Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Peristiwa Rasulullah Saw dan Para Sahabatnya Menjelang Rasulullah Wafat

Peristiwa Rasulullah Saw dan Para Sahabatnya Menjelang Rasulullah Wafat

Syaikh Ash-Shaduq meriwayatkan di dalam majelis 92 dari kitab al-Majlis, dari Thaliqani, dengan bersanad dari lbnu Abbas yang berkata:

“Ketika Rasulullah Saw sakit sementara para sahabatnya ada di sekitarnya, Ammar bin Yasir berdiri dan berkata kepadanya, ‘Biarlah ibu dan bapakku menjadi tebusanmu. Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang akan memandikan jenazahmu jika engkau meninggal dunia?’

Baca: Ahlulbait Adalah Rasulullah, Fatimah, Ali, Hasan dan Husain

Rasulullah saw menjawab: ‘Ali bin Abi Thalib. Karena dia tidak mengurus anggota tubuhku melainkan para malaikat membantunya.’

Ammar bin Yasir bertanya lagi: ‘Biarlah ibu dan bapakku menjadi tebusanmu. Siapa di antara kami yang akan mensalati jenazahmu jika engkau telah tiada?’

Rasulullah saw berkata: ‘Semoga Allah merahmatimu.

Kemudian Rasulullah Saw berkata kepada Ali: ‘Jika engkau melihat nyawaku telah meninggalkan jasadku maka mandikanlah aku dengan bersih, lalu kafani aku dengan dua helai kain usang ini -atau dengan kain putih Mesir dan kain selimut Yaman- dan jangan menggunakan kain mahal untuk mengkafaniku. Kemudian bawa jenazahku hingga engkau letakkan di pinggir kuburanku.

Adapun yang pertama mensalatiku adalah al-Jabbar Jalla Jalaluh dari atas ‘Arsy-Nya. Kemudian Jibril, Mikail dan lsrafil beserta pasukan malaikat yang tidak ada yang dapat menghitung jumlahnya kecuali Allah Swt. Kemudian para malaikat yang mengelilingi ‘Arsy. Kemudian para penduduk langit demi langit. Kemudian pemimpin Ahlulbaitku, dan istri-istriku, dari yang paling dekat dan seterusnya. Mereka cukup memberi isyarat atau mengucapkan salam….’

Kemudian Rasuulullah Saw berkata: ‘Hai Bilal, panggil orang-orang.’

Maka mereka pun berkumpul. Lalu Rasulullah Saw keluar dalam keadaan kepalanya terikat sorban-nya dan dia bersandar kepada busurnya, kemudian menaiki mimbar. Setelah memuji Allah Swt kemudian beliau bersabda:

‘Wahai para sahabatku, seorang nabi yang bagaimanakah aku untuk kalian. Bukankah aku telah berjihad di tengah-tengah kalian, bukankah telah patah gigi depanku, bukankah telah tertutup debu keningku, bukankah darah telah mengalir di wajahku hingga memenuhi janggutku, bukankah aku telah menanggung berbagai kesulitan dan kerja keras bersama orang-orang bodoh dari kaumku, bukankah aku telah mengikatkan batu di perutku untuk menahan rasa lapar?’

Baca: Kesulitan Hidup, Keagungan Hidup: Potret Kisah Hidup Rasulullah dalam Surah Adh-Dhuha

Mereka menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah. Engkau telah bersabar untuk Allah dan telah melarang kemungkaran yang akan mendatangkan bencana dari Allah. Semoga Allah membalas engkau dengan balasan yang paling utama.’

Rasulullah Saw menjawab: ‘Semoga Allah memberi balasan kepada kalian.’

Kemudian Rasulullah Saw bersabda: ‘Sesungguhnya Tuhanku Azza Wajalla telah menetapkan dan telah bersumpah bahwa Dia tidak akan memperkenankan sebuah kezaliman. Karena itu, demi Allah, aku meminta dengan sangat kepada kalian, siapa saja dari kalian yang pernah menerima kezaliman dari Muhammad silahkan menuntut balas. Sungguh, balasan·di dunia aku lebih sukai dari balasan di negeri akhirat di hadapan para malaikat dan para nabi.’

Baca: Imam Ali Khamenei: Soal Palestina, Kalian Akan Ditanya oleh Rasulullah SAW

Seorang laki-laki dari kaum terjauh, yang bernama Sawadan bin Qais, berdiri dan berkata kepada Rasulullah Saw: ‘Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Wahai Rasulullah, dahulu ketika engkau datang dari Thaif, aku datang menyambutmu sementara engkau berada di atas punggung untamu al-Ghadhba, sementara di tanganmu ada sebuah tongkat panjang. Engkau mengangkat tongkatmu dan hendak berangkat, lalu tongkat itu mengenai perutku. Aku tidak tahu apakah itu disengaja atau tidak.’

Rasulullah Saw berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah jika aku sengaja.’

Kemudian Rasulullah Saw berkata kepada Bilal: ‘Hai Bilal, pergilah ke rumah Fatimah (a.s.) dan ambilkan tongkat panjang itu.’

Maka Bilal keluar dan dia berteriak di jalan-jalan sempit kota Madinah: ‘Hai manusia, siapa yang hendak memberi balasan (qishash) untuk dirinya sebelum Hari Kiamat. Inilah Muhammad Saw, dia akan memberi balasan (qishash) untuk dirinya sebelum Hari Kiamat.’

Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah seraya berkata: ‘Hai Fatimah (a.s.), bangunlah, ayahmu menginginkan tongkat panjang.’

Fatimah (a.s.) datang dan berkata: ‘Hai Bilal, apa yang hendak diperbuat ayahku dengan tongkat ini padahal saat ini bukan saat perang.’

Bilal berkata: ‘Wahai Fatimah, tidakkah engkau tahu ayahmu telah naik ke atas mimbar untuk berpamitan kepada pengikut agama dan dunia.’

Mendengar itu Fatimah (a.s.) menangis seraya berkata: ‘Kesedihanku untukmu, wahai Ayah. Siapa nanti yang akan membela orang-orang fakir, orang-orang miskin dan ibnu sabil, duhai Kekasih Allah dan Kekasih hati.”

Kemudian Fatimah (a.s.) menyerahkan tongkat panjang itu kepada Bilal. Lalu Bilal keluar dan menyerahkan tongkat itu kepada Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah berkata: ‘Mana orang tua itu?’

Baca: Kedekatan Imam Ali dengan Rasulullah saw

Orang tua itu berkata: ‘Saya di sini wahai Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.’

Rasulullah Saw berkata: ‘Ke sini, balaslah hingga engkau puas.’

Orang tua itu berkata: ‘Singkapkan perutmu untukku, wahai Rasulullah.’

Maka Rasulullah Saw pun memperlihatkan perutnya. Orang tua itu berkata: “Biarlah ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah. Apakah engkau mengizinkan aku mencium perutmu?’

Rasulullah saw mengizinkannya. Kemudian orang tua itu berkata: ‘Aku berlindung dengan bagian perut Rasulullah Saw yang terkena qishash.’

Rasulullah Saw bertanya: “Hai Sawadah bin Qais, apakah engkau akan memaafkan atau tetap mengqishash?’

Sawadah menjawab: ‘Tentu aku memaafkan, wahai Rasulullah.’

Kemudian Rasulullah Saw berkata: ‘Ya Allah, ampuni Sawadah sebagaimana dia telah mengampuni Nabi-Mu, Muhammad.’”

*Madinah Balaghah


No comments

LEAVE A COMMENT