Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Karbala: Kontestasi Kesehatan Jiwa Manusia

Tragedi Karbala telah terjadi pada 61 H. Tetapi napasnya senantiasa dapat dirasakan hingga kini dan sepanjang masa. Ia akan senantiasa mewarnai kehidupan dan menggugah kesehatan jiwa manusia.

Allah Swt berfirman,

 هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ وَلِلّٰهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا

Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang Mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. (Q.S. Al-Fath [48]:4)

Kita dapat menyaksikan adegan demi adegan di Karbala yang menunjukkan betapa ketenangan jiwa merasuki seluruh anggota pahlawan Karbala, Imam Husein a.s. juga keluarga dan para pasukannya.

Makna Kesehatan Jiwa dalam Islam

Di antara tujuan utama pengangkatan Muhammad Saw sebagai Nabi ialah penyucian jiwa sebagaimana disebutkan dalam sejumlah ayat, contohnya firman Allah Swt:

 لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ إِذۡ بَعَثَ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبۡلُ لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ

Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Alquran) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. Ālu ‘Imrān [3]:164)

Baca: Dialektika Karbala

Dari ayat ini, Islam berupaya untuk menyucikan dan memurnikan jiwa dari segala kekeliruannya melalui pelbagai syariatnya. Alquran memerintahkan untuk penyucian jiwa ini agar sehat, selamat, kuat dan mampu melaksanakan hal-hal positif dan melakukan perbaikan untuk masyarakat.

Islam yang dibawa oleh Rasulullah untuk menyucikan jiwa, lima puluh tahun setelah wafatnya justru hendak dirombak oleh seorang yang tercoreng jiwanya. Yazid merampas Islam dengan cara melucuti ajarannya, melanggar syariatnya dan terang-terangan berbuat dosa.

Allah Swt berfirman,

 قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا

…sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) (Q.S. as-Syams [91]:9)

Inilah al-Husein a.s. yang telah menyucikan jiwanya dan orang-orang yang bersamanya sehingga meraih keberuntungan sebab memiliki jiwa yang sehat.

Konsep kesehatan jiwa dimaksud sebagai kondisi yang memungkinkan seseorang untuk beradaptasi terhadap seluruh keadaan yang dihadapinya. Dia akan berupaya untuk menciptakan semacam keseimbangan jiwa dengan segala potensinya untuk menghadapi tekanan yang melingkupinya.

Islam menyebut kondisi tersebut sebagai sikap ridha atas segala ketentuan Allah Swt. Ridha atas ketentuan Allah itu kedudukan yang tertinggi dalam agama, maqam termulia kaum saleh. Inilah pintu Allah yang teragung yang sesiapa memasukinya niscaya meraih surga.

Baca: Peran Imam As-Sajjad A.S. Usai Tragedi Karbala

Allah Swt berfirman,

 جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ

Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S. al-Bayyinah [98]:8)

Komponen Kesehatan Jiwa dalam Islam

Ada sejumlah komponen untuk mewujudkan kesehatan jiwa:

1. Jalinan yang Kokoh dengan Allah

Rasulullah Saw bersabda kepada Abdullah bin ‘Abbas, “Nak, peliharalah Allah niscaya Allah memeliharamu; jagalah Allah niscaya kau temukan Dia di hadapanmu; kenalilah Allah Swt di kala senang, niscaya dia mengenalimu di kala susah; bila meminta, mintalah kepada Allah; dan bila memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah Swt…”[1]

Inilah al-Husein a.s. yang bangkit menentang penguasa demi memelihara Islam. Berkat perjuangannya, Islam masih tegak hingga kini sebagai wujud janji Allah Swt untuk memelihara agama-Nya. Itulah efek dari jalinan kokoh Imam Husein a.s. dengan Allah Swt.

