Dalam ibadah yang benar, perintah-perintah Allah dijalankan dengan tekad, dedikasi, dan rasa takut. Allah telah memerintahkan tanggung jawab yang penting dan tidak boleh diabaikan. Perintah paling agung adalah berpegang teguh pada Ahlulbait, sesuai ajaran Nabi.
Cinta adalah ikatan khusus antara individu dan kesempurnaan. Para nabi hadir untuk mengarahkan cinta menuju Tuhan. Mereka mengenalkan keindahan yang sejati dan mengajarkan manusia hanya mencintai Pencipta. Cinta kepada Ahlulbait adalah bentuk berpegang teguh pada mereka. Cinta ini mendorong seseorang menjauh dari egoisme dan cinta pada dunia, membimbing menuju cinta kepada Yang Mahabenar. Cinta pada Ahlulbait muncul dari cinta pada Allah, dan cinta kepada Ahlulbait adalah cara paling utama untuk menempa diri dan mendekatkan diri kepada Allah.
Cinta kepada Ahlulbait memotivasi seseorang karena mereka adalah para wali yang sempurna, mencapai puncak keutamaan Ilahi. Ini mendorong cinta terhadap kebaikan dan pembaruan. Meskipun dosa menghalangi menjadi bagian dari mereka, seseorang tetap bisa berteman dengan mereka.
Para nabi menolak upah materi dalam menyebarkan kebenaran, mengingat upah sejati datang dari Allah. Al-Qur’an mencatat penutupan nabi dengan pembicaraan yang berbeda, di mana mereka hanya meminta kasih sayang terhadap keluarga mereka sebagai imbalan atas pengorbanan besar mereka dalam menyebarkan petunjuk.
Kecintaan kepada Ahlulbait adalah upah atas penyampaian risalah dan pengorbanan besar yang diungkapkan oleh Rasulullah Saw dengan kata-kata, “Demi Allah, tidak seorang nabi pun mengalami penderitaan seperti yang kualami.” Oleh karena itu, mencintai mereka adalah suatu kewajiban: “Dan bagi kalian, ada cinta yang wajib.”
Baca: Imamah Para Imam Ahlulbait dan Hadits Tsaqalain
Itulah balasan yang sepatutnya manusia berikan atas petunjuk menuju jalan Allah Yang Maha Benar. Namun, jika kita kembali kepada Al-Qur’an, kita akan menemukan bahwa Rasulullah Saw mengikuti pendekatan para nabi terdahulu dalam menjelaskan kepada manusia bahwa balasan yang diharapkan bukanlah imbalan materi dari mereka. Balasan yang sejati berasal dari Allah.
“Katakanlah, ‘Upah apa pun yang aku minta kepada kalian, maka itu untuk kalian. Upahku hanya berasal dari Allah.'” (QS. Saba: 47)
Imbalan ini adalah cinta kepada Ahlulbait. Namun, bagaimana cinta ini bisa menjadi imbalan? Al-Qur’an memberikan jawabannya dengan kata-kata yang lembut:
“Katakanlah, ‘Aku tidak meminta imbalan apa pun darimu dalam menyampaikan risalah ini, kecuali ketaatan orang-orang yang ingin mendekat kepada Tuhannya.'” (QS. al-Furqan: 57)
Cinta yang wajib kepada Ahlulbait adalah jalan yang ditunjukkan Allah bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan kemanusiaan dan kebahagiaan sejati. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu ‘Abdillah as, “Di antara tali keimanan yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (al-Kafi, juz 2)
Cinta dan perasaan yang berasal dari ikatan Ilahi adalah tali kuat yang menghubungkan iman. Abu Abdillah as. menyatakan bahwa iman melibatkan cinta dan kebencian. Cinta yang bersatu dengan iman memperkuat inti iman yang sejati dan berdiri kokoh.
Rasulullah Saw bertanya kepada sahabat tentang tali iman yang paling kuat, dan beliau menjelaskan bahwa mencintai karena Allah, kesetiaan pada para wali Allah, dan menjauhi musuh-musuh Allah adalah tali iman yang paling kuat. Upaya Rasulullah dalam membimbing umat membawa mereka lebih dekat pada keimanan, memprioritaskan hal-hal ilahi atas hal-dunia, dan memberi nilai sejati pada ibadah seperti jihad, haji, puasa, zakat, dan salat.
