Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Pergerakan Imam Husein as Sebuah Taklif

Oleh: Ustaz Husein Alkaff

Kronologi Tragedi Asyura

Tragedi Asyura atau Karbala adalah realita sejarah yang pasti dan tak terbantahkan. Kala itu, Yazid putra Muawiyah menjadi penguasa umat Islam yang diangkat langsung oleh Muawiyah bin Abu Sufyan tanpa bermusyawarah dengan siapapun, apalagi pemilihan umum. Oleh karena kekuasaannya tidak mendapatkan legitimasi, baik dari syariat maupun masyarakat, maka dia meminta pengakuan dari kaum Muslimin melalui baiat yang dipaksakan.

Imam Husein a.s tidak dikecualikan dari upaya Yazid untuk medapatkan pengakuan. Meski dalam tekanan dan ancaman, beliau menolak untuk mengakui Yazid sebagai penguasa. Tidak lama kemudian, beliau meninggalkan kota Madinah dan pergi ke Mekah.

Beliau menetap di Mekah sekitar empat bulan. Selama di Mekah, beliau aktif berdakwah, mengingatkan dan menyadarkan kaum Muslimin tentang bahaya yang akan mengancam Islam jika mereka dipimpin oleh Yazid, seorang yang mempunyai reputasi dan rekam jejak yang buruk sehingga dia tidak layak menjadi penguasa.

Pada saat yang sama, ribuan surat datang dari Kufah dan disusul dengan kedatangan beberapa utusan dari beberapa kabilah dari Kufah dan sekitarnya untuk menegaskan bahwa mereka siap berbaiat untuk menjadikan beliau sebagai pemimpin.

Baca: Jalinan Ruh Suci Imam Husein a.s. dengan Allah Kekasihnya Lewat Lantunan Doa

Untuk memastikan keseriusan mereka, beliau mengutus Muslim bin Aqil, sepupunya. Dari Kufah Muslim menulis surat kepada beliau bahwa mereka serius akan berbaiat dan menjadikan beliau sebagai pemimpin.

Oleh karena permintaan dari kaum Muslimin di Kufah dan sekitarnya begitu kuat dan banyak, maka tidak ada alasan bagi Imam Husein a.s untuk menolak permintaan mereka.

Kemudian beliau bersama keluarganya dan beberapa pengikutnya yang berjumlah tujuh puluh dua berangkat ke Kufah. Di tengah perjalanan, terjadi perubahan yang drastis di Kufah. Mereka yang siap berbaiat kepada beliau diancam dan diteror oleh Gubernur Kufah, Ubaidillah bin Ziyad; ada yang dibunuh dan sebagian besar dari mereka mundur dan mengurungkan baiat kepada Imam Husein a.s.

Sebelum sampai di Kufah, Imam Husein a.s dihadang dan dikepung oleh pasukan Umar bin Sa’ad yang berjumlah ribuan di padang Karbala. Atas perintah Ubaidillah bin Ziyad dan pesan dari Yazid mereka kembali meminta kepada beliau untuk berbaiat kepada Yazid. Beliau tetap menolak dan akhirnya bersama keluarga dan para pengikutnya dibantai oleh pasukan Umar bin Sa’ad.

Melaksanakan Sebuah Taklif

Ada tiga sikap penting yang diambil oleh Imam Husein a.s dari kronologi pergerakan Imam Husein a.s itu, yaitu 1) menolak baiat, 2) mengingatkan umat tentang bahaya Yazid dan 3) menyambut permintaan warga Kufah.

Tiga sikap ini merupakan penjabaran dari amar makruf dan nahi munkar. Penolakan Imam Husein a.s untuk berbaiat kepada Yazid tidak lain tahapan awal dari nahi munkar. Lalu saat di Mekah, beliau melangkah ke tahapan nahi munkar berikutnya dengan menjelaskan ancaman dan bahaya yang akan timbul jika Yazid dibiarkan berkuasa. Setelah itu, beliau berangkat ke Kufah setelah mendapatkan kepastian adanya kekuatan yang cukup untuk melawan Yazid berupa dukungan bahkan permintaan dari orang-orang Kufah.

Baca: Komitmen Para Sahabat Imam Husein a.s. di Malam Asyura

Langkah-langkah dan tahapan-tahapan yang beliau tempuh ini sangat rasional dan realistis serta sesuai dengan ajaran amar makruf dan nahi munkar.

Amar makruf dan nahi munkar harus dilakukan dengan beberapa syarat dan tahapan, seperti identifikasi kemunkaran dan kemakrufan, membaca kondisi pelaku kemunkaran, efektivitas cara dan pengaruhnya dan lain sebagainya. Semua itu telah dijalankan oleh Imam Husein a.s dengan sempurna dan tepat. Karena itu, beliau menyatakan bahwa pergerakan beliau itu sebagai bentuk dari amar makruf dan nahi munkar.

Sebagai seorang hamba Allah Swt dan juga sebagai Imam, Imam Husein a.s mengetahui apa yang harus beliau lakukan sebagai bentuk penghambaannya kepada Allah Swt. Penghambaan diri kepada Allah Swt ini menuntut sebuah tugas atau kewajiban yang biasa diistilahkan dengan taklif.

Berkenaan dengan taklif ini, Sayyid Ali Khamenei menjelaskan bahwa tujuan dan dasar pergerakan Imam Husein a.s adalah melaksanakan taklif. Beliau berkata, “Ketika Imam Husein a.s tiba di Karbala, beliau tidak datang untuk merebut kekuasaan dan mengejar kesyahidan. Tujuan kedatangan beliau hanya demi melaksanakan taklif semata. Jika akhir dari pergerakannya adalah kekuasaan, maka itu sebuah keberuntungan dan kebaikan, atau jika akhir dari pergerakannya adalah kesyahidan, maka itu salah satu dari dua kebaikan.” (Zaad Asyura 25-26)

Baca: Infografis: Pergerakan Imam Husein ‘alayhissalam

Taklif merupakan konsekuensi dari penghambaan seorang manusia di hadapan Allah Swt. Imam Husein a.s telah melaksanakannya dengan sempurna dan tulus. Sedangkan akhir dari pelaksanaan taklifnya berupa kesyahidan yang mulia dan suci, dan ini merupakan pelajaran penting bagi umat, yakni melaksanakan taklif di hadapan Allah Swt.


No comments

LEAVE A COMMENT