Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Wara’ dan Takwa (6/Selesai)

Fiman Allah “dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran)…” mengisyaratkan bahwa seandainya tidak ada kekuatiran bahwa semua orang akan menjadi satu umat yang ingkar kepadaNya niscaya Dia mengayakan dan menyejahterakan orang-orang kafir sebagai bentuk ‘imla’” atau “istidraj” (jebakan nikmat) agar mereka semakin lalai dan membangkang kepadaNya, atau sebagai balasan baik bagi mereka karena bagaimanapun juga mereka terkadang masih melakukan perbuatan-perbuatan baik agar di hari akhirat kelak mereka tidak mendapatkan balasan apa-apa, atau karena-karena faktor lain yang misteri bagi kita. (Baca sebelumnya: Wara’ dan Takwa – 5)

Di luar berbagai keistimewaan fisik dan materi nan semu dan menipu itu juga terdapat keutamaan-keutamaan spiritual dan transenden dengan ketinggian yang tak ada batasnya. Tentang ini Allah SWT menggambarkan, misalnya, bagaimana Dia memuliakan orang-orang yang berpengetahuan atas orang-orang yang bodoh;

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الاْلْبَابِ

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.”[1]

Allah SWT juga melukiskan bagaimana dia mengutamakan orang-orang yang berjuang daripada orang-orang yang berpangku tangan;

لاَ يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُوْلِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُـلاًّ وَعَدَ اللّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً * دَرَجَات مِّنْهُ وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً وَكَانَ اللّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (yaitu) beberapa derajat dari pada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan adalah Allah Maha Pen犀利士
gampun lagi Maha Penyayang.”[2]

Lebih jauh Allah SWT juga menyebutkan keutamaan orang-orang yang beriman atas orang-orang yang tak beriman, dan orang-orang yang berilmu atas orang-orang yang tak berilmu;

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَات

… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”[3]

Kemudian, Allah SWT juga memuliakan orang-orang yang bertakwa atas orang-orang yang tak bertakwa;

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”[4]

Menariknya, pengutamaan takwa bersifat mutlak, sedangkan pengutamaan hal-hal lain bersifat relatif. Ini karena takwa tidak mungkin tanpa ditunjang pengetahuan karena orang yang tak berpengetahuan tidak mungkin bisa menghindari bahaya yang tak diketahuinya, sedangkan pengetahuan masih bisa terpisah dari ketakwaan sehingga orang yang berilmu tapi tidak bertakwa maka ilmunya justru menjauhkannya dari Allah SWT. Dengan demikian, pengetahuan memiliki keutamaan yang bersifat relatif, sedangkan ketakwaan bersifat mutlak. (Baca: Apakah Imam juga Maksum seperti Nabi?)

Ketakwaan juga tidak mungkin terpisah dari keimanan, sedangkan keimanan juga bisa terpisah dari ketakwaan sehingga keutamaan iman juga tidak bersifat mutlak, sedangkan ketakwaan bersifat mutlak. Jihadpun juga merupakan salah satu manifestasi ketakwaan.

Atas dasar ini, ketakwaan menjadi kriteria bagi mutu semua perbuatan sehingga takwa bisa terdapat pada jihad, menuntut ilmu, berdakwah, dan lain-lain, dan dengan demikian ketakwaanlah yang menjadi tolok ukur yang bersifat mutlak untuk segala perbuatan yang bermutu dan sejati bagi manusia.

Sebagai penutup, simaklah dan camkan firman Allah SWT;

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيد * هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّاب حَفِيظ * مَنْ خَشِيَ الرَّحْمن بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْب مُّنِيب * ادْخُلُوهَا بِسَلاَم ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ * لَهُمْ مَّا يَشَاؤُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

“Dan didekatkanlah syurga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, masukilah syurga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.”[5]

[*]

(Selesai)

[1] QS. Al-Zumar [39]: 9.

[2] QS. al-Nisa’ [4]: 95 – 96.

[3] QS. al-Mujadalah [58]: 11.

[4] QS. AL-Hujurat [49]: 13.

[5] QS. Qaf [50]: 35.

Baca: Doa Imam Zainal Abidin as dalam Kesusahan dan Memohon Perlindungan

 

No comments

LEAVE A COMMENT