Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tolok Ukur Keimanan dan Keikhlasan

Allah Swt berfirman: “Orang-orang yang berdebar-debar hatinya lantaran takut ketika menyebut nama Allah dan imannya bertambah ketika membaca Alquran, mereka bertawakal  kepada Tuhan mereka dan yang mendirikan salat, menginfakkan apa-apa yang diberikan kepada mereka, itulah orang- orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, mereka akan memperoleh derajat yang tinggi. (QS. al-Anfal: 4)

Mereka adalah orang-orang Mukmin yang sesungguhnya dan telah meraih derajat yang mulia. Pada tempat yang lain, Alquran mengatakan: “Kedudukan mereka itu bertingkat-tingkat.” (QS. Ali Imran: 163)

Orang-orang Mukmin memperoleh derajat mulia serta cahaya di surga. Dalam hal ini, terdapat dua bentuk permasalahan. Pertama, surga untuk orang-orang Mukmin. Kedua, orang Mukmin itu sendiri merupakan surga. Manusia yang sempurna akan mampu Mencapai derajat dimana ia memperoleh ketentraman dan rizki serta surga kenikmnatan (QS. al-Waqiah: 89). Dalam kasus ini, dirinya sendirilah yang rnenjadi surga. Kesempurnaan ini tidak bisa diperoleh hanya lewat beribadah semata melainkan juga harus dengan mencapai rahasianya.

Baca: Al-Itsar, Tingkatan Iman Tertinggi

Kendati seseorang kerap mengerjakan ibadah salat, namun pada waktu-waktu tertentu panca inderanya tidak ikut salat. Dari sudut pandang hukum dan penampakan lahiriahnya, salat semacam ini bisa dibenarkan. Dengan kata lain, salat semacam itu tidak akan mengangkat orang yang melaksanakannya ke atas (maksudnya kepada Allah Swt).

Pada kesempatan yang lain, ia menunaikan salat. Dalam salatnya tersebut, ia tidak mengingat apapun kecuali Allah Swt, dan dalam hatinya tidak terlintas sesuatupun kecuali keberadaan Allah Swt. Inilah salat yang akan membumbung dan mengangkat orangnya ke atas. Inilah salat yang benar dan diterima Allah.

Agar bisa mencapai rahasia salat, kita harus terus-menerus menjaga diri kita di luar salat. Jika kita berhati-hati dalam hal makanan, gerakan, serta pikiran, kita akan dapat mengerjakan salat dengan tenang. Apabila dirasakan tak ada ketentraman dan ketenangan dalam pengerjaan salat, ketahuilah bahwasannya penyebab semua itu tak lain dari diri kita sendiri yang telah membiarkan para musuh untuk menyerang diri kita. Musuh-musuh tersebut bisa berbuat seperti itu dikarenakan sebelumnya kita telah membiarkan anggota tubuh kita melakukan pekerjaan-pekerjaan yang melanggar syariat. Sesuatu yang kita dengar dan ucapkan, pergi dan pulangnya kita, seluruhnya tersimpan dalam hati kita. Dan ketika ketika kita menunaikan salat, semua itu akan mempengaruhi kita.

Baca: Makna Iman, Kekafiran, dan Keraguan Menurut Imam Ali a.s.

Begitu pula jika kita sedang menunaikan ibadah puasa, haji, dan jihad. Dengan menjaga diri di luar salat dan tidak menjadikan diri sebagai penjilat, serta tidak pernah disibukkan dengan orang lain, seluruh panca indra kita akan larut dalam ibadah yang kita kerjakan. Pada saat itu, kita akan merasakan kelezatan tiada tara disebabkan seluruh panca indra kita menghadap Allah Swt. Apabila itu terjadi, maka perlindungan dan rahmat Allah akan senantiasa meliputi diri kita. Ibadah yang ditunaikan orang-orang yang telah mencapai rahasia ibadah, yakni Ahlulbait Nabi saw, dihasilkan dari pengetahuan-pengetahuan semacam ini.

Sebagian manusia telah menyia-nyiakan diri dan hatinya. Mereka terdiri dari orang-orang yang tidak mengetahui di mana dan mengapa dirinya datang. Alhasil, ia telah menyia-nyiakan dirinya. Karenanya, harus ada seorang manusia yang sempurna, yakni imam maksum yang memberitahukan tempat-tempat yang layak bagi diri dan keberadaan kita. Seseorang yang tidak berada di tempatnya merupakan orang yang telah menyia-nyiakan dirinya.

