Salah satu kelemahan perilaku manusia adalah kejahilan akan kesalahannya sendiri. Manusia sering mengabaikan sifat yang tak dikehendaki, yang menjadi penyebab malapetaka. Untuk menyelamatkan diri, penting menyadari kekurangan dan menghapus akhlak buruk. Merenungkan diri memungkinkan pemahaman diri dan perbaikan akhlak. Mengenali perangai tak diinginkan dan melawannya adalah kunci. Perlu kesabaran dan tekad kuat untuk mengubah kebiasaan berbahaya. Memeriksa dan mengevaluasi diri secara teratur membantu perbaikan. Penting juga berperilaku jujur dan adil.
Menyucikan akhlak sama pentingnya dengan membersihkan tubuh. Mengkaji diri dan melampaui batasan membuka pandangan tanpa hambatan. Kesuksesan keputusan tergantung pada kondisi batin. Semua orang perlu menyadari tindakan harian mereka, seperti para ilmuwan mencatat eksperimen. Dengan metode ini, jiwa dan tubuh kita menjadi lebih baik.
Sebagian orang cenderung mencari kesalahan dan kekurangan orang lain untuk mengkritik dan menyalahkannya. Namun, seringkali mereka sendiri memiliki banyak kekurangan. Menghina orang lain adalah perilaku buruk yang merendahkan pelakunya. Motivasi seperti puji-diri, kesombongan, dan kebenaran sendiri semakin membahayakan. Terus mengkritik orang lain, adalah sia-sia dan tidak dapat diterima secara moral. Orang yang terlalu fokus pada kesalahan orang lain, mengabaikan kesempatan untuk melihat kesalahannya sendiri.
Menghina orang lain juga merugikan diri sendiri dalam mencari persahabatan yang sejati. Menghina menghancurkan kehormatan seseorang dan mendapatkan reaksi sosial yang negatif. Lebih baik mencari perangai baik orang lain untuk memuliakan mereka dan menjauhi perilaku yang merendahkan dan tidak mencerminkan kasih sayang. Orang yang mampu menyembunyikan kekurangan orang lain dan membantu mereka untuk berubah akan membangun hubungan yang lebih kuat.
Baca: Tingkatan-tingkatan Ibadah Seorang Hamba
Dalam menghadapi kesalahan orang lain, diperlukan kecakapan khusus untuk menghindari menyakiti perasaan mereka. Mengoreksi pikiran seseorang adalah pekerjaan sulit, jadi penting untuk menggunakan pendekatan yang tepat. Hindari sikap sombong dan jangan membuktikan bahwa Anda lebih cerdas daripada orang lain. Bila ingin membuktikan sesuatu, lakukan dengan hati-hati tanpa mengungkapkan tujuan Anda. Ingatlah prinsip “ajari manusia tanpa menjadi guru.”
Al-Qur’an memperingatkan kepada pengejek akan nasib suramnya akibat perbuatan itu. Islam mewajibkan semua Muslim untuk mengamalkan akhlak dan perilaku yang baik demi memelihara persatuan. Islam juga melarang fitnah, ghibah, dan ejekan, demi menjauhkan perpecahan dan melemahnya hubungan persaudaraan. Karena itu, setiap Muslim wajib memenuhi hak-hak manusia serta menahan diri dari menghina dan merendahkan orang lain.
Imam Jakfar Shadiq a.s. mengatakan: “Seorang mukmin menjadi lebih tenteram di dekat seorang mukmin lainnya daripada seorang haus yang menemukan air dingin.” (al-Kafi, 2/247)
Imam Baqir berkata a.s. berkata: “Cukuplah kesalahan seseorang dengan melihat kesalahan orang lain dan mengabaikan kesalahannya sendiri, mengkritik orang mengenai sesuatu yang ia sendiri melakukannya, atau menyakiti sahabat karib dengan apa yang tak ada kaitan dengannya. (al-Kafi, 2/459)
Imam Ali a.s. mengatakan: “Jauhilah pergaulan dengan orang yang mencari-cari kekurangan orang lain, karena sahabat-sahabatnya tak akan selamat dari kejahatannya.” (Ghurar alHikam, hal. 148)
Walaupun, menurut wataknya, manusia menolak kritik, kita harus memperhatikan kritik yang membangun. Di bawah bayangan nasihat yang membangunlah kita mempersiapkan unsur-unsur untuk memajukan diri sendiri.
Amirul Mukminin Ali a.s. mengingatkan kita akan kenyataan tersebut di atas ketika mengatakan: “Hendaklah yang terdekat kepada kamu di antara manusia adalah orang yang menuntun kamu kepada [penemuan] kekuranganmu, dan menolong kamu melawan nalurimu yang salah.” (Ghurar al-Hikam, hal. 558)
Imam Ali juga berkata, “Orang yang mencari-cari kesalahan orang lain harusnya memulai dari dirinya sendiri.” (Ghurar alHikam, hal. 659)
Orang jahil berusaha menyembunyikan kekurangannya ketimbang berusaha menghapusnya. Menurut Imam Ali, adalah ketololan yang menyebabkan seseorang melihat kesalahan orang lain dan tidak memperhatikan kesalahannya sendiri yang tersembunyi. (Ghurar al-Hikam, hal. 559)
Baca: Obat Hati
Mempelajari kepribadian adalah satu-satunya metode yang diterima oleh para psikolog untuk mendiagnosis dan merawat berbagai penyakit kita. Imam Ali menasihatkan manusia akan metode itu. Beliau berkata: “Wajib bagi manusia berakal untuk menuding kekurangan-kekurangannya dalam agama, pendapat, perilaku, dan akhlak, dan mengumpulkannya dalam hatinya atau dalam suatu catatan, lalu berusaha menghapuskannya.” (Ghurar al-Hikam, hal. 448)
Einstein mengakui bahwa 99 persen gagasan dan kesimpulannya salah. Ia mengatakan: “Ketika seseorang hendak mengkritik saya, saya bersikap membela diri, bahkan tanpa mengetahui apa yang hendak dikatakannya; namun, bila hal itu terjadi, saya kemudian menyesali diri. Kita semua menyukai pujian dan sanjungan dan menolak celaan dan kritik, sama sekali tanpa melihat derajat kepatutan dan ketepatan dari komentar-komentar itu. Kita sesungguhnya bukanlah anak-anak bukti dan logika, melainkan putra-putra perasaan. Pikiran kita menjadi seperti kapal yang diombang-ambingkan gelombang perasaan di laut gelap. Saat ini, kebanyakan dari kita percaya diri, tetapi dalam empat puluh tahun mendatang, kita akan melihat kembali ke dalam diri kita dan menertawakan tindakan-tindakan dan pikiran kita.”
*Disarikan dari buku Menumpas Penyakit Hati – Sayid Mujtaba Musawi Lary