Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Semuanya Tentang Fatimah Zahra a.s. (Bagian 1)

1- Menjaga Pandangan

Seorang tuna netra atau buta masuk ke rumah Imam Ali a.s. setelah memperoleh izin masuk. Fatimah Zahra a.s. segera berdiri. Nabi saw. yang menyaksikan puterinya bangkit, berkata, “Puteriku! Orang ini buta, tidak bisa melihat.”

Fatimah a.s. menjawab, “Ayah! Bila ia tidak bisa melihat, aku dapat melihatnya. Meskipun ia tidak melihat, namun bisa merasakan atau mencium aroma wanita.”

Setelah mendengarkan jawaban sang puteri, Nabi saw. berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku.”

Sayidah Fatimah a.s. dalam sebuah hadis juga berkata, “Hal terbaik bagi para wanita adalah tidak melihat kaum lelaki dan tidak pula dilihat oleh kaum lelaki.”

2- Ilmu Fatimah Zahra a.s.

Imam Ali a.s. menuturkan, “Suatu hari salah seorang wanita Madinah mendatangi Fatimah dan berkata, “Aku memiliki seorang ibu berusia lanjut yang menanyakan berbagai pertanyaan seputar salat. Aku diutus untuk menanyakan kepada Anda tentang permasalahan-permasalahan salat menurut syariat.”

Fatimah berkata, “Tanyakanlah.”

Maka perempuan tersebut melontarkan berbagai pertanyaan dan memperoleh jawaban dari semua pertanyaannya. (Baca: 2 Kisah Karamah Fatimah Zahra a.s.)

Setelah melontarkan seluruh pertanyaan, perempuan itu merasa malu karena telah merepotkan puteri Nabi saw. Ia berkata, “Wahai puteri Nabi saw.! Tidak semestinya aku merepotkanmu lebih dari ini.”

Fatimah berkata, “Silahkan datang kembali, tanyakanlah segala pertanyaan yang engkau miliki. Bila ada orang yang disewa untuk mengangkat beban berat ke loteng dan diupah 100 ribu dinar emas untuk itu, apakah pekerjaan tersebut terasa berat baginya?”

“Tidak,” jawab perempuan Madinah itu.

Fatimah melanjutkan, “Untuk setiap permasalahan yang aku jawab, aku memperoleh balasan batu permata dan mutiara berjarak antara bumi dan arasy atau bahkan lebih. Maka selayaknya aku tidak merasa berat.”

3- Ibadah Fatimah Zahra a.s.

Menurut penuturan Nabi saw., iman kepada Allah swt. sedemikian rupa merasuk ke dalam batin dan jiwa Fatimah sehingga saat beribadah kepada-Nya, dirinya terputus dari segala sesuatu selain-Nya.”

Dalam pengenalan kepada Tuhan, Fatimah a.s. mencapai iman yang sempurna. Fatimah beribadah tidak hanya untuk memohon kesempurnaan diri, namun supaya dapat membantu dan memberikan keamanan dan kedamaian kepada masyarakat dan umat. (Baca: Berbahagialah Para Pencinta Fatimah Az-Zahra a.s.)

Imam Hasan Mujtaba a.s. bercerita masa kanak-kanaknya, “Aku menyaksikan setiap malam ibuku (Fatimah Zahra a.s.) khusyu beribadah, berdoa, dan bermunajat di mihrab. Lantunan doanya selalu berisikan permohonan untuk tetangga-tetangga dan masyarakat sekitar beliau.

“Ibu! Kenapa Ibu tidak mendoakan kami, anak-anak Ibu terlebih dahulu,” protesku (Hasan a.s.).

“Puteraku! Pertama (kita doakan) tetangga, kemudian penghuni rumah,” jawab Ibuku.”

4- Kesederhanaan (Kesahajaan) Fatimah Zahra a.s.

Sudah menjadi kebiasaan, setiap kali Nabi saw. ingin melakukan perjalanan atau kembali dari bepergian, selalu singgah di rumah puterinya, Fatimah Zahra a.s. Setelah itu, beliau saw. baru menuju rumah.

Suatu hari, saat kembali dari satu perjalanan, Nabi saw. mendatangi pintu rumah Fatimah a.s. Beliau saw. tidak masuk, namun langsung pulang ke rumah beliau sendiri.

Mengetahui hal itu, Fatimah langsung berfikir, apakah gerangan sebabnya? Akhirnya Fatimah menemukan penyebabnya, yaitu tirai rumahnya. Maka Fatimah a.s. mengambil tirai itu dan membawanya ke hadapan Nabi saw. (Baca: Pernikahan Surgawi)

“Inilah sepotong kain yang menjadi penghalang antara aku dan Ayah. Berikanlah kepada siapa pun yang Ayah kehendaki,” kata Fatimah.

Fatimah Zahra a.s. berbeda dengan wanita-wanita lain. Kenikmatan terbesar yang dicari adalah dengan meninggalkan kenikmatan semu duniawi. Bahkan beliau a.s. memberikan baju pengantin, gelang perak, tirai rumahnya dan… di jalan Allah.

Fatimah a.s. mengetahui persisi bahwa kekayaan yang paling berharga adalah kekayaan batin dan sifat murah hati. Fatimah a.s. tidak memiliki perhiasan mewah, namun hal itu tidak menghalanginya untuk membuat suasana rumah menjadi hangat. Beliau tidak bergantung kepada materi dan kemewahan dalam berkhidmat untuk suami tercinta.

Rumah Fatimah a.s. kosong dari barang mewah, namun penuh dengan suasana keikhlasan, kejujuran, kesucian, keimanan, dan kehormatan. Hidangan makanan jiwa Fatimah dan Ali a.s. dipenuhi dengan keagungan, keakraban dan kasih sayang.

(Bersambung)

 

Baca selanjutnya: Semuanya Tentang Fatimah Zahra a.s. (Bagian Terakhir)

 

No comments

LEAVE A COMMENT