Imam Zainal Abidin a.s. beserta keluarga syuhada kembali ke Madinah dan menangani langsung secara resmi urusan-urusan yang berkaitan dengan imamah. Imam mengambil amanah imamah dari Ummu Salamah dan memulai program-programnya.
Programnya yang pertama adalah menjaga, memelihara, serta mengayomi sisa Ahlulbait dan keluarga syuhada yang terlantar. Program yang kedua adalah melanjutkan pengungkapan dan penyebaran propaganda serta berita mengenai peristiwa menyedihkan Asyura dan tertawannya Ahlulbait kepada penduduk Madinah dan tetap menghidupkan peristiwa tragis itu agar tidak dilupakan. Diriwayatkan bahwa keadaan Imam senantiasa menangis dalam setiap acara dan peringatan bagi syuhada, khususnya ayahnya, Imam Husain, dan menceritakan kepedihan Asyura kepada masyarakat.
Imam Jakfar Shadiq a.s. mengatakan bahwa Imam Ali bin Husain a.s. menangis selama 20 tahun, dan di riwayat yang lain 40 tahun. Setiap kali makanan dibawa ke sisinya, ia menangis. Pada suatu hari, pembantu Imam berkata: “Jiwaku kukorbankan bagimu, wahai putra Rasulullah! Aku takut engkau membahayakan nyawamu lantaran terlalu banyak menangis.” Dalam jawabannya, Imam a.s. berkata: “Aku memasrahkan kesedihan dan kepedihanku kepada Allah. Apa yang kuketahui tidaklah engkau ketahui. Setiap saat aku mengingat syahidnya salah seorang dari anak-anak Fathimah. Maka, tidak terasa air mataku meleleh.”
Ketika ingin minum, Imam menangis sehingga air matanya meleleh di tempat air. Imam ditanya mengapa selalu demikian. Imam berkata: “Bagaimana mungkin aku tidak menangis sementara ayahku dibunuh dalam keadaan dahaga dan air yang diperbolehkan untuk binatang di gurun pun terlarang bagi ayahku.”
Tangisan dan kepedihan Imam Sajjad bukan hanya sebagai pertanda kesedihan dan duka, melainkan juga sejenis propaganda dan ungkapan atas kezaliman dan kekejaman Bani Umayyah.
Baca: Perjuangan Imam Ali Zainal Abidin a.s. Pasca Tragedi Karbala
Tanggung jawab ketiga Imam Sajjad adalah mendirikan pemerintah Islam dan mengelola masyarakat sesuai dengan hukum Islam. Mendirikan pemerintahan dan mengelola masyarakat merupakan salah satu kewajiban terbesar seorang imam. Imam memiliki kesiapan untuk menunaikannya tetapi karena makar-makar jahat para perampas pemerintahan, kaum Muslimin tidak dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan secukupnya dari Imam.
Dari satu sisi, dengan propaganda yang luas, mereka menyerang Imam Ali bin Abi Thalib dengan tuduhan-tuduhan bohong dan mencacinya. Mereka juga memburuk-burukkan nama Ahlulbait di depan masyarakat. Dari sisi yang lain, mereka begitu sensitif terhadap para Syiah dan pengikut Ahlulbait sehingga mengawasi semua perilaku dan ucapan mereka. Jangan sampai para Syiah dapat keluar dan masuk ke rumah Ahlulbait atau mendengar hadis dan menukilkannya kepada orang lain atau memberikan pujian terhadap Ahlulbait. Apabila ada yang melanggar, mereka akan dihadapkan kepada berbagai sanksi dan hukuman. Dalam kondisi yang menyeramkan dan terkungkung seperti ini, maka siapakah yang akan berani merujuk kepada Imam Sajjad untuk memperoleh ilmu darinya?
