Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Syahadah Ali Akbar: Cahaya Hidayah dari Mega Tragedi Karbala

Ali Akbar adalah putra Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib as. Nama ibunya adalah Laila binti Abu Murrah bin Urwah. Ia mempunyai badan yang lebih besar dibandingkan kakaknya, Ali Zainal Abidin as. Oleh karena itu, ia digelari Ali Akbar (Ali yang berbadan besar).

Ali Akbar dibesarkan oleh seorang ayah yang menjadi cucu kesayangan Rasulullah Saw, dan seorang ibu yang berakhlak mulia. Ia meneguk keimanan dan menyerap ilmu dan makrifat dari ayahandanya. Maka tumbuhlah Ali Akbar menjadi seorang pemuda saleh, pemberani, cinta perjuangan, dan berani berkorban. Tidak sedikit pun kelemahan terpancar dari jiwanya. Ia seorang pemuda yang tangkas mengendarai kuda. Para ahli sejarah menganggapnya sebagai pemuda Bani Hasyim yang mahir mengendarai kuda. Sejak kecil sudah tampak keistimewaan yang dimiliki Ali Akbar yaitu sangat cermat dan berpandangan luas. Sifat-sifat inilah yang sangat dikenal musuh-musuhnya.

Apabila para pejuang Karbala kita bariskan, maka akan kita dapati Ali Akbar berada di shaf (baris) terdepan. Begitu pula dalam kecerdikan, keberanian, dan perjuangannya, ia selalu tampil terdepan.

Kesetiaan dan Perjuangannya

Ali Akbar didampingi Ayahanda dan saudaranya beserta pasukan yang menyertainya bergerak menuju medan pertempuran. Mereka menyadari bahwa berbagai rintangan sudah siap menghadang. Namun tanpa gentar sedikit pun mereka terus bergerak sambil mengibarkan panji-panji perlawanan kaum tertindas. Ali Akbar berjuang bahu-membahu bersama mereka untuk menegakkan kebenaran. Jumlah musuh yang begitu banyak tidak membuatnya gentar. Itulah sifat dan akhlaknya yang memang sesuai dengan kedudukannya. Bagaimana tidak, Ali Akbar adalah putra Imam Husain as. pemuka para syuhada, putra suci nubuwah, dan cucu kesayangan Rasulullah Saw.

Baca: Mengapa Asyura’ dan Tragedi Karbala Hanya Sekali Terjadi?

Di tengah perjalanan, Imam Husain mendapat berita tentang syahidnya Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah. Beliau memahami bahwa penduduk Kufah telah mengingkari janji setianya. Ia lalu menyampaikan berita ini kepada para pengikutnya. Setelah tahu apa yang telah terjadi, sebagian pengikutnya yang mempunyai iman dan jiwa yang lemah, serta merta berlarian meninggalkan Imam Husain. Hanya sebagian kecil sahabatnya yang masih setia menyertai.

Kejadian ini disaksikan sendiri oleh Ali Akbar. Sungguh kecewa hatinya melihat orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan emas untuk meraih syahadah ini. Namun hal itu tidak melemahkan jiwanya sedikit pun. Ketegarannya bertambah ketika melihat keimanan dan kesabaran yang dimiliki oleh saudara-saudaranya, yang dengan tulus menyertai perjuangan ayahnya.

Kalimat-kalimat lembut yang meluncur dari ayahnya membuat hati Ali Akbar bagaikan disiram tetesan air yang menyejukkan. Ia pun kembali ke medan pertempuran dengan gagahnya. Orang-orang Kufah yang hendak membunuhnya merasa takut berhadapan dengan Ali Akbar, karena Ali Akbar sangat menyerupai Rasulullah Saw.

Syahadah

Umar bin Sa’ad memerintahkan anak buahnya mengepung Ali Akbar, setelah ia sendiri merasa tidak mampu menaklukkannya. Munqidz bin Murrah dari kabilah Abdul Qais secara tiba-tiba memborgol Ali Akbar dengan menebas punggungnya. Ali Akbar tampak terkulai di atas leher kudanya. Melihat hal itu, musuh-musuhnya yang sejak tadi mengepungnya serta merta menebaskan pedang-pedangnya ke arah Ali Akbar. Ketika ruhnya akan meninggalkan jasad, Ali Akbar berteriak kegirangan, “Wahai ayah, kakek (Rasulullah) memberiku minum dari gelasnya yang bening. Dia memberiku minuman yang tidak akan membuatku haus selama-lamanya, ia berkata kepadaku, ‘Segeralah, segeralah.'”

