Sesungguhnya Islam dalam mendidik umatnya, ia menyentuh kedalaman jiwa manusia sehingga mencapai akar-akar penyimpangan. Oleh sebab itu, Islam melarang, walaupun hanya sekadar niat, untuk melakukan dosa. Ia menganggap niat yang buruk, maksud yang tidak baik sebagai dosa, walau niat dan maksud tersebut tidak sempat terlaksanakan.
Hukum-hukum positif membatasi diri untuk mengenakan sanksi-sanksi tertentu yang dikenakan atas berbagai tindak kejahatan; misalnya hanya hukuman penjara, denda, dan sejenisnya. Akan tetapi Islam menerapkan sanksi atas kejahatan itu di dunia dan akhirat, jika tidak disertai dengan tobat yang betul-betul, atau orang yang berdosa itu benar-benar menghentikan kejahatannya secara total.
Islam melihat bahwasanya amal seorang hamba berkaitan erat antara yang sebagian dengan sebagian yang lain. Perbuatan buruk akan mempengaruhi perilaku manusia. Dan jika perbuatan buruk itu terus dilakukan, akan mengakibatkan pelakunya tenggelam dalam lautan kehinaan, yang pada akhirnya dia akan sampai kepada derajat yang paling hina dan dia tidak mampu lagi untuk mengentaskan dirinya dari lingkungan rusak itu. Karena sesungguhnya kerusakan itu memiliki potensi untuk ditolak masyarakat.
Baca: Pengorbanan Imam Ali di Masa Awal Mula Islam
Islam memandang bahwa kejahatan mempunyai pelbagai pengaruh yang jauh terhadap individu di dunia maupun di akhirat, dan juga terhadap kehidupan bermasyarakatnya. Allah Swt berfirman: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia…. (QS. 30: 41)
Dia juga berfirman: Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu…. (QS. 42:30).
Firman-Nya yang lain: (Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS. 2:81)
Nash-nash Islam banyak yang menyebutkan gabungan antara sanksi di dunia dan sekaligus siksa di akhirat. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman: …maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS. 24: 63)
Allah Swt juga berfirman: …Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia; dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. 5: 33)
Dalam hadis, kita juga menjumpai pernyataan mengenai penggabungan antara azab di dunia dan siksa di akhirat.
Rasulullah Saw yang mulia bersabda: “Wahai kaum Muslim, jauhilah oleh kalian perzinaan, karena di dalamnya ada enam sanksi, tiga di dunia dan tiga di akhirat. Tiga yang di dunia ialah bahwa zina menghilangkan kecerdasan, meninggalkan kefakiran, dan mengurangi umur. Sedangkan tiga yang di akhirat ialah bahwasanya zina menyebabkan kemurkaan Tuhan, jeleknya perhitungan (hisab) amal kita, dan kekekalan di neraka.” (aI-Khishal 1/320)
Dari Amir Al-Mukminin a.s. diriwayatkan bahwa dia berkata: “Buah kebohongan adalah kehinaan di dunia dan siksa di akhirat.” (Ghurar al-Hikam, hal. 361)
Hubungan yang erat antara perbuatan seorang manusia dengan kehidupan dunia dan akhiratnya – selain bisa mengungkap salah satu hakikat amal perbuatan dan keimanannya- pada gilirannya akan membentuk suatu unsur yang menjamin pelaksanaan syariat, serta menjaga manusia agar selalu berjalan pada jalan yang lurus dan benar. Selain itu, keterkaitan tersebut juga menciptakan ketahanan pada diri manusia yang dapat menjaga dirinya dari ketergelinciran dan penyimpangan ketika dia berhadapan dengan dorongan-dorongan yang mengarah kepada kerusakan atau badai-badai nafsu.
Baac: Peranan Para Imam dalam Mempertahankan Kemurnian Ajaran Islam
Keterkaitan itu juga menguatkan keyakinan mengenai adanya pengawasan yang tidak terlihat oleh manusia, sehingga manusia akan tetap menghormati-Nya dan tetap merasa diawasi meskipun ia berada di dalam kesendiriannya. Sekadar contoh, sesungguhnya yang membuat berani para pencuri untuk melakukan pencurian ialah dua hal: Pertama, ia tidak merasakan adanya pengawasan yang tak terlihat dalam hidupnya. Atau dia merasa bahwa dia mampu menghindarkan diri dari pengadilan, dan dia dapat menguasai harta benda tanpa susah payah dan tanpa risiko. Kedua, anggapannya yang remeh terhadap sanksi bila kemudian dia dikenai hukuman. Dia menganggap enteng masa hukuman dalam penjara yang menyita sedikit waktu hidupnya. Dia bisa makan, dan tidur di dalamnya, serta tidak mengganggu kehidupannya barang sedikit pun.
Sedangkan dalam kerangka Islam, seseorang tidak dapat berpikir seperti itu. Islam menanamkan pada diri manusia untuk selalu merasa bahwa dirinya senantiasa berada dalam pengawasan Ilahi, yang tak pernah lepas mengawasi gerak-gerik manusia. Di samping itu, Islam juga menerapkan hukuman yang cukup berat di dunia dan siksa di akhirat yang lebih pedih dan sengsara.
*Disarikan dari buku Akibat Dosa – Hasyim ar-Rasuli al-Mahallati