Madinah tahun sepuluh hijriah, Rasulullah saw mengumumkan bahwa beliau akan berangkat ke Mekah untuk melaksanakan haji. Beliau pun mengajak para sahabat untuk turut serta, dan haji yang akan beliau kerjakan ini merupakan haji perpisahan. Bahwa tak lama lagi, Rasulullah saw akan berpisah dengan mereka di dunia ini, dan ada hal sangat penting yang akan beliau sampaikan kepada umatnya sesudah itu.
Dapat dibayangkan ajakan berhaji dengan Rasulullah saw, daya tariknya yang mendatangkan muslimin ke Mekah dalam jumlah yang besar untuk masa itu. Terlebih, kapan lagi bisa berhaji bersama Rasulullah saw.
Di Mina di hadapan para jemaah haji, Rasulullah saw menyampaikan ceramah yang antara lain isinya adalah: pertama, di dalam masyarakat Islam, setiap orang memiliki hak atas nyawa, harta dan kehormatannya. (Baca: 4 Kisah Keutamaan Imam Ali bin Abi Thalib a.s. – Bagian I)
Kedua, beliau memberi maaf atas apa yang telah diperbuat oleh kaum terhadap beliau dan para sahabatnya, bahwa yang lalu sampai ada darah yang tertumpah dan harta yang terampas, biarlah berlalu! Tak ada lagi rasa dendam, kebencian dan permusuhan di antara mereka demi mewujudkan masyarakat Islam dalam rasa aman dan kerukunan. Beliau pun mengingatkan agar jangan sampai mereka berpecah belah sepeninggal Rasulullah saw.
Hadis Tsaqalain: Wasiat Rasulullah saw kepada Umatnya
Ketiga, wasiat beliau kepada mereka -yang dikenal dengan hadis ats-Tsaqalain: “Aku akan tinggalkan untuk kalian dua hal, kitab Allah Swt (al-Quran) dan itrahku (Ahlul Bait as), jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka kalian tidak akan pernah tersesat.”
Pada hari berikutnya di Mina, beliau kembali berkhutbah, menekankan masalah keikhlasan dalam amal, kecintaan kepada pemimpin umat Islam dan keseteraan di antara semua orang di hadapan hukum Allah Swt. Beliau juga menjelaskan soal pentingnya kepemimpinan sepeninggal beliau, dan mengulang hadis Tsaqalain tersebut. (Baca: Kemukjizatan Sabda Nabi saw)
Usai melaksanakan manasik haji, Rasulullah saw dan para jemaah haji meninggalkan Mekah. Dalam perjalanan menuju pulang, mereka ingin bersama Nabi, seperti yang dirasakan oleh jemaah haji dari Yaman tak ingin memisah diri dari beliau saw.
Sampai di Ghadir Khum
Sampai di satu tempat dekat Juhfah yang terdapat sebuah penampungan air di sana, daerah antara Mekah dan Madinah, Rasulullah saw dan para sahabat yang menyertai beliau, berhenti. Mereka yang telah memisah ke arah pulang, diminta untuk kembali dan berkumpul di sana, tempat yang dikenal dengan Ghadir Khum itu.
Telah turun wahyu kepada Rasulullah: “Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu. Dan jika kamu tidak mengerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS: al-Maidah 67)
Maka di hadapan lebih dari seratus duapuluh ribu sahabat yang berkumpul di tempat itu -adalah bukan jumlah yang sedikit- Rasulullah menyerukan: “Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir!”, bahwa: “Siapa yang aku adalah pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpin dia!”
Tiga Pendapat Mengenai Kata “Al-Yauma..”
Setelah Rasulullah saw menyampaikan kepemimpinan Sayidina Ali sa bagi umat ini, turunlah ayat: “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu menjadi agama bagimu…(QS: al-Maidah 3)
Kapan agama Allah -yang bagi umat ini hanya Islam yang diridhai oleh-Nya itu- Dia sempurnakan dan ni’mat-Nya Dia cukupkan bagi mereka? Peristiwa Ghadir Khum lah yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut, dan yang menjawab soal ini.
Mengenai tafsir ayat itu, Syahid Muthahhari menjelaskan: “Janganlah kamu takut kepada mereka!”, karena mereka telah berputus asa untuk mengalahkan kalian dan agama kalian. Mereka telah menahan diri untuk melawan kalian dengan cara mereka yang sebelumnya dalam melawan Islam. Takutlah kepada-Ku (Allah)! Bahwa agama ini tidak akan ditimpa bahaya dari mereka setelah ini. Kemudian beliau membawakan tiga pendapat terkait kata “al-yaum” (hari ini) dalam ayat itu:
Pendapat yang pertama, bahwa itu adalah hari bi’tsah (pengutusan Nabi saw) dengan adanya kalimat yang menunjukkan padanya, yaitu: “Telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” Ya, sekiranya kalimat ini tidak didahului oleh kalimat-kalimat sebelumnya yang terkait dengan penyempurnaan agama dan penuntasan ni’mat.
Kalimat itu menjelaskan bahwa Islam yang disempurnakan dan karunianya dicukupkan adalah Islam yang diridhai Allah. Oleh karena itu, yang dimaksud “hari” dalam ayat itu bukanlah hari bi’tsah.
Pendapat yang kedua, itu adalah hari Fathul Makkah. Muslimin sebelum kemenangan ini, jumlah mereka sedikit dan keimanan mereka telah teruji, tak sama nilainya dengan keimanan orang-orang yang spontanitas masuk Islam sesudah Fathul Makkah. (Baca: Kado Syair Hari Al-Ghadir)
Tidak ada dalil atau sejarah yang menetapkan bahwa hari yang dimaksud ayat itu adalah hari Fathul Makkah yang terjadi pada tahun kedelapan hijrah. Banyak ayat yang turun sesudah kemenangan ini, di antaranya ialah surat al-Maidah yang termuat di dalamnya ayat pasca pengangkatan kepemimpinan tersebut, dan belum ada keputus asaan kaum kafir kala itu.
Pendapat ketiga, ialah hari ketika Ali as menyampaikan surat Bara`ah pada tahun kesembilan hijrah. Namun demikian tidak selaras dengan firman Allah: Telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, karena masih banyak hukum yang disampaikan Nabi saw sesudah hari itu.
Hari besar penyempurnaan agama dan penuntasan nikmat Allah itu, terjadi di masa akhir hidup Nabi saw, yang tiada lagi hukum baru dari langit sesudahnya. Karena agama telah disempurnakan oleh Allah dan Islam menjadi agama yang Dia ridhai bagi umat ini.[*]
Ahmad Assegaf | 14 August 2019
|
Salaam wa rahmah.. adakah hadits2 Ahlus sunnah yg meriwayatkan peristiwa Al Ghadir ? Terimakasih
admin | 15 August 2019
|
Wa’alaikumussalam warahmatullah, silakan dapat dibaca dalam artikel: “Tentang Idul Ghadir” >> https://safinah-online.com/tentang-idul-ghadir/