Dalam bulan Agustus jelang dan usai merayakan HUT Kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia, kita sering mendengar khotbah dan ceramah agama tentang kewajiban mencintai Tanah Air dengan kutipan sebuah hadis “Mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman”.
Terlepas dari pembahasan kritis tentang sanad atau jalur periwayatannya, konten makna dan spirit nilai di balik teks tersebut dapat diafirmasi kebenarannya. Memelihara properti diri sendiri saja wajib hukumnya, apatah lagi menjaga dan membela kehormatan Tanah Air dari berbagai gangguan dalam dan luar.
Bila yang dimaksud dengan ‘cinta’ dalam ungkapan teks tersebut adalah ikatan emosional, cinta Tanah Air itu bersifat emosional, maka mencintai Tanah Air merupakan peristiwa emosional dan psikologis atau fitri. Karena itu, rasa cinta Tanah Air bersifat niscaya. Namun bila yang dimaksud dengan cinta Tanah Air adalah ekspresi dan implementasinya, berupa sikap rela berkorban dan pembelaan atas eksistensi Negara sebagai aksi nyata dari bentuk cinta, maka hal itu merupakan kewajiban agama (syariat) bagi setiap individu. (Baca: Makna Kawan Menurut Imam Ali a.s.)
Hadis tersebut di atas dapat dikaitkan dengan hadis terkenal lainnya dan diyakini keshahihannya oleh seluruh mazhab, وجعلت لي الأرض مسجدا وطهورا (Dijadikan untukku bumi sebagai tempat bersujud dan suci). Hadis ini menurut kaidah fikih menganggap bumi sebagai masjid dan tempat suci.
Karena bumi adalah masjid dan suci, secara umum Indonesia, sebagai bagian dari bumi, merupakan tanah suci. Karena kesuciannya, maka setiap Muslim, terutama warganya wajib secara rasional dan keagamaan wajib menjaganya.
Mekah, Madinah juga Quds dan kota-kota yang ditempati Nabi SAW dan manusia-manusia suci, sebagai bumi sama sucinya dengan bumi Allah lainnya, termasuk Indonesia.
Memang, karena kesucian bersifat gradual, maka kota-kota Nabi dan para imam tersebut lebih suci. Tanah suci bukan hanya Mekah, Madinah, Quds, Najaf, Karbala, namun juga Indonesia. Kecintaan kepada sesuatu yang suci merupakan bagian dari keyakinan alias iman. (Baca: Motivasi Iman -1)
Banyak firman Allah yang menegaskan posisi sakral bumi. Pada bagian awal surah Al-Balad Allah bersumpah dengan “negeri”, yaitu Mekkah. Dalam surah Al-Anbiya’ ayat 105 Allah juga menjanjikan untuk mewariskan bumi ini kepada hamba-hamba-Nya yang saleh.
Dua ayat ini menegaskan kewajiban penghormatan terhadap kesucian bumi secara umum dan suatu negeri yang memiliki kekhasan di sisi-Nya. Selain itu, ayat-ayat Al-Qur’an juga dikaitkan dengan tempat ia diturunkan; Makkiyah dan Madaniyah. Hal ini menunjukkan penghormatan Allah kepada suatu negeri.
Secara fikih, menjaga Tanah Air sebagai amanah menjadi wajib, dan secara niscaya menyia-nyiakannya menjadi haram.
Negara adalah amanah rumah besar kita. Tindakan-tindakan yang merugikan banyak orang, seperti mencemari lingkungan hidup, menguras kekayaan alamnya untuk diri sendiri dan merusak fasilitas umumnya adalah haram. Sebagai konsekuensi rasionalnya, maka melindungi negara ini dari gangguan baik dari dalam maupun luar juga menjadi wajib. (Baca: Islam Agama Logika dan Argumentasi)
Dalam surah Al-Hujurat terdapat beberapa ayat tentang prinsip-prinsip kebangsaan. Di antaranya, ayat 13, bahwa Tuhan menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan suku. Berbangsa berarti kontrak sosial yang melibatkan banyak suku dalam sebuah institusi bernama negara. Di dalam bangsa itu terdapat dua elemen penting, pemimpin dan rakyat. Kesadaran inilah yang dimaksud dengan kebangsaan. Karena menolak eksistensi bangsa berarti menolak ayat Qur’an tersebut.
Ayat lain dalam surah Al-Hujurat juga mengajarkan kita cinta bangsa tanpa merendahkan bangsa lain. Jika nasionalisme dimaknai sebagai semangat kebangsaan, maka untuk mempertahankan bangsanya, Al-Qur’an mendidik kita agar menghormati bangsa sendiri dan bangsa lain.
Tanpa obral jargon nasionalisme pun, sesungguhnya kecintaan terhadap Tanah Air bersifat fitrah yang secara inheren tertanam dalam diri setiap manusia. Fitrah kecintaan ini melampaui hukum-hukum agama. (Baca: Teologi Kemerdekaan)
Sebagai bagian dari aqidah, kebangsaan harus diwujudkan dengan membela, memelihara dan mempertahankan Tanah Air dari berbagai gangguan musuh dalam dan luar, seperti takfirisme, chauvinisme, fasisme, ekstremisme dan imperialisme.
Kelompok yang menafikan nasionalisme dengan ayat-ayat Al-Qur’an sesungguhnya telah bertentangan dengan ayat Al-Qur’an itu sendiri.
Sebagai implementasi dari spirit cinta Tanah Air, setiap penganut mazhab Ahlul Bait harus a) mengintegrasikan diri dengan bangsa ini sebagai tuan rumah dan tidak merasa sebagai tamu, b) Berkontribusi besar dalam garda terdepan membangun negara dan mencegah negara dari ancaman ekstremisme dan takfirisme.[*]
(Dikutip dari rubrik Opini, Buletin Al-Wilayah, edisi 15, Dzulqa’dah 1438, Agustus 2017)