel-sel dan jaringan yang ada di badan manusia adalah akibat dari benturan faktor di luar badan seperti bakteri dan racun yang merasuk ke dalam tubuh lewat makanan?

Sains dewasa ini tengah menghadapi pertanyaan tersebut dan berusaha untuk mencari jawabannya yang tepat. Jawaban yang dapat diberikan dalam masalah ini di antaranya tentunya lebih dari satu alternatif. Jika kita menafsirkan makna ketuaan secara ilmiah sebagai akibat dari faktor di luar badan, maka kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwa badan manusia mampu untuk hidup lama tanpa harus melewati masa tua dan kerentaan jika ia mampu menghindari semua faktor yang berakibat buruk bagi tubuhnya itu. Tapi jika kita mengambil perspektif lain yang cenderung berasumsi bahwa ketuaan merupakan hukum alami bagi sel-sel dan jaringan-jaringan yang hidup itu sendiri, berarti seluruh sel dalam tubuh mengandung benih kebinasaan yang pasti setelah melewati masa ketuaan dan berakhir dengan kematian.

Apabila kita mengambil perspektif ini, maka bukan mustahil hukum alam memiliki keelastisan. Karena kita dapati dalam kehidupan biasa kita dan para ilmuwan menyaksikan dalam eksperimen-eksperimen ilmiah mereka bahwa ketuaan sebagai fenomena fisiologi dan bukan kondisi, terkadang datang secara dini dan terkadang datang terlambat dan muncul pada masa yang lambat. Sehingga terkadang seseorang yang sudah tua umurnya tetapi memiliki anggota badan yang lentur serta tidak nampak adanya tanda-tanda ketuaan padanya sebagai mana yang dijelaskan para dokter. Bahkan para ilmuwan secara praktik mampu memanfaatkan keelastisan hukum alam ini. Mereka berhasil memanjangkan umur sebagian hewan beratus kali lebih panjang dari umur biasanya dengan menciptakan faktor-faktor yang menunda hukum ketuaan.

Dengan demikian secara ilmiah telah ditetapkan bahwa penundaan hukum alami ini (ketuaan) dengan menciptakan kondisi dan faktor-faktor tertentu adalah mungkin secara sains. Walau pun sains sekarang ini tidak bisa melakukan penundaan ketuaan dalam kaitannya dengan eksistensi tertentu seperti manusia. Hal itu tidak lain karena perbedaan tingkat kesulitan dalam pelaksanaan proyek ini terhadap manusia dibanding sebagian binatang tadi. Ini berarti bahwa sains dari sisi teoritis dan apa yang dijelaskan oleh pandangan sains yang bergerak maju, sama sekali tidak menolak kemungkinan perpanjangan umur manusia.

Baca: Apa yang Mesti Dilakukan untuk Menunggu Kemunculan Imam Mahdi?

Kesimpulan dari itu semua bahwa panjangnya umur manusia hingga berabad-abad lamanya secara logika dan sains adalah mungkin dan tidak mustahil, meskipun untuk merealisasikannya diperlukan waktu yang sangat panjang. Atas dasar ini kita mengkaji umur Imam Mahdi afs. dan segala pertanyaan dan rasa “aneh” yang berhubungan dengannya. Setelah kita ketahui bahwa logika dan ilmu pengetahuan tidak menolak kemungkinan panjangnya umur manusia, dan bahwa sains bergerak untuk mengubah posibilitas teoritis menjadi posibilitas praktis secara berangsur-angsur, maka tidak ada sisi yang aneh kecuali anggapan mustahil bahwa Imam Mahdi mendahului sains itu sendiri. Sehingga posibilitas teoritis berubah menjadi posibilitas praktis dalam pribadi beliau, sebelum sains dalam perkembangannya mencapai tingkat kemampuan yang riil pada perubahan ini. Itu seperti halnya seorang yang mendahului sains dalam menemukan obat radang selaput atau obat kanker.