Cinta kepada orang yang taat kepada Allah dan kebencian terhadap mereka yang bermaksiat adalah cerminan kebaikan dalam hati. Sebaliknya, benci terhadap taat dan cinta pada maksiat mencerminkan kekurangan. Allah mencintai mereka yang memiliki cinta yang benar.
Cinta kepada Ahlulbait merupakan bagian tak terpisahkan dari iman. Rasulullah saw menjelaskan bahwa Allah menciptakan Islam dengan landasan Al-Qur’an, cahaya hikmah, benteng perbuatan baik (ma’ruf), dan pelindung Ahlulbait serta pengikut setia mereka. Oleh karena itu, cintailah Ahlulbait dan pengikut setia mereka, karena cinta ini adalah bagian integral dari iman.
Cinta kepada Ahlulbait adalah ukuran kesetiaan terhadap iman sejati. Ini adalah tanda pengakuan terhadap prinsip-prinsip Ilahi yang mengikat hati orang mukmin pada kebenaran dan kesempurnaan. Cinta ini juga memiliki peran besar dalam menyelamatkan manusia dari kesengsaraan abadi. Meskipun ada upaya untuk menciptakan kebencian terhadap mereka, cinta yang tulus tetap kuat. Cinta ini juga memiliki pengaruh langsung dalam mendekatkan diri kepada Allah, seperti yang dinyatakan oleh Imam as.
Kecintaan kepada Ahlulbait adalah fondasi cinta kepada Allah. Ini adalah jembatan yang menghubungkan manusia dengan kesempurnaan melalui perantaraan Ilahi. Api cinta ini mendorong manusia untuk mendekat kepada Allah dan memandu mereka menuju kesempurnaan. Cinta ini memiliki bahasa tersendiri, melepaskan dari keterikatan pada dunia fana dan mengarahkan menuju pertemuan dengan para wali-Nya.
Dengan demikian, cinta kepada Ahlulbait bukan hanya pengakuan terhadap kepemimpinan dan petunjuk Ilahi, tetapi juga merupakan fondasi dari hubungan yang mendalam dan tulus dengan kebenaran serta ketulusan.
Mencapai Kecintaan
Untuk mencapai kecintaan kepada Ahlulbait, ada dua jalur: jalur ilmiah dan jalur amaliah.
Jalur ilmiah melibatkan memahami perjalanan hidup mereka. Mengetahui cerita hidup orang-orang saleh bisa menyulut api cinta dalam hati yang tertarik pada keutamaan dan limpahan karunia Ilahi. Memahami ajaran dan kata-kata mereka juga penting, sebagaimana disampaikan oleh Imam Baqir as, “Ajarilah manusia dengan kata-katamu yang baik, maka jika mereka mengetahuinya, mereka akan mengikuti kita.”
Amirul Mukminin as juga mengingatkan tentang pentingnya mengikuti jalan amaliah, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian….'” (QS. Ali Imran: 31). Mengikuti dan taat akan melahirkan cinta, dan cinta akan memperkuat keduanya.
Baca: Makna Mencintai Ahlulbait
Selanjutnya, teruslah melakukan ziarah kepada mereka dengan berbagai bentuk, termasuk ziarah-ziarah yang terkenal seperti al-Ziyarah al-Jami’ah al-Kubra, Ziyarah Aminullah, dan Ziyarah al-‘Asyura’. Janganlah berpikir bahwa saat Anda memberi salam kepada Abu Abdillah as, beliau tidak memberikan jawaban. Sesungguhnya, komunikasi spiritual terjadi dalam dimensi yang berbeda.
Ini adalah langkah-langkah yang memungkinkan kita meraih cinta kepada Ahlulbait, dan melalui cinta ini, kita naik ke tingkatan tertentu yang memberikan upah dari penyampaian risalah dan memperkuat hubungan kita dengan dunia spiritual.
*Disarikan dari buku Menerbitkan Cahaya Diri – Sayid Abas Nurudin