Saat-saat Terakhir

Dengan garangnya, Imam Husain as. mencerai-beraikan pasukan musuh yang sedang mengoyak-ngoyak jasad putranya. Diangkatlah kepala putranya itu kemudian diletakkan di pangkuannya. Darah dan tanah yang melumuri wajahnya, beliau bersihkan dengan lembut. Sambil menangis Imam Husain berteriak, “Semoga Allah membinasakan orang-orang yang telah membunuhmu. Betapa durhakanya mereka kepada Allah dan Rasul-Nya, Tidak ada artinya dunia ini setelah kepergianmu, Nak!”

Imam Husain as. memerintahkan para pemuda Bani Hasyim untuk membawa jenazah putranya ke dalam kemah. Melihat keponakannya terbunuh, Zainab as. keluar dari kemahnya sambil berteriak-teriak mengutuk para pembunuhnya. Ia meratapi kepergian Ali Akbar sambil berkata sendu, “Duhai kekasihku, duhai mata hatiku, duhai cahaya mataku, duhai anak saudaraku,” kemudian ia menjatuhkan badannya di atas jenazah suci Ali Akbar sehingga air matanya membasahi wajah keponakannya. Imam Husain kemudian menghentikan tangisannya dan mengembalikan Zainab ke kemahnya.

Pelajaran yang Disampaikan Ali Akbar

Para syuhada Karbala yang gugur dalam perjuangan ternyata telah memberikan pelajaran yang teramat penting bagi manusia tentang hakikat kehidupan ini: bagaimana mengutamakan orang lain dan membela kebenaran. Salah satu dari mereka adalah Ali Akbar. Ia membawa cahaya hidayah untuk menerangi jiwa-jiwa manusia dengan syahadah dan darahnya bagi kebangkitan Islam di Karbala. Ia pun telah meraih ridha Allah dengan memenuhi seruan Al-Qur’an agar menjual dirinya kepada Allah dan menempuh jalan para syuhada pendahulunya. Ia memilih syahid di jalan Allah dalam memerangi manusia-manusia durhaka.

Ali Akbar memberi pelajaran kepada kita dengan peristiwa Karbala ini tentang kebenaran, keadilan, dan kesucian. Kita pun mendapatkan pelajaran dari para pejuang Karbala tentang keperwiraan dan kejantanan. Maka sudah sepantasnya kita memelihara apa-apa yang sudah mereka persembahkan melalui curahan darahnya. Semoga kesejahteraan dan keselamatan dicurahkan kepada mereka.

Revolusi Terbesar dalam Sejarah Umat Manusia

Sudah sepantasnya bagi kaum Muslim dan Mukmin menyadari bahwa darah Imam Husain as, putra-putranya, dan darah para pembelanya yang tercurah di bumi Karbala pada hari Asyura akan terus bergejolak menerangi jiwa-jiwa manusia sepanjang zaman. Ketika alam telah diselimuti malam yang pekat, dan ketika awan tebal menghalangi jalannya cahaya, maka pada saat seperti inilah kita harus menempuh jalan yang telah dirintis oleh Imam Husain as. bersama para putra dan pembelanya.

Sesungguhnya api revolusi dan darah suci para syuhada akan menyinari kegelapan, menyingkapkan berbagai penghalang sehingga kebenaran dan keadilan tampak. Revolusi Karbala akan berdiri tegak menghalau para penindas dan para penguasa.

Baca: Narasi Kelahiran Al-Husain a.s.

Gerakan para pejuang Karbala dan kesyahidan mereka telah mengangkat Dinul Islam mencapai kemuliaannya sehingga terketuklah telinga-telinga kemanusiaan. Seruan mereka di Karbala adalah seruan berjuta-juta orang yang tertindas dan yang dirampas haknya: seruan agar perbuatan aniaya yang menghisap darah manusia segera dihentikan; seruan yang menyongsong kemenangan untuk membela Islam. Mereka telah memilih jalan ini untuk melawan para penindas demi tegaknya kebenaran dan keimanan.

Cahaya revolusi Karbala akan tetap bersinar selama-lamanya, apinya akan tetap menyala di hati orang-orang yang merdeka jiwanya, baik laki-laki ataupun wanita. Sesungguhnya nyala api Karbala adalah nyala api berupa cahaya, yang akan membakar setan-setan bersama para pengikutnya. Itulah cahaya harapan dan kebahagiaan untuk melepaskan dan memerdekakan manusia dari ikatan perbudakan.

*Dikutip dari buku karya Ayatullah Sayid Musa Shadr – Syuhada Padang Karbala

No comments

LEAVE A COMMENT