Setiap ibadah, khususnya puasa, memiliki banyak jalan yang bisa menghantarkan kita kepada rahasia yang dikandungnya. Imam Ali a.s. menjelaskan hal itu kepada kita dengan mengatakan: “Jika hati kalian menghadap Allah Swt, ini berarti bahwa lutf Allah telah meliputi diri kalian.” Kita tentu mengetahui dengan jelas, makna dari pernyataan tersebut. Tatkala hati kita menghadap Allah, kita akan menghirup kebebasan serta merasakan pula betapa ringan diri kita. Apabila kita mengalami hal seperti itu, ketahuilah bahwa lutf Allah telah meliputi diri kita.

Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang ingin mengetahui apa yang dimilikinya di sisi Allah Swt, maka lihatlah apa yang ada dari Allah Swt di sisinya. Sesungguhnya Allah menurunkan seorang hamba di mana ia berada sepenuh hatinya kepada Allah dan tidak menyibukkan diri dalam kehidupan duniawi. Keberadaan seorang Mukmin yang menghadapkan hatinya kepada Allah dalam salatnya akan diterima Allah Swt. Bukanlah digolongkan sebagai seorang Mukmin kecuali dirinya menghadapkan hatinya kepada-Nya, sehingga Allah akan menerima dirinya. Dan Allah akan menghadapkan hati orang-orang untuk mencintainya setelah mereka cinta kepada Allah Swt.” (Syaikh al-Mufid, al-Amali, pertemuan ke-18, hadis ke-7)

Baca: Pentingnya Iman kepada Ma’ad

Tak ada yang lebih baik dari perbuatan menjauhi dosa serta keberadaan dari orang-orang yang menghadap Allah Swt dalam salatnya yang benar-benar khusyu. Janganlah menjadikan Allah sebagai wasilah (perantara) untuk memasuki surga atau demi keselamatan diri dari jilatan api neraka. Jadikanlah Allah merupakan tujuan itu sendiri, bukan sekadar wasilah. Allah tidak akan mencampakkan kita ke dalam neraka. Allah justru akan menempatkan di surga-Nya. Syaratnya, kita harus beramal dengan adab (tatak rama) serta dengan melaksanakan ibadah.

Seorang Mukmin tidak akan menyibukkan dirinya dengan apapun selain Allah. Sebabnya, kesibukan dengan apapun selain Allah tak lai adalah kehidupan duniawi itu sendiri. Setan akan memperdaya setiap manusia berdasarkan bidang keahliannya masing-masing. Ia akan memperdaya orang alim dengan cara meniupkan pikiran bahwa dirinya lebih berilmu (ketimbang ulama lain) atau lebih banyak memiliki murid, atau  lebih banyak mengajar dan menulis buku. Ini merupakan kesombongan yang berkenaan dengan bidang yang ditekuninya.

Setan tidak akan membiarkan seorang pun lepas dari godaannya. Orang yang bebas dari kesumpekan merupakan orang yang telah lolos dari tipu daya setan. Tak ada yang lebih lezat dari pada keikhlasan. Orang yang mukhlis tidak dapat disusupi musuh dari dalam maupun dari luar. Allah akan menerima seorang Mukmin yang menghadap kepada-Nya dalam salatnya dengan wajah-Nya. Dan kelembutan hati orang-orang Mukmin akan menjadikan dirinya dicintai oleh semua orang.

Baca: Sejatinya Iman Kepada Allah SWT

Setiap orang hidup dengan cinta kasih. Orang yang hidup tanpanya tak akan merasakan nikmatnya kehidupan. Apabila rahmat dan lutf Allah telah meliputi diri seseorang, maka orang-orang Mukmin akan mencintainya dengan sepenuh hati. Inilah keutamaan dan rahasia ibadah. Orang yang menyembah Allah (karena Allah) akan menjadi manusia abadi. Sebabnya, wajah Allah tidak memiliki akhir (kekal abadi). Imam Ali berkata: “Di antara kita ada yang mati tetapi ia tidak mati.” (Nahj al-Balaghah, Khutbah ke

Dunia bukanlah tempat yang kekal. Yang kekal dan permanen adalah pengetahuan dan iman. Dengan demikian, orang alim dan Mukmin merupakan orang-orang yang kekal. Allah mengabarkan hal itu kepada orang Mukmin yang menghuni surga dengan firman-Nya: “Dari yang hidup dan yang mati kepada yang hidup yang tidak mati. Firman ini disampaikan Allah -yang merupakan zat yang tidak mati, kepada orang Mukmin yang menjadi cerminan dzat yang hidup. Dengan demikian, orang-orang Mukmin akan senantiasa terjaga dari kematian. Sesuatu yang mengantarkan manusia memasuki kehidupan abadi adalah peribadahan. Dan peribadahan tersebut didasari karena Allah Swt. Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah.” (QS. al-Qishash: 88). Orang-orang yang menyembah Allah akan hidup kekal dan abadi.

*Dikutip dari buku karya Ayatullah Jawadi Amuli – Rahasia Ibadah


No comments

LEAVE A COMMENT