Kata syirik (al-syirk) diambil dari kata musyarakah (bersekutu) seperti ucapan Nabi Musa a.s. dalam Alquran: “Jadikanlah ia sekutu dalam urusanku” [Thaha: 32]. Maksudnya, ia memohon kepada Allah untuk menjadikan Nabi Harun sebagai sekutu (teman) untuk menjalankan risalahnya.
Syirik adalah menyekutukan Allah dengan selain Allah. Artinya, manusia menyembah dua Tuhan secara bersamaan. Lalu, apakah termasuk syirik orang yang tidak menyembah kepada Allah, tetapi menyembah sesuatu yang lain? Contohnya, kaum Saba yang diceritakan burung Hud-hud kepada Nabi Sulaiman a.s., “Dan aku bawakan kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta punya singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari.” (QS. an-Naml: 22-24)
Apakah mereka yang hanya menyembah matahari, dan tidak menyembah yang lain dengan begitu mereka hanya menyembah satu tuhan termasuk syirik?
Baca: Imam Khomeini: Memelihara Ibadah dari Gangguan Setan
Dalam istilah Alquran, kata syirik tidak berarti dualisme kepercayaan, namun menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sesembahan. Menurut Alquran, segala yang ada menyembah Allah sehingga orang yang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sesembahan berarti telah menyekutukan Allah walaupun ia tidak menyembah yang lain selain sesembahannya itu. Jadi, orang yang hanya menyembah matahari pun disebut musyrik. (at-Ta’arruf ‘ala al-Qur’an, hal. 132)
Sebagian umat terdahulu menyembah sesembahan dari batu, kayu, atau logam. Sebagian lainnya menyembah matahari, pohon, atau laut. Nyaris semua kaum terdahulu mempraktikkan penyembahan jenis ini. Dan kini, sebagian bentuk dan warnanya masih dapat dijumpai di banyak tempat.
Syirik yang telah sirna adalah syirik amali, syirik nyata berupa penyembahan terhadap materi yang diakibatkan oleh kekeliruan tauhid nalar. Saat ini, yang berkembang adalah syirik nalar, syirik dalam pemikiran.
Ada beberapa tingkatan syirik amali, dan tingkatan yang tertinggi adalah yang baru saja kami sebutkan di atas yang disebut syirik nyata (al-syirk al-jali). Syirik ini menjadikan pelakunya keluar dari Islam. Selain syirik nyata, ada syirik samar (al-syirk alkhafi), mengenai ini Rasulullah Saw bersabda: “Syirik itu lebih samar dibandingkan semut kecil yang merayap di atas sebongkah batu hitam di malam yang pekat.”
Syirik terendah adalah mencintai kejahatan dan membenci keadilan, karena inti agama adalah mencintai dan membenci hanya karena Allah, sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu.’” (QS. Ali Imran: 31)
Islam memandang penyembahan terhadap hawa nafsu, kehormatan, status sosial, harta, dan sesama manusia sebagai syirik. Contoh penyembahan kepada sesama manusia disebutkan dalam kisah Nabi Musa dan Firaun dengan istilah memperbudak (ta’bid). Tentu saja, Bani Israil bukanlah budak-budak Firaun. Mereka hanyalah kaum tertindas di bawah kekuasaannya yang zalim.
Dalam ayat yang lain, Alquran menukil ucapan Firaun, “Dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” Jadi, Bani Israil sepenuhnya dikuasai oleh Firaun. Dalam surat al-Mu’minun: 47 ia berkata, “padahal kaum keduanya (Bani Israil) adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita.” Kata ‘kita’ membuktikan bahwa mereka sebenarnya tidak bermaksud menyembah. Kalau kita beranggapan mereka menyembah Firaun, tentu mereka hanya menyembah satu orang Firaun, bukan semua Firaun. Tetapi karena sikap Bani Israil itu ditujukan kepada semua Firaun, berarti mereka tunduk secara terpaksa.
Baca: Meneladani Ahlulbait: Jangan Berbuat Zalim!
Dalam pidatonya Amirul Mukminin a.s. menguraikan ketundukan Bani Israil terhadap kekuasaan Firaun yang kejam. Kata yang ia gunakan untuk menyebut ketundukan mereka adalah “budak” (‘abid). “Para Firaun itu menjadikan mereka (Bani Israil) sebagai budak. Mereka disiksa dan diracuni. Mereka dibiarkan terus tertindas dan tenggelam dalam kubangan kehinaan, kehancuran, dan kekalahan. Mereka tidak punya kekuatan untuk menolak dan tidak ada jalan untuk memberontak.”
Selain syirik yang dilakukan oleh penguasa yang zalim, ada ragam syirik lainnya yang banyak dipraktikkan oleh orang kebanyakan, yaitu syirik ibadah dan syirik penciptaan. Orang sering mencampuradukkan syirik ibadah dengan syirik penciptaan. Syirik ibadah adalah menganggap sesuatu yang disembah punya peran dalam proses penciptaan.
*Disarikan dari buku Energi Ibadah – Syahid Murthada Muthahhari