2. Keteguhan dan Keseimbangan

Allah Swt berfirman,

 يُثَبِّتُ ٱللهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱلۡقَوۡلِ ٱلثَّابِتِ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat;  (Q.S. Ibrāhīm [14]:27)

Inilah al-Husein yang telah diteguhkan Allah Swt dengan hujjah tak terbantah di sepanjang perjalanan dari Madinah, Mekah hingga Karbala. Namun hanya sedikit yang dapat mengambil pelajaran dari hikmah-hikmah beliau.

Baca: Jelang Genosida Karbala

3. Sabar dalam Menghadapi Kesusahan

Allah Swt berfirman,

وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡـمُتَّقُونَ

…dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Baqarah [2]:177)

Kita dapat menyaksikan betapa tinggi tingkat kesabaran terhadap penderitaan yang dialami al-Husein bersama keluarga dan para sahabatnya di Karbala. Bahkan Sayidah Zainab memandang penderitaannya sebagai suatu keindahan dalam ungkapan terkenalnya, “_Mā ra’aytu illā jamīlā_ (hanyalah keindahan yang aku saksikan).”

Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh ajaib urusan seorang Mukmin! Seluruh urusannya baginya kebaikan. Tiada yang memandang seperti itu kecuali seorang Mukmin. Bila dia mengalami kesenangan, dia bersyukur. Hal itu kebaikan baginya. Bila dia mengalami kesusahan, dia bersabar. Hal itu kebaikan pula baginya.”[2]

4. Tabah dalam Menghadapi Kenyataan

Allah Swt berfirman,

وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

..boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. al-Baqarah [2]:216)

Sejatinya tiada berharap peperangan pada tragedi Karbala. Imam Husein a.s. senantiasa menasihati musuh-musuhnya agar mengurungkan niatnya untuk memerangi dirinya. Segala upaya yang ditempuh oleh Imam Husein a.s. adalah melaksanakan tugas dan kewajibannya.

5. Optimis Tanpa Putus Asa

Allah Swt berfirman,

  وَلَا تَاْيۡـَٔسُواْ مِن رَّوۡحِ ٱللهِۖ إِنَّهُۥ لَا يَاْيۡـَٔسُ مِن رَّوۡحِ ٱللهِ إِلَّا ٱلۡقَوۡمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ

“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Q.S. Yūsuf [12]:87)

Penderitaan yang dialami keluarga al-Husein usai tragedi Karbala, terutama Sayidah Zainab yang menyaksikan setiap babak peristiwa, tidak pernah dialami oleh manusia mana pun. Tetapi beliau justru tetap tegar menghadapinya, tanpa rasa putus asa.

Baca: Tidakkah Sayyidah Zainab as Pasca Tragedi Karbala Kembali ke Madinah, Lalu Mengapa Makam Beliau di Suriah?

Bersama Imam Ali Zainal Abidin, beliau justru menjadikan itu sebagai peluang untuk membongkar rencana busuk Bani Umayyah yang hendak menenggelamkan kesucian Ahlulbait Nabi dan menggaungkan tragedi Karbala sebagai suatu kebangkitan Islam Muhammadi.

Keselarasan Seorang Muslim dengan Pihak Lain

Kehidupan yang dibangun oleh Islam di tengah manusia ialah dengan saling menolong, toleransi, menahan amarah dan memaafkan. Allah Swt berfirman,

 وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٞ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٞ

Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. (Q.S. Fussilat [41]:34)

Demikianlah al-Husein menjadi manifestasi ayat di atas. Beliau menawarkan surga, tetapi musuh-musuhnya memilih neraka. Beliau menawarkan perdamaian agar berada di barisannya melawan orang-orang yang menginjak-injak kehormatan Islam, tetapi mereka mabuk dengan iming-iming duniawi dari penguasa.

Hanya segelintir orang seperti al-Hurr yang akhirnya menerima tawaran al-Husein untuk membelanya dan menjadi teman yang setia.

Catatan kaki:
[1] Syekh as-Saduq, Man lā Yahdhuruh al-Faqīh, j. 4, h. 412
[2] Allamah al-Majlisi, Bihār al-Anwār, j. 79, h. 139


No comments

LEAVE A COMMENT