Oleh Dr. Muhsin Labib, MA
Setiap kali 10 November menghampiri kalender, kita memperingati Hari Pahlawan Nasional. Konteks historisnya adalah kepahlawanan para pejuang yang dikomandoi Bung Tomo di “Kota Pahlawan”, Surabaya.
Secara kebahasaan kata pahlawan, yang merupakan serapan dari bahasa Persia, berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Kepahlawanan adalah perihal sifat pahlawan (seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, dan kekesatriaan). Singkatnya, pahlawan adalah orang yang rela berkorban demi kepentingan orang lain.
Ada tiga macam pahlawan: kemanusiaan, agama, dan bangsa. Yang pertama adalah orang yang berkorban bagi manusia tanpa membedakan agama dan bangsa. Kedua adalah orang yang berkorban untuk agamanya tanpa membedakan bangsa. Ketiga adalah orang yang berkorban untuk bangsanya tanpa membedakan agama.
Baca: Pesan Pahlawan-pahlawan Kecil Karbala Idola Kita (Bagian Pertama)
Disebut pahlawan bukan karena cara matinya tapi karena makna hidup yang diyakininya dan cara hidup yang dipilihnya.
Pahlawan gugur dan dikenang tapi kepahlawanannya hidup dan diteladani. Pahlawan adalah sosok yang terisi oleh kepahlawanan.
Pahlawan punya hari khusus untuk dikenang tapi kepahlawanan lestari kapan dan di manapun.
Predikat pahlawan bisa disandang individu, bisa pula disandang masyarakat. Masyarakat pahlawan terdiri dari individu-individu pahlawan.
Individu-individu pahlawan adalah setiap orang yang memiliki otonomi moral, mengetahui hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat.
Pahlawan dihormati karena dua: kepahlawan dan lawan. Pahlawan pasti punya lawan atau kontra-pahlawan. Musuh pahlawan adalah individu dalam masyarakat yang menganggap individu-individu lain sebagai objek agresi, eksploitasi, dan intimidasi.
Baca: Pesan Pahlawan-pahlawan Kecil Karbala Idola Kita (Bagian Terakhir)
Dalam pengertian esensial, kepahlawanan bertolak belakang dengan perilaku individualistik yang mendorong musuh pahlawan melakukan kerusakan demi kepentingan diri sendiri. Korupsi dan intoleransi adalah dua musuh kepahlawanan. Koruptor dan ekstremis intoleran adalah pasangan antagonis bagi pahlawan.
Disebut musuh pahlawan karena koruptor dan ekstremis menghancurkan negara dan bangsa yang dipersembahkan oleh para pahlawan. Korupsi adalah perusakan yang bisa dilakukan oleh siapa saja, pejabat dan rakyat, elite dan alit, di parlemen dan trotoar. Intoleransi yang merupakan rahim ekstremisme adalah anti-kepahlawan dan para penganjur sektarianisme adalah penghina pahlawan.
Bangsa pahlawan tidak akan merusak dan mencuri barang publik. Bangsa Pahlawan juga menentang ajakan kebencian berkedok agama.
Selain pahlawan-pahlawan yang dikenal dan diabadikan, banyak pahlawan tak ternama dan tidak ketahui yang boleh jadi jasanya lebih besar daripada yang dikenal. Takbir yang dipekikkan Bung Tomo dan arek-arek Surabaya telah menjadi senjata yang lebih ampuh daripada tank dan senapan penjajah.
Baca: Nusaibah, Pahlawan Perempuan di Perang Uhud
Ironis! Sebagian orang yang mengaku religius malah membid’ahkan upacara mengenang pahlawan dan mensyirikkan kunjungan ke makam mereka.[]
Allah memuji para pahlawan dalam firmanNya, “Mereka mengutamakan atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. (QS. Al-Hasyr : 9)