Situs Resmi Komisi Bimbingan dan Dakwah Syura Ahlulbait Indonesia (ABI)
 

Al-Quran Sebagai Petunjuk Bagi yang Suci dan yang Nisbi

Oleh: Dr. Muhsin Labib

Di awal Surah Al-Baqarah, Mahasuci Dia, mengatakan bahwa Al-Quran ini adalah: “Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” Artinya, dalam Al-Quran ada petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, dan petunjuk bagi apa yang ada dalam kebenaran dan kemakmuran mereka dalam waktu dekat dan masa depan.  Dan kita membaca dalam surah yang sama, setelah menetapkan kewajiban puasa, firman Yang Mahakuasa dalam deskripsi Al-Quran ini, bahwa itu adalah: “Petunjuk bagi umat manusia” [QS. Al-Baqarah: 185].

Petunjuk dalam Al-Quran datang dalam dua jenis: satu bersifat umum, dan yang kedua khusus.  Adapun petunjuk umum, maksudnya adalah untuk memperjelas jalan kebenaran, petunjuk, dan untuk memperjelas bukti.  Ini semakna dengan ayat “Dan adapun Tsamud, beri mereka petunjuk” [QS. Fussilat: 17].  Demikian juga, firman Allah “Dan Kami membimbingnya ke dua jalan.” [QS. Al-Balad: 10], Artinya: Kami menjelaskan kepadanya jalan kebaikan dan jalan kejahatan.

Adapun petunjuk khusus, lebih disukai oleh Allah Swt kepada hamba dengan memberinya kesuksesan dalam ketaatannya dan merentangkan jalan keselamatan dan kebahagiaan. Dan tentang makna ini datanglah firman Yang Mahakuasa: (Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah) [QS. Al-An’am: 90] dan firman-Nya Yang Mahatinggi: (Dan barang siapa yang dikehendaki Allah untuk memberi petunjuk, Dia membuka dadanya untuk Islam) [Al-An’am: 125].

Baca: Keagungan Alquran menurut Ayat Alquran

Petunjuk dapat pula dibagi dua; langsung dan tidak langsung. Orang-orang bertakwa adalah mereka yang memperoleh petunjuk dari Allah. Nabi Muhammad Saw adalah pemuka para muttaqin dan para pelanjutnya, yaitu para imam Ahlulbait yang disucikan oleh Allah adalah para pemuka muttaqin setelahnya yang berfungsi sebagai pengawal wahyu dan pemberi petunjuk kepada umat. Melalui Nabi dan para washi, al-Quran menjadi petunjuk tak langsung.

Al-Quran sebagai wahyu yang diturunkan atas Nabi Muhammad Saw dan dikawal oleh manusia-manusia pilihan adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa (هدى للمتقين).

Menurut Allamah Thabathabai, ayat “Hanya orang-orang yang disucikan yang menyentuhnya” ditujukan untuk memuliakan Al-Quran, sehingga menyentuhnya berarti pengetahuan hakiki tentangnya, yaitu kandungan tersembunyi di dalam. Ini selaras dengan firman-Nya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, benar-benar (bernilai) tinggi dan penuh hikmah.” [QS. Al-Zukhruf: 4]

Baca: Safinah Quote: Hikmah, Petunjuk Akal

“Almuthtahharun” dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang disucikan oleh Tuhan dari kekejian, kemaksiatan dan dosa. Penyucian ini menjadi syarat takwini pengetahuan akan kandungan hakiki Al-Quran. Yang disucikan adalah orang-orang yang dimuliakan Allah Swt sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: “…Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Al-Quran yang menjadi petunjuk bagi orang-orang bertakwa (suci) disampaikan berupa ajaran wahyu yang menjadi petunjuk kedua yang diinterpretasi bagi semua manusia (هدى للناس). Orang-orang awam mengikuti Al-Quran melalui penafsiran orang-orang bertakwa yang tidak suci.

Penjelasan Nabi Saw tentang isi Al-Quran yang diajarkan kepada orang-orang muttaqin sejati alias suci adalah wahyu suci yang mutlak benar. Sedangkan penjelasan orang-muttaqin suci tentang isi Al-Quran yang diterima oleh orang-orang muttaqin tidak suci adalah produk persepsi dan interpretasi. Penjelasan para muttaqin tidak suci yang disampaikan kepada umat adalah produk penafsiran yang spekulatif dan nisbi bersyarat kompetensi, kredibilitas dan kehati-hatian.

Baca: Yang tak Berpetunjuk takkan Memberi Petunjuk

Dengan kata lain, penjelasan kandungan Al-Quran yang diterima para muttaqin suci dari Nabi Saw adalah petunjuk yang mutlak benar. Penjelasan kandungan Al-Quran yang disampaikan orang-orang muttaqin yang suci adalah petunjuk mutlak benar. Itulah petunjuk berupa wahyu. Namun ketika penjelasan dari orang-orang muttaqin suci itu diterima oleh orang-orang muttaqin tidak suci, maka penjelasan mereka kepada umat adalah petunjuk nisbi dan tidak langsung alias bukan petunjuk langsung dari wahyu yang mutlak benar. Itulah petunjuk berupa penafsiran.

Al-Quran adalah petunjuk primer dan benar secara mutlak bagi muttaqin yang suci, juga petunjuk sekunder bagi yang tidak suci, yaitu umat, termasuk ulama dan fuqaha. Ia tidak diturunkan atas umat (secara langsung). Andai diturunkan atas umat, maka umat jadi kumpulan para nabi dan manusia suci. Al-Quran, sebagai wahyu diturunkan atas manusia paling suci dan dikawal oleh manusia-manusia suci. Para ulama dan mufasirin yang meyakini Ahlulbait yang suci sebagai penerima petunjuk mutlak dan langsung dari Nabi Saw adalah umat level atas dalam hierarki kenisbian yang memberikan petunjuk tidak langsung kepada umat dalam gradasinya.

Singkatnya, disebut Al-Quran karena bisa dibaca dengan pengetahuan mutlak oleh nabi dan orang-orang suci (muttaqin prima). Disebut kitab karena bisa ditulis oleh nabi dan orang-orang suci. Disebut Dzikr karena bisa diingat oleh orang-orang suci. Disebut Furqan karena menjadi juri antara kebenaran dan kepalsuan melalui Nabi dan orang-orang suci.


No comments

LEAVE A COMMENT