Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Tuntutan Politik yang Harus Dihadapi Imam Ali Hadi a.s.

Selama 34 tahun keimamahan Imam Hadi a.s., beliau harus menghadapi berbagai macam tuntutan yang mengharuskan imam mesti lebih berhati-hati mengambil posisi yang akan membahayakan Islam. Serta harus mengembalikan kesalahan dalam pemikiran keagamaan yang melanda waktu itu. Di antara strategi itu antara lain:

Menghindari Kemarahan Penguasa dan Antek-anteknya

Imam Hadi a.s. selama kepemimpinannya, selalu menghindar dari segala sesuatu yang dapat membangkitkan kemarahan penguasa. Beliau melaksanakan apa yang diamanatkan ayahnya untuk mengendalikan diri. Beliau juga pernah menerima undangan Mutawakkil dan datang ke Samarra, menggagalkan kesempatan penggeledahan terhadap dirinya yang sering terjadi sejak di Madinah hingga di Samarra.

Lebih dari itu, Imam dapat meyakinkan Mutawakkil bahwa beliau tidak akan melakukan  pemberontakan. Mutawakkil pernah memamerkan kekuatan militernya. Dalam acara ini, Imam dihadirkan untuk mengetahui kekuatan yang dimiliki Mutawakkil sehingga tidak seorang pun dari Ahlulbait berpikir untuk melawannya. Imam Hadi berkata: “Kami tidak akan berdebat denganmu tentang agama. Kami orang-orang yang sibuk dengan urusan akhirat. Maka tidak berguna apa yang kamu duga.”

Baca: Kisah-kisah Menakjubkan dari Imam Ali Hadi a.s. (1)

Mutawakkil tidak mendapatkan alasan apa pun untuk memerangi Imam sekalipun dengan melakukan penggeledahan secara mendadak dan berulangkali. Imam menghindar dari persoalan-persoalan seperti ini. Sebaliknya, beliau lebih sering memberi nasihat dan pengarahan kepada Mutawakkil.

Imam Hadi a.s. tidak bersikap bakhil memberikan jawaban ilmiah ketika mereka mendapatkan kesulitan untuk menyelesaikannya. Bahkan beliau sempat memberi resep obat untuk menyembuhkan Mutawakkil, ketika para tabib putus asa untuk mengobatinya. Meski demikian, Mutawakkil tetap menampakkan sikap permusuhannya terhadap alawiyin.

Menjawab Gejolak Pemikiran dan Kesalahan Pemikiran

Pada zaman Imam Hadi a.s. umat Islam diuji dengan apa yang dikenal sebagai bencana “Alquran“ yang dianggap makhluk, juga dengan perdebatan panjang seputar masalah jabr, tafwidh, dan ikhtiyar. Imam Hadi ikut terlibat secara serius dalam menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara yang bijak. Surat yang dikirimkan Imam Hadi kepada penduduk Ahwaz mengandung jawaban ilmiah secara rinci tentang kesalahan teori jabr dan tafwidh. Beliau  menjawabnya dengan metodologi yang indah.

Fenomena penyimpangan di tengah masyarakat Islam saat itu mencapai tingkat berlebihan. Tetapi Imam Hadi menghadapinya dengan cara yang tepat sesuai fenomena yang ada.

Tantangan Ilmiah dari Penguasa dan Ulamanya

Pengujian ilmiah terhadap para imam Ahlulbait merupakan siasat penguasa untuk mengetahui kemampuan ilmiah mereka yang menjadi salah satu penguat kedudukan imamah. Namun, pada saat yang sama, Imam Ahlulbait menjadikan pengujian ini sebagai upaya untuk mengembangkan ilmu di tengah masyarakat Islam.

Setelah melakukan pengujian kemampuan intelektual terhadap terhadap Imam a.s., penguasa  berusaha menutupi keilmuannya agar pengikut Ahlulbait tidak bisa memanfaatkan makalah hasil diskusi sebagai alat untuk melawan penguasa.

Akan tetapi, referensi sejarah telah mencatat tulisan-tulisan hasil ujian tersebut, yang isinya  membuktikan bahwa jawaban para Imam Ahlulbait telah mematikan semua tantangan ilmiah. Jawaban para Imam membuktikan kemenangan mereka di bidang keilmuan yang kemudian mengembalikan posisi mereka sebagai marja agama di tengah masyarakat Islam.

Inilah contoh ujian yang dilakukan Ibnu al-Akstam pada zaman Mutawakkil yang kemudian berusaha ditutup-tutupinya. Ibnu Syahr Asywab meriwayatkan bahwa Mutawakkil berkata kepada Ibnu Sukait: Tanyakan kepada putra ar-Ridha tentang masalah sulit.

Baca: Profil Imam Ali al-Hadi A.S.

lbnu Sukait kemudian melontarkan pertanyaan: “Mengapa Allah mengutus Musa dengan tongkat, mengutus Isa dengan memberi kemampuan menyembuhkan penyakit kusta, buta, dan menghidupkan orang mati, serta mengutus Muhammad dengan membawa Alquran dan pedang?

Imam Hadi a.s. menjawab: “Allah mengutus Musa dengan membawa tongkat dan tangannya yang putih karena pada zaman itu mayoritas penduduknya pengagum sihir. Musa datang untuk mengalahkan sihir dan membuktikan kesalahan mereka. lsa diutus dengan membawa kemampuan menyembuhkan penyakit buta dan kusta serta menghidupkan orang yang mati dengan izin Allah  karena ia dihadapkan pada zaman yang mayoritas penduduknya menyukai pengobatan. Dengan izin Allah, Isa berhasil mengalahkan mereka. 

Dan Allah mengutus Muhammad Saw dengan membawa Alquran karena beliau dihadapkan pada zaman yang mayoritas penduduknya menyukai pedang dan syair. Muhammad Saw datang membawa Alquran yang indah untuk mengalahkan syair mereka, dan pedang yang kuat untuk mengalahkan pedang mereka serta membuktikan kesalahan mereka.

Ibnu Sukait bertanya lagi: “Lalu apa buktinya sekarang?

Imam a.s. menjawab: “Akal. Dengan akal, manusia mengetahui orang yang berbohong kepada Allah.

Yahya bin Akstam berkata: Apa kemampuan Ibnu Sukait hingga ia berani berdialog dengannya? Dia hanya seorang ahli nahwu, bahasa, dan syair.”

*Dikutip dari buku Teladan Abdai, Biografi Imam Hadi – Penerbit Al-Huda


No comments

LEAVE A COMMENT