Jika permasalahannya seperti ini, bagaimana Islam -yang menjelaskan umur Imam Mahdi al-Muntadzar- bisa mendahului pergerakan sains dalam hal ini? Jawabnya adalah, hal itu bukan satu-satunya kasus Islam mendahului sains. Bukankah syariat Islam secara keseluruhan mendahului pergerakan sains dan perkembangan alami pemikiran manusia semenjak berabad-abad lamanya? Bukankah syariat Islam memberikan slogan-slogan yang melontarkan rencana-rencana penerapan di mana umat manusia tidak mampu mencapainya kecuali setelah melewati masa beratus-ratus tahun? Bukankah ia juga datang dengan hukum-hukum yang penuh dengan hikmah, di mana manusia tidak mampu mengetahui rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah yang ada di dalamnya kecuali baru-baru ini? Bukankah risalah samawi telah menyingkap rahasia-rahasia alam yang tidak terlintas di benak manusia, kemudian sains datang untuk menetapkan dan mendukungnya?

Apabila kita meyakini hal ini semua, maka mengapa kita banyak menuntut Pengirim atau Pengutus risalah ini (Allah Swt) supaya sainslah yang lebih dahulu  menentukan umur Imam Mahdi? Yang saya bawakan di sini adalah fenomena-fenomena keunggulan Islam yang kita saksikan sendiri. Karena masih banyak hal dalam agama Islam yang mendukung klaim kita. Contohnya, agama menjelaskan kepada kita bahwa Nabi Muhammad Saw pernah diperjalankan oleh Allah pada malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha.

Ya, umur panjang yang Allah berikan kepada juru selamat al-Muntadzar ini, dalam pandangan umat manusia dewasa ini memang tampak aneh, juga merupakan kasus yang janggal dalam dunia eksperimen para ilmuwan. Tetapi, bukankah perubahan efektif yang dipersiapkan untuk Sang Juru selamat ini (Imam Mahdi) tampak aneh dalam batas-batas kehidupan biasa manusia dan janggal dalam sejarah? Bukankah beliau diberi tugas untuk mengubah dunia dan mengembalikan fondasi peradaban dari awal berdasarkan kebenaran dan keadilan? Mengapa kita menganggap aneh apabila persiapan akan peranan yang besar ini ditandai dengan sebagian fenomena-fenomena aneh dan di luar kebiasaan seperti panjangnya umur Imam Mahdi al-Muntadzar?

Baca: Bagaimana Kebangkitan Imam Mahdi Akan Terjadi?

Sebesar apa pun keanehan-keanehan fenomena ini dan keluarnya hal itu dari kebiasaan tetap tidak melebihi keanehan peranan agung beliau itu sendiri yang pelaksanaannya harus terwujud pada hari yang dijanjikan nanti. Apabila kita menerima peranan satu-satunya tersebut dalam sejarah di mana tidak ada peranan seperti ini dalam sejarah manusia, mengapa kita tidak menerima umur yang panjang ini yang tidak kita jumpai tandingannya dalam kehidupan kita?

Apa sudah merupakan suatu kebetulan adanya dua sosok manusia yang melakukan penghancuran peradaban buruk manusia dan membangun peradaban baru dan keduanya memiliki umur yang sangat panjang? Salah satunya adalah Nabi Nuh a.s. yang dijelaskan oleh Alquran bahwa beliau tinggal bersama kaumnya selama 950 puluh tahun dan melalui banjir yang menghancurkan semua peradaban yang ada kala itu, lalu beliau mendapat tugas untuk membangun dunia baru. Figur kedua adalah Imam Mahdi yang hidup bersama kaumnya hingga sekarang lebih dari 100 tahun dan kelak beliau akan membangun dunia baru pada hari yang dijanjikan. Mengapa kita menerima Nabi Nuh yang umurnya, minimal 1000 tahun, tetapi kita tidak menerima Imam Mahdi?

*Dikutip dari buku karya Ayatullah Syahid Muqtada Sadr – Imam Mahdi afs

No comments

LEAVE A COMMENT