Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Sejarah Ibunda Imam Ali yang Jarang Diketahui

Ibunda Imam Ali bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim. Penulis kitab Al-Aghni mengatakan bahwa Fathimah binti Asad adalah wanita pertama dari Bani Hasyim yang menikah dengan pria dari Bani Hasyim, yaitu Abu Thalib bin Abdul-Muththalib. Sebelum itu telah menjadi kebiasaan bagi pria Bani Hasyim menikah dengan wanita Quraisy lain yang bukan keturunan Bani Hasyim.

Fathimah binti Asad adalah ibu dari semua putra AbuThalib. Bagi Nabi Muhammad Saw, Fathimah binti Asad sama posisinya dengan ibundanya sendiri, karena dialah yang memelihara dan mengasuh beliau sejak kecil hingga dewasa. Rasulullah Saw sangat berterima kasih kepadanya dan memanggilnya dengan sebutan “Ibu” bukan bibi. Istri Abu Thalib itu memandang Muhammad Rasulullah Saw sejak kecil hingga dewasa sebagai anak yang patuh. Karena itu ia lebih mengistimewakan beliau Saw daripada anak-anaknya sendiri. Banyak orang yang sering menyaksikan, di saat anak-anak Abu Thalib sendiri masih berambut kusut dan bermata rebek (karena belum dimandikan), Muhammad Saw sudah kelihatan rapi, rambutnya bersisir, dan matanya bercelak. 

Dalam kitab Al-Mustadrak, Al-Hakim mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari sumber yang terpercaya (tsiqah), bahwa Fathimah binti Asad adalah seorang wanita yang sangat kuat iman dan takwanya setelah memeluk Islam. Ia termasuk wanita yang dini memeluk Islam, kemudian turut berhijrah ke Madinah. Ketika Fathimah binti Asad wafat, Rasulullah Saw memerintahkan supaya jenazahnya dikafani (dibungkus) dengan pakaian Rasulullah. Bahkan beliau turut menggali liang kubur dan langsung turun ke dalam lahad, kemudian berbaring sejenak di samping jenazah “ibundanya” itu. Setelah itu beliau berdoa: “Ya Allah, tuntunlah bundaku Fathimah binti Asad berhujjah (yakni agar dapat menjawab dengan lancar pertanyaan-pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur) dan lapangkanlah kuburnya.”

Para sahabat yang menyaksikan kejadian itu berkata: “Ya Rasulullah, kami melihat Anda telah berbuat sesuatu yang belum pernah Anda lakukan terhadap orang lain.” 

Beliau menjawab: “Ia (jenazah Fathimah binti Asad) dikafani dengan pakaianku agar ia diberi pakaian surgawi.”

Baca: Imam Ali bin Abi Thalib a.s. dalam Ayat Al-Qur’an

Sumber riwayat lain mengatakan ketika itu beliau menjawab: “Agar ia terjamin keselamatannya pada hari kiamat.” Sumber riwayat yang lain lagi mengatakan ketika itu beliau menjawab: “Untuk melindunginya dari jepitan tanah di dalam kuburnya.” 

Beliau kemudian melanjutkan jawabannya: “Aku berbaring di dalam liang lahadnya agar Allah melapangkan kuburnya dan menyelamatkannya dari tekanan tanah, karena ia termasuk hamba Allah yang paling besar jasanya terhadap diriku sesudah Abu Thalib.”

Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak mengemukakan sebuah riwayat yang berasal dari Imam Ali a.s. bahwa ketika Fathimah binti Asad wafat, Rasulullah Saw dalam salat jenazahnya mengucapkan takbir tujuh puluh kali.

Anak pertama yang dilahirkan oleh Fathimah binti Asad ialah Thalib. Ia turut berperang di pihak kaum musyrik Quraisy dalam Perang Badr melawan kaum Muslimin. Sejak itu ia tidak dikenal lagi bagaimana nasibnya dan tidak ada berita lebih lanjut mengenai kehidupannya. Adik perempuan mereka, putri bungsu Abu Thalib, terkenal dengan nama Ummu Hani. Nama aslinya ialah Fakhitah. Karena ayah dan ibunya merupakan suami-istri pertama yang sama-sama berasal dari Bani Hasyim, maka anak-anak pertama menjadi anak-anak di kalangan kaum Quraisy yang lahir dari dua orang suami-istri Bani Hasyim. 

Ketika Fathimah binti Assad sedang mengandung Imam Ali, saat itu Nabi Muhammad Saw sedang makan bersama Abu Thalib tiba-tiba Nabi memandangnya sambil bertanya: “Ibu, kenapa kamu nampak pucat?” Nabi lalu menoleh kepada pamannya, Abu Thalib, seraya berkata: “Bibi tampak sedang hamil, kalau ia melahirkan anak perempuan, nikahkanlah aku dengan anak itu, paman.”

Abu Thalib menjawab: “Kalau yang lahir anak lelaki biarlah ia menjadi asuhanmu, tetapi kalau yang lahir nanti anak perempuan, baiklah ia menjadi istrimu.”

Setelah tiba saat Fathimah hendak melahirkan, ia masuk ke dalam Ka’bah dan di tempat itulah ia melahirkan. Bayi yang lahir di tempat suci itu kemudian diselimuti, lalu Abu Thalib berkata kepada istrinya: “Biarkan bayi itu, jangan dibuka selimutnya menunggu hingga Muhammad datang dan mengangkatnya.”

Beberapa saat kemudian datanglah Nabi Muhammad Saw. Bayi itu lalu dibuka selimutnya dan ternyata lelaki. Beliau lalu mengangkatnya dengan tangannya sendiri dan olehnya diberi nama Ali. Bayi itu oleh beliau “disusui” dengan lidahnya hingga tertidur.

Sebenarnya Fathimah binti Asad telah memberi nama kepada anak lelaki yang baru dilahirkan itu Haidar yang berarti Singa. Akan tetapi orang lebih mengenalnya dengan nama Ali yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw. Mengenai hari lahir Imam Ali berbagai sumber riwayat berbeda pendapat, tetapi sebagian besar mengatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat malam tanggal 13 bulan Rajab 30 tahun sesudah tahun Gajah.

Dalam kitab Murujudz-Dahab karangan Al-Mas’udi, Irsyiidul-Mufid serta As-Sirah al-Halabiyyah karya Ali bin Burhanuddin al-Halabi asy-Syafi’I dikatakan, Imam Ali a.s. lahir di dalam Ka’bah, dan selain Imam Ali, tidak ada orang yang lahir di dalam Ka’bah, baik sebelum maupun sesudahnya. Hal itu merupakan kemuliaan yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Baca: Hubungan Alquran dan Ahlulbait Nabi Saw

Di dalam kitab Syarh Ainiyyah, Abdul Baqi mengatakan: “Kelahiran Imam ‘Ali-karramallahu wajhah di dalam Ka’bah merupakan kejadian yang sangat terkenal di seluruh dunia Islam.”

*Disarikan dari buku Ali bin Abi Thalib, Imamul Muhtadin – Hamid Husaini

No comments

LEAVE A COMMENT