Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Wara’ dan Takwa (3)

Mengenai ibadah haji, dalam surat al-Baqarah [3] ayat 197 Allah SWT berfirman;

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ.

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Baca sebelumnya: Wara’ dan Takwa – 2)

Lantas apa yang dimaksud dalam kalimat: “Berbekallah, dan  sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa?”  Pemahaman yang umum menjawabnya bahwa orang yang berhaji ke Baitullah selain tidak boleh berbuat “rafats” (perkataan kotor), fasik, dan berbantah-batahan, juga harus membekali diri dengan ketakwaan.

Namun demikian, ada tafsiran yang membawakan riwayat bahwa sekelompok orang dari Yaman pada masa proses turunnya al-Quran melakukan perjalanan haji tanpa membawa bekal. Mereka berbuat demikian dengan asumsi; “Kami bepergian untuk berkunjung ke Baitullah, maka apa mungkin Allah SWT tidak akan menjamu kami?” Mereka lupa bahwa Allah SWT telah menjamu mereka justru melalui perantara materi yang sejak awal sudah ada di tangan mereka.

Ayat tersebut lantas turun untuk memerintahkan kepada mereka agar membawa bekal, namun disusul pula dengan perintah bekal spiritual dan pesan bahwa ketakwaan yang merupakan sebaik-baik bekal merupakan keharusan yang mutlak.[1]

Dengan demikian, jika bepergian di alam dunia saja manusia diperintahkan membawa bekal maka perjalanan menuju alam akhirat tentu juga lebih membutuhkan bekal karena jika tidak maka nasibnya akan benar-benar celaka. (Baca: Mereka yang Tidak Peduli Nasib Sesama)

Imam Ali as berkata;

إنّ المرء إذا هلك قال الناس : ما ترك ؟ وقالت الملائكة : ما قدّم ؟ لله آباؤكم فقدّموا بعضاً يكن لكم، ولا تُخلِفُوا كلاًّ فيكون عليكم.

“Sesungguhnya manusia ketika telah binasa maka orang-orang akan berkata, ‘Apa (warisan) yang dia tinggalkan?’ Sedang para melaikat berkata, ‘Apa (amal baik) yang dia ajukan?’ Bagi Allah-lah orang-orang tua kalian, maka ajukanlah sebagian (harta kalian) agar menjadi (simpanan) milik kalian, dan jangan kamu tinggalkan semuanya lalu menjadi (hutang) yang membebani kalian.”[2]

Dalam surat Ali Imran [3] ayat 102 Allah SWT berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”

Diriwayatkan bahwa dalam menafsirkan kalimat “sebenar-benar takwa”  Imam Jakfar al-Shadiq as berkata;

يطاع ولا يعصى، ويُذكر فلا يُنسى، ويُشكر فلا يكفر.

“(Allah SWT) ditaati dan tidak didurhakai, diingat dan tidak dilupakan, serta disyukuri dan tidak diingkari.”[3]

Allah SWT juga berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ.

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”[4]

Penjelasannya ialah bahwa mula-mula Allah SWT memberikan karunia kepada hamba-hambaNya dengan memberi mereka pakaian secara materi dan fisik untuk menutupi aurat mereka, dan ini tentu merupakan suatu kemuliaan sekaligus hiasan bagi mereka. (Baca: 10 Kemuliaan Sayyidah Zainab as – 1)

Pakaian inilah yang tercampakkan dari Adam dan hawa setelah mereka berbuat kesalahan akibat godaan syaitan. Dalilnya ialah bahwa pakaian itu memang terlepas dari dari mereka, seperti diisyaratkan dalam firman Allah;

إِنَّ لَكَ أَلاَّ تَجُوعَ فِيهَا وَلاَ تَعْرَى.

“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang.”[5]

(Bersambung)

[1] Tafsir Namuneh, jilid 2, hal. 30.

[2] Nahjul Balaghah, Khutbah 203.

[3] Tafsir al-Burhan, jilid 1, hal. 304.

[4] QS. Al-A’raf [7]: 26.

[5] QS. Thaha [20]; 118.

Baca selanjutnya: Wara’ dan Takwa (4)

 

Post Tags
Share Post
No comments

LEAVE A COMMENT