Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Perjuangan Agung Sayyidah Zainab a.s. di Akhir Kehidupannya

Sayyidah Zainab ikut serta dan turut andil dalam revolusi abadi bersama saudaranya yang mulia Imam Husain a.s. la berperan penting dalam gerakan agung itu. Suatu gerakan dan revolusi yang telah mengubah arah dan jalan sejarah dan telah membangunkan Dunia Islam dari kejahiliyahan serta meletakkannya di hadapan kita suatu jalan bagi kemajuan dan kesempurnaan. Atas dasar inilah kaum Muslimin mulai bangkit dan menuntut dunia baru, negara yang adil dan pemerintahan yang bersih. Kebangkitan dan revolusi atas pemerintahan Bani Umayah telah meliputi Dunia Islam. Gerakan ini terus mengalir hingga meruntuhkan kekuasaan Bani Umayah secara total dan menghancurkan basis-basis kekuasaan mereka secara menyeluruh.

Sayyidah Zainab telah menjadi saksi sejarah atas keseluruhan tahapan-tahapan revolusi agung Imam Husain a.s. ini. Ia menjelaskan nilai-nilai revolusi dalam khotbah-khotbahnya yang mencerahkan di Kufah, di istana Bani Umayah dan di Madinah. Ia pun telah mengokohkan prinsip-prinsip kebangkitan Husaini. Dengan demikian, tragedi Karbala dan kesyahidan Imam Husain a.s. telah menjadi bagian mendasar dan tak terpisahkan dari kehidupan Islami.

Aqilah Bani Hasyim adalah saksi sejarah atas keseluruhan peristiwa memilukan yang telah mengguncang gunung-gunung. la telah menyaksikan tragedi itu dari dekat bagaimana pasukan Bani Umayah mengepung Imam Husain a.s. dengan pedang-pedang dan tombak-tombak mereka. Ia menyaksikan bagaimana mereka membunuh Imam Husain secara sadis dan menginjak-injak jasad sucinya serta jenazah-jenazah para syuhada lainnya dengan kuda-kuda mereka. Mereka pun menyerang kemah-kemah keluarga Imam Husain dan membakarnya. Zainab juga menyaksikan bagaimana perempuan-perempuan dan anak-anak berlarian keluar dari kemah-kemah yang terbakar dan mengumpulkan mereka di atas padang pasir yang panas.

Baca: Peran dan Pengorbanan Sayidah Zainab di Karbala

Kejahatan-kejahatan Bani Umayah tidak cukup sampai di situ, mereka menggiring keluarga kenabinan dari satu kota ke kota lainnya dan masyarakat kota-kota itu hanya menjadi penonton belaka. Apakah sikap dan perbuatan hina mereka ini adalah jawaban dan balasan atas upaya dan kerja keras Rasulullah saw yang telah menghidupkan agama dan dunia Arab?

Merenungi tragedi yang menyayat hati ini, akan memberikan suatu kesimpulan bahwa mustahil peristiwa yang memilukan ini terjadi kecuali bersumber dari suatu pernyataan sikap yang diungkapkan pasca wafatnya Rasulullah Saw, “khilafah dan kenabian tidak boleh berkumpul dalam satu rumah (keluarga)”.

Mengapa Ahlulbait Nabi yang Rasulullah Saw menyandingkan mereka dengan Alquran harus mengalami musibah dan malapetaka yang menyakitkan dan menyayat hati seperti itu? Tragedi ini tidak akan terjadi kecuali karena konsekuensi dari suatu pandangan dan sikap yang memisahkan khilafah dari Ahlulbait yang disucikan.

Sayyidah Zainab kembali ke Madinah setelah tragedi Karbala dan pasca melewati masa-masa tahanan. la senantiasa meneteskan air mata duka. Ingatannya atas tragedi yang memilukan dan menyayat hati itu tidak akan pernah pupus darinya. Siang malam ia meneteskan air mata mengenang saudaranya yang mulia dan keluarganya.

Kesabaran Zainab sungguh melimpah ruah sehingga bumi yang luas ini telah menjadi sangkar yang sangat sempit baginya dan mengekang hatinya. la telah menjadi seperti seonggok bayangan yang tidak mampu untuk berkata-kata lagi. la berusaha mengumpulkan segala kekuatannya, lalu melontarkan kalimat duka nestapa, “Di manakah engkau, wahai saudaraku, Husainku! Di manakah engkau, wahai Abbasku! Di manakah engkau, wahai Ahlulbaitku!” Setelah itu, ia jatuh ke tanah tak sadarkan diri.

Zainab sangat lemah seperti ibundanya Fathimah Zahra a.s. yang sebelumnya juga mengalami kondisi yang sama. la berharap segera bertemu dengan kakeknya Rasulullah Saw demi menyampaikan segala musibah, malapetaka dan penawanan yang dialami keluarga dan dirinya. la ingin menyampaikan kepada Rasulullah saw tentang tragedi Karbala yang sangat mengerikan itu dan bagaimana jasad suci Imam Husain as diinjak injak dan dihempaskan kesana-kemari. Hati Zainab dipenuhi kerinduan untuk segera berjumpa dengan berjumpa dengan kakeknya, ayahnya, ibundanya, saudara-saudaranya, dan keluarganya yang lain, serta mengadukan kepada Allah Swt tentang musibah-musibah yang sangat besar itu.

Baca: Imam Ali Khamenei: Sudahkah Kita Seperti Zainab?

Tidak lama setelah tragedi Karbala berlangsung, Zainab pun jatuh sakit. Berdasarkan pendapat yang paling kuat, Zainab wafat pada hari Minggu pertengahan bulan Rajab tahun 62 Hijriah. Terdapat perbedaan pendapat terkait kuburan dan makam suci Zainab, Sebagian mengatakan bahwa ia dimakamkan di komplek pemakaman Baqi Madinah. Sebagian yang lain mengatakan bahwa ia dikuburkan di Syam karena pemerintah Bani Umayah saat itu memaksanya untuk tetap tinggal di Syam. Dan sebagian yang lain mengungkapkan bahwa Zainab dikebumikan di Mesir.

*Dikutip dari buku Biografi Sayyidah Fathimah – Baiq Syarif Qarasyi

No comments

LEAVE A COMMENT