Bagaimana mungkin pula, Imam mampu menyebarkan ilmunya kepada masyarakat dalam batasan yang dikehendakinya? Namun dengan semua keterbatasan itu, Imam tetap memanfaatkan peluang dan dengan kapasitas yang memungkinkan, Imam menyirami para pecintanya dengan ilmu. Dalam kaitan ini, banyak sekali hadis di berbagai bidang masih tersisa dari Imam dan tercatat dalam kitab hadis. Yang terpenting, di antaranya, adalah risalah hak-hak asasi (risalat al-huquq). Imam Sajjad, dalam makalah yang pendek dan penuh kandungan itu, menghitung semua yang berhak dan mengisyaratkan tiap-tiap hak.
Dalam kaitan ini, Imam tidak hanya menyinggung hak manusia, bahkan anggota tubuh manusia seperti mata, telinga, lidah, tangan, perut, dan perbuatan manusia seperti salat, puasa, sedekah, dan ihsan disebutnya sebagai yang berhak dan semua hak mereka disebutkan satu persatu. Risalah atau makalah ini merupakan sebuah risalah yang kaya dan penuh kandungan sehingga langka dan sangat bernilai bagi siapa saja yang berminat untuk mengamalkannya.
Untuk mengetahui lebih baik pribadi Imam Sajjad, perlulah dipelajari dan diteliti doa-doa dari beliau. Doa tidak boleh dipandang sebagai perkara sederhana dan hanya sebatas keinginan-keinginan seorang hamba kepada Tuhannya. Sebagaimana disimpulkan dari hadis dan riwayat, bahwa doa merupakan sejenis ibadah. Doa juga merupakan ibadah yang terbaik dan menyebabkan kesempurnaan jiwa serta takarub kepada Allah. Ruh manusia ketika berdoa terbang dari alam materi dan menjalin hubungan dengan Allah Swt.
Rasulullah Saw dan para imam suci adalah ahli doa dan munajat serta banyak berdoa. Dalam semua keadaan, mereka berkonsentrasi kepada Allah dan senantiasa meminta bantuan dari-Nya. Dalam hal ini, Rasulullah Saw, Ali bin Abi Thalib, dan Ali bin Husain terkenal sebagai yang paling banyak berdoa. Kitab-kitab hadis dan doa dipenuhi oleh doa tiga manusia suci ini.
Baca: Imam Ali Zainal Abidin a.s. dalam Pandangan Tokoh yang Hidup Sezaman
Doa-doa yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw telah dikumpulkan dalam satu jilid buku besar dan dicetak dengan nama Shahifah an-Nabawiah. Doa-doa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib tercatat dan tersebar luas dengan nama Shahifah al-Alawiyah. Doa-doa Ali bin Husain juga populer dengan sebutan Shahifah as-Sajjadiyah. Shahifah ini begitu bernilai sehingga dinamakan Zabur keluarga Muhammad. Dengan mempelajari secara teliti doa-doa tersebut, maka kita dapat mempelajari tauhid dan mengenal Allah, berikut sifat-sifat tsubutiyah dan salbiyah-Nya, ma’ad dan alam akhirat, cara ibadah dan menyembah Allah, cara berdoa dan bermunajat, serta merintih kepada Allah dengan cara syair, suluk dan taqarrub kepada Allah. Makarim akhlak dan sifat-sifat rendah, kebutuhan-kebutuhan manusia yang sejati, baik di dunia maupun akhirat, hubungan manusia yang benar dan pergaulan yang baik, serta hak dan kewajiban manusia terhadap sesama, merupakan pelajaran yang terbaik.
Doa-doa Imam Sajjad a.s. sangatlah kaya dan menakjubkan. Seorang manusia biasa sama sekali tidak akan bisa mengarang doa seperti itu, yang begitu tinggi dan indah bermunajat kepada Tuhan semesta alam. Dengan doa-doa Imam tersebut, diharapkan Muslimin, khususnya Syiah Ahlulbait dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin.
*Disarikan dari buku Para Pemimpin Teladan – Ayatullah Ibrahim Amini